“Cintailah bahasa Arab karena 3 hal: Pertama, karena aku adalah orang Arab. Kedua karena Al Qur’an berbahasa Arab. Dan ketiga, karena bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab.” (HR. Thabrani)
Tiga urgensi bahasa Arab yang disampaikan Rasulullah saw itu sebenarnya sudah sangat cukup untuk menjadi landasan paling penring untuk mendorong kita mempelajari dan menguasai bahasa Arab. Al Qur’an diturunkan sebagai tata aturan kehidupan manusia dengan bahasa Arab. Dan dengan bahasa Arab juga, penlltup para Nabi dan Rasul, Muhammad saw. berbicara. Apalagi, kelak bahasa Arab menjadi bahasa ahli surga.
Bukan hanya itu, ada banyak faktor lain yang memicu kita menguasai bahasa Arab. Ia adalah bahasa yang tidak luntur oleh zaman dan perubahan, juga menjadi wadah peradaban Islam selama 14 abad, baik di belahan dunia timur, maupun di barat. Bahkan, PBB telah mengakui bahasa Arab sebagai bagian dari bahasa komunikasi dunia, di samping bahasa Inggris dan Prancis.
Masalahnya adalah, tidak sedikit kaum Muslimin Indonesia yang ‘alergi’ dengan bahasa Arab. Yang terbayang bagi mereka, mempelajari bahasa Arab seperti mendaki sebuah puncak gunung es yang sangat-sangat sulit. Padahal sejarah membuktikan, dahulu di wilayah Afrika Utara, Persia, Daratan India, Turki, dan sebagian Eropa Timur tidak dapat berbahasa Arab. Namun, setelah Islam masuk menjadi agama mereka, bahasa Arab dapat menjadi bahasa percakapan mereka. Bahkan, Indonesia pun, sebelum kedatangan para penjajah, menggunakan aksara Arab sebagai bahasa tulisan.
Dari sisi kebiasaan pun, sebenarnya, bahasa Arab lebih familiar di kalangan kaum Muslimin ketimbang bahasa Inggris maupun yang lainnya. Ini karena dalam shalat wajib, kita pasti membaca dan melantunkan nash nash Al Qur’an yang berbahasa Arab. Belum lagi jika kita rajin membaca Al Qur’an dan berdzikir, itu juga dengan bahasa Arab.
Maka, kita perlu mengenali bahasa ini dengan baik; agar tumbuh benih-benih cinta kepadanya, terdorong mempelajarinya, dan mempraktekkannya dalam bahasa lisan dan tulisan, sebagaimana pesan kekasih kita Muhammad saw. di atas tadi.
Definisi Bahasa Arab
Definisi bahasa Arab dapat ditinjau dari sisi bahasa dan istilah. Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri menyebutkan dalam bukunya al-Rahiqul Makhtum bahwa pengertian “Arab” secara bahasa adalah gurun sahara, atau tanah tandus yang di dalamnya tidak ada air dan pohon yang tumbuh di atasnya. Adapun “bahasa” adalah alat komunikasi yang digunakan manusia untuk saling berinteraksi dan berhubungan dengan berbagai motivasi dan keperluan yang mereka miliki.
Jadi, definisi bahasa Arab secara istilah, adalah bahasa yang digunakan oleh sekelompok manusia yang berdomisilipada mulanya-di atas Negeri Gurun Sahara, Jazirah Arabiyah. Kemudian, bahasa ini berkembang pada zaman Islam, dan menyebar ke seluruh pelosok dunia yang Islam menjadi keyakinan penduduknya. Maka, bahasa Arab bukanlah hanya milik orang-orang keturunan Arab, namun milik semua orang atau etnis yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari mereka. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “ Barang siapa yang berbicara bahasa Arab, maka dia adalah orang Arab.”
