Gunung Ijen adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 2.443 mdpl dan telah 4 kali meletus. Untuk mendaki ke gunung ini, kita bisa melalui Bondowoso ataupun Banyuwangi.
Kebetulan aing memutuskan ke Ijen melalui Banyuwangi menggunakan transportasi Kereta Mutiara Siang, beli tiket PP 200rb di kelas bisnis. Plan aing kesana tgl. 13 pagi berangkat ke banyuwangi, lalu tgl. 14 mei malam kembali lagi ke Surabaya, kebetulan vmasih tugas di Surabaya boi.
Pkl. 07.30 aing langsung cus ke stasiun Gubeng, karena kereta ke Banyuwangi akan berangkat pukul 09, sampe di Gubeng pukul 08.30, ga lama duduk, kereta langsung dateng. Kelas bisnis sekarang okelah boi, nyaman kok, AC dingin, bersih, dan yang paling penting tersedia 3 colokan listrik..hehee...buat cas HP sekalian powerbank boi. Tepat banget sesuai dengan yang tertera di tiket kalo sampe di banyuwangi stasiun KarangAsem pkl.15.22, ane turun di kereta disambut dengan rintik2 hujan. Emang udah rada mendung sih selama di perjalanan, ga heran ketika aing turun gerimis lgsng menyambut.
Ketika aing turun, tukang2 ojek langsung merapat menghampiri, "ojek mas, ojek mas, mau ke Ijen ya". Ane tanya salah satu tukang ojek disana, "Pak bisa antar saya ke Pos Paltuding? Saya mau ndaki Ijen pak". "Aduh maaf mas, kalau jam segini, saya ga berani mas, statusnya masih waspada, trus udah menjelang malam gini jalanan berkabut". 6 tukang ojek aing tanyain dan jawaban mereka pun sama. Akhirnya ojek terakhir menawarkan diantar ke penginapan sekitar stasiun atau mau diantar ke pabrik penyimpanan belerang untuk izin menginap semalam. Oke aing putuskan untuk menginap di Pabrik belerang. Dengan ongkos 25rb untuk ojek, kira2 25 menit aing sampai di pabrik belerang dengan kondisi celana basah, karena hujan deras, jas ujannya ga cukup untuk meng-cover full celana aing :'(
Tiba di pabrik aing langsung ngobrol dengan pak Rasyid dan menjelaskan maksud kedatangan aing dsana. Dengan ramah Pak Rasyid langsung menyetujui rencana aing untuk menginap semalam disana dengan catatan aing menerima tidur di kursi yang seadanya saja. Gak jadi masalah buat aing , tidur di lantai pun jadi, secara aing udh bawa sleeping bag..heheee..
Selesai ngobrol2 dengan pak Rasyid, aing izin solat magrib di masjid dekat pabrik, sekalian beli makan malam. Disana, tepatnya di desa Licin sepi sekali boi, ga ada tukang makanan berkeliaran, yang ada hanya warung kelontong dan warung bakso, jadilah aing beli bakso untuk makan malam. Semangkok cuma 5rb, baksonya dikasih cuma satu biji tapi yg ukuran jumbo enak sih boi baksonya. Selesai makan bakso aing langsung kembali ke pabrik berharap ada backpacker yang menginap juga disana, ternyata tidak ada satupun orang disana kecuali 2 orang pengganti pak Rasyid. 2 orang ini kebagian jaga malam, orangnya juga ramah dan sudah berumur serta memiliki cucu. Sleeping bag aing gelar di kursi kayu panjang, lalu dengan cepat aing pejamkan mata, menunggu pagi untuk menumpang truk pengangkut para penambang belerang ke Pos 1 Paltuding.
Jam menunjukkan pukul 5 pagi, aing bangun dan langsung solat subuh. Jam 7 beberapa penambang sudah mulai menampakkan dirinya untuk menuju Paltuding. Ane pun langsung bergegas menuju truk, keliatannya bakalan penuh, karena jumlah penambang yang lumayan banyak, belum ditambah ibu2 yang berjualan di Paltuding membawa barang dagangan mereka.
Di truk ada satu orang yang bertugas mengkoordinir ongkos truknya, ternyata para penambang juga kena ongkos, aing liat mereka membayar seribu saja, sementara aing yg dsebut mereka sebagai "tamu" wajib membayar 5rb, murah lah dibanding aing harus naik ojek dari stasiun ke Paltuding dengan biaya 150rb-200rb, tapi yaa kalau naik ke Ijen pagi hari aboi ga bakalan bisa liat fenomena BlueFire, karena fenomena tsb bisa dilihat kalau matahari belum terbit. 1,5 jam kira2 lama perjalanan aing ke Pos Paltuding, udara yang dingin membuat saya sedikit pusing, mungkin karena perpindahan suhu yang ekstrim. Sesampainya di Paltuding, aing langsung ke pos penjagaan, buat izin masuk ke kawasan ijen, cukup membayar 2rb (tiket masuk) + 3rb (kamera).
