"Saya pikir itu penting (tampil di Piala Dunia) bagi rakyat Bosnia, ini bukan sekadar permainan,' kata Edin Dzeko, striker Bosnia yang juga pemain klub Premier League Manchester City kepada The National, Selasa 10 Juni 2014.
Bosnia lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah setelah menang 1-0 atas Lithuania pada Oktober lalu.
Meskipun mimpi bermain sepakbola untuk mengesankan dunia selalu datang ke benak para pemain Bosnia. Namun bencana banjir bulan lalu yang menewaskan 20 orang dan melukai ribuan lainnya tetap menjadi pikiran bagi pemain Bosnia.
Hujan terus-menerus selama tiga hari pada tiga bulan yang lalu di Bosnia telah mengakibatkan banjir yang menjadi terburuk dalam sejarah sejak 120 tahun yang lalu.
Sebelumnya, pada 1992, Bosnia jatuh ke dalam perang saudara yang menyebabkan 200.000 orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi.
Di bulan-bulan terakhir perang, pasukan Serbia berhasil menguasai kota Srebrenica, membunuh sekitar 8.000 pria muslim dan anak laki-laki. Itu menjadi salah satu tempat pembantaian paling mengerikan dalam sejarah modern.
Perang itu telah merusak infrastruktur negara dan memangkas produk domestik bruto (PDB) Bosnia sebesar 75 persen.
Sejarah perang dan bencana banjir itulah yang membuat pemain Bosnia merasa bertanggung jawab saat berjuang di Brasil nanti. Bagi mereka, itu lebih dari sekadar sepakbola. "Ini adalah sesuatu serius. Begitu banyak orang telah kehilangan nyawa mereka, kehilangan rumah mereka," kata Dzeko.
"Mereka mencoba untuk membangun sesuatu untuk diri mereka sendiri dan untuk anak-anak mereka selama 20 tahun terakhir dan mereka telah kehilangan itu," tambah pemain muslim itu.
Untuk mengenang perang yang menghancurkan negaranya, Dzeko berdiri sebagai tokoh pemersatu yang mampu mengatasi masa kecil yang mengerikan di bawah perang untuk menjadi salah satu pesepakbola ternama.
"Dzeko adalah salah satu anak-anak saya rekrut untuk bermain di turnamen yang diselenggarakan di gym sekolah selama perang," kenang Hajro Bojadzic, pelatih Dzeko muda.
"Kami berjalan beberapa kilometer, pergi dari rumah ke tempat lain dengan memakai pelindung untuk menghindari penembak jitu. Itu adalah waktu sangat sulit dan berbahaya. Meskipun dalam keadaan lapar, mereka selalu bermain dengan wajah penuh senyum,' tambah Bojadzic.
Ibunya juga teringat hari-hari ketika Eden muda bermain sepakbola mempertaruhkan nyawanya di bawah sorotan penembak jitu dan bom. "Setiap kali Edin keluar, aku merasa takut," kata ibu Dzeko, Belma.
"Aku tahu itu gila, tapi aku tidak bisa melarang dia untuk bermain. Dia hanyalah seorang anak kecil. Ada satu waktu ketika ia memohon untuk pergi keluar, tapi aku punya perasaan aneh dan mengatakan tidak. Beberapa menit kemudian, sebuah bom menghantam taman bermain. Banyak anak-anak meninggal hari itu".
Tim Bosnia juga memiliki aspek yang unik, menjadi tim diaspora.
Post a Comment Blogger Facebook