Karakteristik Bahasa Arab
Imej bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang sulit dikuasai, salah satunya dilatarbelakangi karena mereka tidak mengenal apa saja keistimewaan dan karakteristik bahasa Arab, ketimbang bahasa lainnya? Ada beberapa karakteristik bahasa Arab:
1. Mudah
AI-Qur’an adalah puncak bahasa Arab dati semua sisi kebahasaan, yang terdiri dari; kosa kata, kalimat ungkapan, dan sastra. Yang harus disadari adalah tidak ada satu kosa kata sejelas penggunaan Al-Qur’an, tidak ada kalimat melebihi ketepatan pengungkapan AlQur’an, dan tidak ada karya sastra yang dapat melebihi nilai keindahan sastra Al-Qur’an, baik sebelum datangnya masa Islam, maupun sesudahnya. Hal inilah yang menyebabkan kaum Quraisy [yang pada zamannya menjadikan karya sastra, baik syair, maupun prosa, sebagai bagian dari prestise dan kebanggaan seseorang dan qabilah] tidak mampu membuat sesuatu yang serupa dengan AI-Qur’an. Bahkan, mereka tidak mampu mendefinisikan AI-Qur’an, apakah ia syair, atau prosa, atau malah sihir. Mereka tidak dapat mendefinisikannya karena ketinggian sastra AI-Qur’an. Perhatikanlah firman Allah SWT, tentang al-Walid bin Mugirah, seorang yang berusaha mendefinisikan al-Qur’an.
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dial Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian celakalah dial Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian dia memikirkan. Sesudah itu, dia bermuka masam dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata, (Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.“ (QS. alMuddatstsir: 18-25)
Akan tetapi, meskipun dalam AlQur’an segala puncak bahasa Arab tersandang pada dirinya, AI-Qur’an itu mudah. Sebagaimana ia menyebutkan dirinya sebanyak 4 kali dalam surat yang sarna.
„Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?“ (QS. al-Qamar: 17, 22,32 dan 40)
Sejarah pun membuktikan bahwa bahasa Arab itu mudah. Pada mulanya, hanya penduduk jazirah Arabiyah, negeri-negeri Syam, dan sebagian Iraq saja yang menggunakan bahasa ini. Kemudian, menyebar ke Afrika Utara bersamaan dengan penyebaran Islam, seperri Mesir, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, Sudan, Somalia, dan lainnya. Dahulu, Afrika Utara tidak bisa berbahasa Arab, kecuali setelah Islam masuk pada kawasan itu. Demikian pula yang terjadi di Persia, Asia Tengah, Selatan, dan Tenggara. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas bahasa Arab setiap kawasan berbeda an tara satu dengan yang lainnya, tergantung pada kedekatan dan jarak kawasan dengan ]azirah Arabiyah. Misalnya, di Asia Tenggara, bahasa Arab sangat mempengaruhi bahasa Melayu, terutama pada kosa kata dan aksara yang digunakan, khususnya pada sebelum dan saat masa zaman penjajahan.
Bukti sejarah yang lain adalah, para perumus ilmu tata bahasa Arab sebagian besar bukan berdarah Arab. Misalnya, Sibawayh dari Asia Tengah, Ibnu Malik dan Ibnu Hisyam dari Andalusia atau Spanyol, serta Imrithi dari Afrika Utara. Disamping itu, ulama-ulama Islam yang lain, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Asia Tengah, dan masih banyak ulama lainnya yang bukan dari bangsa Arab.
Jadi, jika masih ada yang berpendapat bahwa bahasa Arab itu sulit, maka itu hanyalah ilusi, atau mungkin hanya senjata musuh Islam dalam al-gazwul fikri agar umat ini jauh dalam memahami agamanya. Oleh karena itu, baik secara normatif, maupun empiris, bahasa Arab itu mudah. Maka, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka tidak mampu menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi mereka.
Adapun jika ditinjau dari teori modern tentang pengajaran bahasa kedua, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kemudahan dan kesulitan mempeIajari setiap bahasa itu sama. Sekarang ini, teIah tersedia jumlah memadai kurikulum pengajaran bahasa Arab yang mudah dan menggunakan teori modern, misalnya al-Arabiyyatu Lin Nasyi’in, yang diproduksi tahun 1980 oleh Departemen Pendidikan Saudi Arabia. Semoga program itu dapat mendorong teman-teman belajar bahasa Arab, sebagai bagian dari persyaratan kemenangan umat ini di masa mendatang.
2. Indah
Sesuatu yang indah harus dapat dipandang keindahannya. Namun, tidak demikian halnya dengan bahasa, karena pada umumnya keindahan bahasa hanya dapat dirasakan melalui pendengaran atau pemahaman ketika membacanya. Akan tetapi, hal ini tidak berIaku bagi bahasa Arab. Keindahan bahasa Arab terdiri dari tiga dimensi; pertama, dimensi ketika ia didengar; kedua, dimensi ketika ia dibaca, dan ketiga, dimensi ketika ia ditulis atau dilukis.
