Padahal, ketidaktegasan itulah yang membuat penganiayaan TKI terus berulang. Ketidaktegasan itu sendiri bisa menjadi isyarat adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia yang menghendaki bisnis jual beli TKI tetap aman terkendali.
Kebijakan Malaysia
Malaysia adalah pengimpor TKI terbesar. Setidaknya, 85 persen buruh migran di Malaysia adalah TKI. Angka ini menunjukkan bahwa ketergantungan Malaysia pada TKI sangatlah tinggi. Meski demikian, dari sudut pandang keselamatan manusia, Malaysia sudah tidak layak menjadi negara tujuan TKI.
Kebijakan Malaysia untuk buruh migran secara eksplisit melegalkan perbudakan. Bagi buruh migran yang bekerja sebagai PRT, misalnya, Malaysia menerapkan kebijakan yang membuat majikan bisa berganti-ganti PRT, tetapi PRT tidak punya hak untuk berganti majikan. Visa dan permit kerja PRT melekat pada satu majikan dan Malaysia memberikan wewenang kepada majikan menahan paspor PRT agar mereka tidak lari.
Ketika PRT mengalami penganiayaan, aturan yang diterapkan Malaysia menghambat mereka melaporkan kasusnya sebab pelaporan bisa berdampak deportasi. Kalaupun PRT berhasil melaporkan kasusnya, ada aturan lain yang menghambat mereka memperoleh keadilan.
Kalau kita simak isi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, 93 persen pasal bicara soal bisnis penempatan TKI. Hanya 7 persen pasal yang bicara tentang perlindungan TKI.
Undang-undang juga menciptakan konflik antara Kemennakertrans dan BNP2TKI yang kian memperlemah perlindungan TKI. Bisa dipahami, ketika 513 TKI meninggal di Malaysia pada tahun 2008, Presiden tidak tahu.
Kini perlindungan TKI semakin buruk. Serikat Buruh Migran Indonesia mencatat, dalam dua tahun terakhir kasus penganiayaan TKI meningkat 39 persen, kasus kekerasan seksual meningkat 33 persen, kasus kecelakaan kerja meningkat 61 persen, dan kasus TKI sakit meningkat 107 persen.
Persekongkolan
Ironis bahwa saat TKI didorong memperbesar devisa, mengumpulkan uang receh negara tetangga dengan risiko kehilangan nyawa, para pejabat justru memperbesar korupsi dan DPR sibuk membangun gedung mewah dengan spa, fitness center, dan kolam renang demi kesenangan sendiri.
Di mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk dalam perlindungan warganya di luar negeri. Sekadar perbandingan, ketika buruh migran Filipina dideportasi dari Malaysia tahun 2002 dan seorang di antaranya dilecehkan secara seksual, Presiden Filipina datang ke Malaysia, menjemput mereka, dan mempersoalkan pelecehan yang menimpa warganya. Tindakan tegas itu memaksa Mahathir meminta maaf secara publik kepada pemerintah dan bangsa Filipina.
Malaysia akan terus bertindak sewenang-wenang kepada TKI karena di hadapan Malaysia, Pemerintah Indonesia sudah kehilangan harga diri. Harga diri itu sendiri lokusnya pertama-tama bukan pada sikap atau tindakan bangsa lain, melainkan pada sikap para pemimpin terhadap anak-anak bangsanya sendiri. Kalau pemimpin tidak menganggap satu nyawa warga berharga bagi bangsa, bagaimana mungkin bangsa lain menghargai kita.
Bisa dipahami kalau kemudian ada sekelompok warga Indonesia melakukan aksi melempar kotoran ke kantor Kedutaan Besar Malaysia. Sebab, melempar kotoran di kantor pemerintah dan DPR tiada guna lagi. Bagi mereka, devisa dan gedung mewah lebih berarti daripada harga diri.
Akhir kata, sikap lunak Presiden SBY terhadap Malaysia di tengah memburuknya perlindungan TKI mengisyaratkan adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia agar sistem jual beli TKI tetap aman terkendali.
Post a Comment Blogger Facebook
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.