Pahlawan Nasional H Agus Salim dikenal sangat sederhana. Selain kesulitan dalam urusan rumah, soal pakaian juga tak lebih baik.
"H Agus Salim memakai pakaian menurut model sendiri. Kesan pertama bukan piyama dan bukan untuk pergi ke luar rumah. Bahannya lebih tebal dari piyama, tapi modelnya lebih dekat pada piyama. Potongan bajunya seperti kemeja, tapi dipakai di luar celana dan tidak pakai jas lagi," ujar Mohamad Roem dalam buku 'Bunga Rampai dari Sejarah'.
Saat berkunjung ke rumah Agus Salim tahun 1925, M Roem terkesan dengan kesederhanaan pemikir dan politisi besar Islam itu. Saat sedang asyik berdiskusi soal politik dan pandangan Agus Salim, tiba-tiba anak Agus Salim yang berusia empat tahun keluar dan minta digaruk. Anak itu mengenakan celana monyet, namanya Syauket.
"Dengan wajah penuh kasih sayang, beliau beralih pada anaknya. Menanyakan bagian mana yang gatal dan ingin digaruk," kisah M Roem.
Beberapa saat kemudian, Syauket dicari kakaknya. Seorang gadis kecil berusia enam tahun. Gadis itu pun sama-sama bercelana monyet. Sama seperti Syauket, gadis ini pun sangat lancar berbahasa Belanda. Saat itu hanya golongan terpelajar mampu bicara bahasa Belanda secara fasih.
Kelak, Syauket gugur mendahului ayahnya. Saat pemuda, Syauket tewas saat menyerang tentara Jepang di Tangerang pada bulan Oktober 1945. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tangerang.
Syauket kecil mewarisi semangat ayahnya. Teladan serta kepahlawanan pria berjas seperti Piama yang memberi teladan soal kesederhanaan.