Yang pertama dan kedua merupakan cermin dari kesusastraan bahasa Arab. Seni sastra dalam bahasa Arab dapat dipelajari dengan satu disiplin ilmu, yaitu disiplin ilmu “Balaghah”. Adapun karya sastranya yang terdiri dari syair dan prosa disebut dengan “Adab”. Nilai sastra bahasa Arab yang paling tinggi adalah AlQur’an, kemudian hadits Nabi Muhammad saw., kemudian hasil karya-karya sastra bangsa Arab, baik yang berupa syair, maupun prosa.
Adapun dimensi keindahan yang ketiga merupakan cerminan dari seni kaligrafi Arab. Seni ini berkembang seiring dengan perkembangan peradaban Islam. Hal ini dapat kita saksikan keindahannya pada bangunan-bangunan Islam, seperti masjid-masjid atau istana-istana peninggalan sultan-sultan Islam. Bahkan, saat ini telah dikembangkan dalam dunia lukisan di atas kanvas, dan secara garis besar, seni kaligrafi Arab terdiri dari 7 aliran, yaitu; Nasakh, Tsuluts, Farisi, Riq’ah, Diwani, Diwani ]aliy, dan Kufi.
3. Syamil
Suatu kehormatan bagi bahasa Arab, karena ia telah dipilih Allah menjadi bahasa kitab suci, bahasa nabi dan rasul terakhir, dan pada akhirnya sebagai alat komunikasi antara Tuhan dan hamba-Nya dalam kegiatan ibadah, doa, dan acara ritual lainnya. Pilihan Allah bukan sembarang pilihan, pasti ada hikmah di baliknya. Salah satu hikmah yang dapat dilihat adalah ke-syumul-an atau kesempurnaan bahasa ini.
Bahasa Arab kava dengan kosa kita; 1 akar kata dapat melahirkan lebih dari 3000 kosa kata baru, 1 tema dapat diungkapkan dalam lebih dari 10 kosa kata, dan setiap kosa katanya dapat diungkapkan dalam bentuk atau makna asli (denotatif), dan dapat menjadi abstrak atau bahasa kinayah (konotatif/kiasan). Perhatikanlah dua contoh berikut ini.
Allah bercerita tentang proses penciptaan manusia.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (sulalah). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (nuthfah) yang disimpang dalam tempat (qarar) yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (alaqah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging (mudhgah), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang (izham), lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging (lahm). Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah Pencipta Yang Paling Baik.” (Al-Mu’minuun: 12-14)
Dari ayat di atas, kita menemukan bahasa Arab sudah memiliki kosa kata yang mewakili proses penciptaan manusia pada 14 abad yang lalu. Hal ini jauh sebelum ilmu pengetahuan menemukan istilah-istilah serupa dalam bahasa Latin atau bahasa Inggris. Istilah-istilah itu adalah: sulalah, nuthfah, qarar, alaqah, mudhgah, izham, dan lahm. Kemudian, kata qarar yang bermakna rahim adalah peralihan makna dari pengertian aslinya, sehingga kata qarar dalam ayat ini tampil dalam penggunaan abstrak.
Perbedaan antara kata “Rabb” dan “Ilah” yang keduanya bermakna ‘Tuhan” dalam bahasa Indonesia. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (Rabb) manusia, Raja manusia, Sembahan (Ilah) manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. ... “ (an-Naas: 1-4)
Pada ayat diatas, Allah SWT menggunakan dua kosa kata bahasa Arab yang berbeda dalam mengungkapkan tentang diri-Nya. Dalam kesempurnaan bahasa Arab, ditemukan khazanah yang kava akan kosa kata. Bahkan, untuk menjelaskan konteks yang berbeda pada objek pembicaraan yang sama, bahasa Arab memiliki kosa kata yang dapat mewakili dua konteks tersebut, tanpa memerlukan kalimat at au penjelasan yang panjang sebagaimana kita temukan dalam bahasa kita. Kata Rabb misalnya, bila dijelaskan dalam bahasa Indonesia, maka artinya adalah Tuhan Yang Maha Pencipta, Pelindung, Pemberi rezki dan seterusnya. Adapun kata Ilah berarti Tuhan Yang disembah, Tempat bergantung, Tempat berdoa dan seterusnya.
4. Mu’jizah
Salah satu karakteristik bahasa Arab adalah mu’jizah, yang artinya menarik. Bagi orang awam, bahasa Arab itu menarik karena Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa ini. Namun, bagi pembelajar bahasa ini, bahasa Arab itu menarik karena dapat memberikan nilai lebih dari beberapa sisi, sebagaimana tertera di bawah ini.
