
Tibalah pada satu momen yang sungguh mengejutkan, manakala tiba-tiba pembawa acara mengumumkan mata acara selanjutnya berupa tari-tarian erotis. Memang tidak bisa dibilang tari striptease karena sama sekali tidak telanjang bulat. Tapi untuk zaman itu, tari setengah telanjang sungguh “ajaib”, terlebih bagi mata bangsa Indonesia. Jangan-jangan, Bung Karno juga baru pertama kali itu menyaksikan tari-tarian erotis setengah telanjang.


Siapa sangka kejadian intermezo itu menjadi alat pukul bagi Bung Karno ketika hubungannya dengan Amerika memanas. Pers Amerika Serikat menjadikan Bung Karno sebagai bulan-bulanan. Bahkan suatu hari Bung Karno menerima kiriman majalah remaja terbitan Amerika Serikat. Gilanya… pada cover majalah ditampilkan gadis setengah telanjang, yang tak lain dan tak bukan adalah seorang penari striptease, disandingkan dengan foto Bung Karno yang berseragam militer lengkap.
Sungguh sebuah pencitraan buruk yang keterlaluan. Karena dua foto itu jelas dua foto yang berbeda, ditangkap oleh kamera yang berbeda, dan terjadi pada dua peristiwa yang berbeda. Potongan kedua foto dan menyandingkannya menjadi satu, sungguh sebuah perbuatan diskredit yang keji yang dilakukan pers Amerika terhadap Bung Karno. Ada kesan yang hendak ditampilkan, bahwa Bung Karno berdiri berhadapan dengan penari striptease dalam satu frame. Bisa juga diartikan, seorang penari telanjang sedang mencopoti pakaiannya di hadapan Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno.
Pers selalu saja menjadi alat yang efektif untuk membentuk opini publik. Termasuk dalam mencitrakan Bung Karno sebagai presiden berselera rendah, termasuk satu di antaranya gemar nonton striptease. Ini sungguh tidak benar. Terlebih bahwa kedua foto itu diambil dalam dua peristiwa berbeda. Dan kisah Bung Karno menyaksikan tari-tarian erotis di Kedutaan Besar Indonesia di Washington pun, tidak serendah yang digambarkan pers Amerika tadi.
Bung Karno tentu meradang dengan sikap permusuhan yang ditunjukkan pers Amerika (atas arahan pemerintahnya). Sehingga dalam banyak kesempatan, momen seperti itu bukannya disembunyikan oleh Bung Karno, melainkan malah diangkat ke permukaan. Dan ia pun berstatemen, “Apakah aku harus mencintai Amerika, kalau ia melakukan perbuatan seperti itu terhadap diriku?”
Subscribe to wisben.com on blogger by Email
waduh gila bener tuh
ReplyDeleteYa Presiden kita kan laki-laki, kuat lagi...
ReplyDeleteBegitulah pers yang dekat dengan pemerintah. kalo sdh begitu dekat, prinsip-prinsip cover both sides tidak lagi jadi pegangan.
ReplyDeletePada masa-masa itu Pers menjelma seperti serdadu yang haus perang. Tetapi tidak semua pers berperilaku seperti itu...
wow ternyata presiden pertama kita memang gila wanita
ReplyDelete