Ane langsung ke warung nasi buat beli sarapan. Nasgor plus teh manis hangat dihargai 12rb. Setelah kenyang, saya langsung beranjak menuju Kawah Ijen. Diluar dugaan lagi, selama pendakian saya hanya seorang diri boi, sesekali bertemu turis yang baru turun (sepertinya mereka naik malam hari untuk melihat bluefire) dan para penambang yang membawa belerang. Berdasarkan informasi yang saya dapat, trek pendakian ke ijen itu 2km trek yang lumayan terjal dan 1,5km trek yang landai. Ternyata memang benar, 2km saya lewati dengan susah payah, bahkan saya sampai 4x istirahat. Sesekali saya bertemu dengan para penambang, yang baru naik maupun yang sudah turun.
Beberapa penambang yg berpapasan dengan saya, saya beri 2 batang rokok, atau saya beli belerang yg sudah menjadi bentuk2 yang unik seperti kura2, kepiting, dll. Harganya juga sudah murah sekali, haya 2rb saja, jadi mohon ga usah ditawar lagi ya boi, kasihan... Belerang yg mereka bawa pun sangat berat boi, 60-70 kg sekali angkut dari atas ke bawah, mereka hanya mampu mengangkut 2x saja.
Belum perjalanan ke kawahnya dengan trek yang terjal, lalu menambang belerang di bibir kawah yg menurut aing sangat berbahaya, sangat rentan dengan asap beracun boi. Rata2 dari penambang ini menurut aing umurnya di atas 45 tahun, sudah tua2 sekali, walaupun beberapa ada yg masih muda.
Intinya saran aing , jika aboi mau berkunjung ke kawah ijen, siapkanlah recehan 2rb atau 5ribuan, atau aboi siapkan 2-3 bungkus rokok untuk aboi bagikan bbrp batang ke penambang yg berpapasan dengan aboi. Turis2 pun melakukan hal yang sama, tp terkadang dari mereka ada yg memberikan permen atau coklat.
Tanjakan yang terjal berhasil aing lewati, aing sampai di Pondok Bunder 2214 mdpl. Disini lebih banyk lagi penambang yg beristirahat sambil minum teh atau kopi, bahkan aboi bs memesan mie rebus.
Tapi saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, karena aing takut turun hujan. Bau2 belerang mulai tercium, asap yg mengepul mulai terlihat, tak henti2nya aing ucapkan rasa syukur karena hampir sampai di kawah ijen.
Baru kali ini perjalanan aing diselimuti rasa takut dan was2, karena mendaki gunung sendirian, kiri kanan hanya ada pepohonan dan jurang dengan kabut yang tebal. ALhamdulillah 2 jam pendakian aing terbayarkan dengan melihat kawah yg Subhanallah indahnya, tidak dapat melihat bluefire, cukuplah melihat hijau toska kawah ijen yg begitu indah.
Sambil mengambil foto disana, saya berkenalan dengan wartawan majalah Nova bersama rekannya yang kebetulan juga baru sampai kawah. Wartawan itu bernama Gandhi dan Udin rekannya. Ternyata wartawan itu mempunyai tugas mencari bahan di Kawah Ijen dan Baluran, setelah dari Ijen, mereka menuju Baluran. Mereka menawarkan aing untuk bergabung menuju Taman Nasional Baluran, karena jadwal kereta mereka ke Surabaya masih pukul 22.16. WOw Amazing !!! ternyata jadwal kereta yang sama dengan yang saya beli. Rezeki tidak kemana yah, tidak berniat ke Baluran, tapi diajak ke Baluran. Jadi aing tidak perlu menumpang truk lagi, karena mereka membawa mobil rental sendiri.
Perjalanan turun dari kawah ijen tidak terlalu berat, karena sambil mengobrol, perjalanan terasa begitu cepat. 1 Jam lebih sedikit kami sampai di Pos Paltuding dan langsung mnuju Taman Nasional Baluran.
Dari Banyuwangi kami mengarah ke Situbondo, kira2 perjalanan 1,5 jam kami sampai di Taman Nasional Baluran. Sampai di pos jaga, aing ga beli tiket masuk, karena aing disangka wartawan Nova juga yg bertugas meliput Baluran...hehee..rejeki lagi. Menurut aing sangat tidak disarankan jika aboi menuju Baluran tanpa kendaraan, minimal Motor. Karena dari Pos jaga saja, aboi harus melewati jalan yg aspalnya sudah rusak dan di kiri kanan aboi adalah semak belukar, jgn kaget kalo aboi bertemu dengan Macan Kumbang disana, dimakan hamsyong deh. Makanya membawa mobil sangat disarankan di Baluran. Perjalanan dari Pos Utama itu jaraknya 9 km lebih, baru aboi akan melihat padang savana yang begittuuuuu luas dan hijau. Sesekali mobil berhenti agar kami bisa mengambil gambar, kadang2 turun dari mobil jika dirasa aman.
Kami bertemu dengan segerobolan monyet, rusa, banteng, burung cendrawasih dan elang Jawa. Padang Savana yang luas mengingatkan aing kalau sedang menonton TV channel kesayangan aing , NatGeo. Sayangnya gak bertemu Macan atau singa disini. Jam 5 sore kami memutuskan untuk kembali ke Banyuwangi, cari makan lalu kembali ke stasiun Karangasem untuk menuju ke Surabaya.
“For my part, I travel not to go anywhere, but to go. I travel for travel’s sake. The great affair is to move.” –
Robert Louis Stevenson