Pertama, singkat dan padat. Misalnya, kalimat la ilaha illallah. Baik orang Arab yang memeluk Islam, maupun yang kafir, memahami bahwa kalimat tersebut mengandung makna dan konsekuensi yang tidak sederhana. Hal ini dapat dilihat dari pensikapan mereka terhadap kalimat ini. Mereka yang mas uk Islam memahami bahwa kalimat ini mengandung persamaan antar setiap manusia. Pemahaman yang sama juga dimiliki oleh mereka yang tidak masuk Islam. Hal, itu terlihat ketika mereka mengatakan, « Kalimat ini adalah kalimat yang dibenci oleh para raja. » Mengapa para raja membencinya? Hal ini disebabkan mereka tidak mau disamakan derajatnya dengan manusia lainnya.
Kedua, jelas dalam menentukan hukum. Misalnya, dalam salah satu ayat, Allah SWT berfirman,
„Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah .... „ (al-Maidah: 3)
Oleh karena kejelasan bahasa Arab inilah, Allah SWT berfirman pada ayat yang lain,
„Dan demikianlah, Kami telah menurunkan al-Qur’an itu sebagai hukum (peraturan yang benar) dalam bahasa Arab .... (ar-Ra’d: 37)
Ketiga, ungkapan-ungkapan indah yang sarat doa dan makna. Misalnya, ungkapan „Assalamu’alaikum“ dan „Wa’alaikumussalam.“ Kedua ungkapan tersebut diucapkan pada saat dua orang muslim saling bertemu, yang masingmasing saling mendoakan keselamatan. Begitu pula ungkapan „Ahlan wa sahlan.“ Ungkapan tersebut mengandung makna filosofi yang dalam, yaitu bagi yang mendapatkan ucapan itu, berarti telah dianggap oleh yang mengucapkannya sebagai „keluarga dan segala urusannya akan menjadi mudah, dan tidak akan menemui kesulitan.“
5. Cerdas
Untuk kecerdasan bahasa Arab, biarkanlah al-Qur’an yang memberikan kesaksian normatif tentang kecerdasan bahasa Arab. Kecerdasan yang dimaksud adalah membuat pengguna bahasa ini menjadi cerdas. Perhatikanlah al-Qur’an menerangkan hal tersebut:
“Alif laam raa. Ini adalah ayat-ayat kitab (al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian berakal.” (Yusuf: 1-2)
Islam, dan bahasa Arab telah melahirkan berjuta ulama dari berbagai bangsa ‘ajam (bukan Arab) di berbagai disiplin ilmu, baik ilmu agama, maupun teknologi. Hal ini sebagaimana telah disebutkan pada mukadimah dan point pertama, yaitu mudah sebagai salah satu sifat bahasa arab.
6. Jelas
Bahasa Arab itu jelas, seperti jelasnya matahari di siang hari. Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan mengenai hal itu.
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘ajam, sedang Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (an-Nahl: 103)
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat pelajaran. (lalah) Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertaqwa.” (az-Zumar: 27-28)
Dua ayat di atas mengingatkan setiap manusia akan orisinalitas kenabian Muhammad saw. Hal ini dikarenakan al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, dimana Allah telah menyatakan bahwa bahasa ini jelas dan tidak bengkok. Oleh sebab itu, jika ada seseorang yang samar atau salah dalam memahami Al-Qur’an atau bahasa Arab, maka ada dua kemungkinan pada dirinya. Pertama, ilmunya tentang bahasa Arab tidak sempurna; kedua, terdapat penyakit dalam hatinya, sehingga terhijab baginya untuk memahami Al-Qur’an denean benar.
Urgensi Belajar Bahasa Arab
Setelah kita mengkaji beberapa karakteristik bahasa Arab, semoga “benih” cinta telah menjadi “tunas” di dalam hati agar mau mempelajari bahasa Arab lebih serius dari sikap yang ada selama ini. Berikut ini, beberapa jawaban mengapa seorang muslim, dan aktivis dakwah khususnya, harus menguasai bahasa Arab.
1. Bahasa Arab sebagai Bahasa Islam.
Setiap muslim wajib memahami Islam sesuai dengan pemahaman orangorang yang pertama memeluk agama ini, yaitu sesuai pemahaman Rasulullah saw., para sahabat, dan tabi’in. Akan tetapi, hal tersebut mustahil terwujud apabila seorang muslim tidak menguasai bahasa Arab. Hal ini disebabkan semua literatur Islam, baik itu AI-Qur’an, sunnah, maupun karya-karya ulama sebagai tafsir atau penjelas atas keduanya, tertulis dalam bahasa Arab. Walaupun, ada yang mungkin telah diterjemabkan atau ditulis oleh orang ‘ajam, dan dengan bahasa ‘ajam, namun nilainya tetap tidak sama dibandingkan jika kita memahaminya secara langsung clengan memakai bahasa Arab.
Sementara itu, setiap muslim berkewajiban pula beribadah kepada Allah SWT. Hampir semua ibadah dalam Islam menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi dengan Allah SWT. Harus disadari, sebuah komunikasi tidak akan efektif apabila antara pembicara dan teman bicara tidak menggunakan bahasa yang sama. Oleh karena itu, agar komunikasi seorang hamba dengan Allah melalui ibadah menjadi efektif, maka menjadi keharusan bagi hamba untuk menguasai bahasa Arab. Mungkin ada pertanyaan, apa tidak boleh ibadah dilakukan dengan bahasa Indonesia? Jawabannya, memang tidak semua ibadah harus dilafadzkan dengan bahasa Arab. Akan tetapi, ibadah-ibadah pokok seperti shalat, dan sebagian amalan haji mengharuskan hal itu.
Setiap muslim, pastinya mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini berangkat dari pemahamannya yang benar terhadap Islam; dari ibadahnya yang ikhlas kepada Allah, dan dari amalanamalannya yang bermanfaat bagi peradaban dan kehidupan umat manusia. Konsekuensi logis dari ridha Allah SWT nantinya, adalah memasuki surga-Nya di negeri akhirat, sedangkan bahasa komunikasi penduduk surga yang digambarkan oleh Rasulullah saw. adalah bahasa Arab.
Untuk itu semua, setiap muslim yang tidak menguasai bahasa Arab wajib mempelajari bahasa ini. Kaidah usul fiqih mengatakan,
“Suatu amalan wajib tidak sempurna karena sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.”
Lewat kaidah di atas kita memahami bahwa menguasai bahasa Arab wajib hukumnya. Hal ini disebabkan, memahami Islam hukumnya wajib, dan memahami Islam tidak mungkin terjadi, kecuali menguasai bahasa Arab. Oleh karenanya, menguasai bahasa Arab menjadi wajib pula, dan disebabkan kita tidak dapat menguasai bahasa Arab, kecuali dengan belajar, maka belajar bahasa Arab hukumnya wajib juga.
Demikian pula, dengan wajibnya ibadah. Akan tetapi, ibadah tidak akan sempurna, kecuali memahami lafazh yang dibaca, dan tidak akan terpahami lafazh tersebut, kecuali menguasai bahasa Arab. Hal ini disebabkan ibadah dan kesempurnaannya adalah wajib hukumnya. Semua ini tidak akan sempurna, kecuali menguasai bahasa Arab, dan bahasa Arab tidak mungkin dikuasai, kecuali dengan belajar. Maka, belajar bahasa Arab itu wajib pula hukumnya, sebagaimana wajibnya shalat.
2. Bahasa Arab sebagai Bahasa Kaum Muslimin
Sudah menjadi ketentuan Allah, bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul terakhir yang diutus kepada seluruh umat manusia, dan menjadi rahmat bagi segenap alam semesta. Islam, risalah yang dibawanya tidak melebihkan bangsa Arab atas bangsa ‘ajam, tidak pula melebihkan derajat kulit putih atas kulit berwarna. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap manusia adalah anak Adam, dan Adam itu tercipta dari tanah.”
Sudah menjadi ketentuan Allah pula, bahwa manusia itu terdiri dari suku-suku dan bangsa-bangsa, yang satu dengan lainnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Islam tidak pernah menafikan perbedaan itu, tetapi ia menuntun agar “yang lebih” membantu “yang kurang”, dan “yang kurang” berterima kasih kepada “yang lebih.” Allah memilih Nabi terakhir dari bangsa Arab, yang pada gilirannya menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa agama dan bahasa pemersatu umat Islam, sematamata karena bangsa dan bahasa Arab memang memiliki kelayakan untuk mewakili semua bangsa dan bahasa umat manusia di mata-Nya. Oleh karena itu, pemilihan tersebut tidak dapat dinilai dengan sebuah kemuliaan, karena kemuliaan di sisi Allah SWT hanyalah ketakwaan.
Selanjutnya, sesuai dengan uraian di atas, dipahami bahwa Islam bukan hanya sekadar agama yang sarat dengan ritual. Namun, Islam membawa misi peradaban, dan menjadi guru bagi kemanusiaan. Oleh karena itulah, Islam memerlukan bahasa pemersatu bagi umatnya. Tidak ada pilihan lain untuk melakukan peran itu, kecuali dengan berbahasa Arab. Adapun alasan-alasannya akan diuraikan sebagaimana berikut.
Pertama, karena ia telah menjadi bahasa pilihan Allah. Kedua, sejarah telah membuktikan bangsa-bangsa ‘ajam di luar Jazirah Arabiyah bersatu dengan bangsa Arab. Mereka meninggalkan bahasanya, dan menggantinya clengan bahasa Arab.
Jika umat Islam dewasa ini, ingin meraih kembali kejayaan, maka salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah memiliki “bahasa pemersatu”, yaitu bahasa Arab. Setiap diri kita, sebagai bagian dari umat ini, mempunyai kewajiban memberi kontribusi padah kejayaan umat. Maka, kita pun harus menguasai bahasa Arab.
3. Bahasa Arab sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan dan Peradaban
Image masyarakat tcntang bahasa Arab bahwa ia terbatas hanya sebagai bahasa ilmu agama adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Oleh karena itu, melalui materi ini, akan ditemukan kenyataannya tidaklah demikian. Bahasa Arab pernah mencakup semua disiplin ilmu. Saksi sejarah membuktikan bahwa Bagdad, Damaskus, Kairo, Andalusia, dan pusat peradaban Islam lainnya pada zaman keemasan Islam pernah menjadi pusat-pusat ilmu pengetahuan. Kotakota itu telah “melahirkan” Ibnu Sina sebagai dokter pertama, al-Hawarizm sebagai ahli kimia, al-Farabi sebagai peletak note-note balok dalam ilmu musik, dan masih ban yak lagi yang tidak dapat disebut nama mereka satu per satu dalam materi ini. Sampai saat ini, karya-karya mereka masih tetap digunakan sebagai referensi utama dalam disiplin ilmu mereka masing-masing.
Hal yang lain yang tidak boleh dinafikan, adalah ketika umat Islam mengalami zaman keemasan. Eropa yang dewasa ini sebagai “panglima” teknologi pada masa itu masih dalam zaman kegelapan, sehingga merekalah yang belajar ilmu pengetahuan dari orang-orang Islam, khususnya di Andalusia.
Akibatnya, muncul pertanyaan. Mengapa umat Islam yang berbahasa Arab tidak lagi memimpin ilmu pengetahuan seperti dahulu kala? Penyebabnya banyak. Jawabannya akan ditemukan, jika kita mempelajari sejarah dan menghubungkannya dengan sunnatullah (hukum-hukum sosial) yang terkait dengan kemajuan dan kemunduran sebuah umat. Adapun materi ini tidak dibuat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertanyaan berikutnya, adalah apakah masih ada kemungkinan sejarah akan berbalik, umat Islam dengan bahasa Arabnya memimpin kembali ilmu pengetahuan dan peradaban? Mengapa tidak? Tidak ada yang mustahil. “Hari-hari” itu dipergilirkan oleh Allah kepada bangsa, atau umat yang siap menerimanya. Oleh karenanya, agar “hari-hari” itu dapat diraih kembali oleh umat Islam, mereka harus menjalankan sunnatullah yang menjadi penyebab suatu umat mendapatkan kemenangan.
Apakah bahasa Arab memiliki peran dalam hal ini? Jawabanya adalah va. Pertama, karena sumber ilmu pengetahuan, yaitu AI-Qur’an dan hadits menggunakan bahasa Arab. Kedua, karena bahasa Arab adalah bahasa pemersatu umat Islam, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Ketiga, karena bahasa Arab adalah bahasa terkaya dari semua bahasa. Keempat, karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling ban yak digunakan oleh penduduk bumi, seiring dengan bertambahnya jumlah umat Islam.
Oleh karena itu, sebagai aktifis dakwah, kita harus menjadi „lokomotif“ terdepan untuk menarik „gerbong-gerbong“ umat menuju kejayaan. Termasuk di dalamnya, memenuhi salah satu syaratnya, yaitu menguasai bahasa Arab. Semoga dengan mempelajari bahasa Arab, cita-cita kemenangan, dan kebahagiaan di dunia-akhirat dapat diraih.
Post a Comment Blogger Facebook