Apa itu Islam moderat? Orang sering salah persepsi tentang Islam moderat (baca: Muslim Moderat). Ada kesan orang yang selalu berkostum menyerupai model Timur-Tengah seperti jilbab, cadar, gamis, memelihara jenggot dan jambang, menggunakan potongan celana di atas mata kaki, dan atribut ketimur-tengaan lainnya, dianggap bukan muslim moderat.
Mereka dikonotasikan dengan muslim garis keras. Apalagi kalau mereka selalu hidup bergerombol atau berjamaah dan sering meneriakkan yel-yel jihad.
Islam moderat dianalogikan dengan sosok figur yang berkostum nasional, cukup menggunakan selendang atau kerudung yang menutupi sebagian kepala, batik, atau baju koko standar. Pola ibadah biasa-biasa, tidak rutin menjalankan seluruh ibadah-ibadah sunnat yang tidak penting (gair mu’akkad).
Pikiran mereka nasionalis, tidak pernah ikut-ikutan berbicara tentang isu sensitif seperti ideologi Islam, Perda-perda syari’ah, dan atribut-atribut ke-Islaman lainnya. Mereka juga yang sering ikut-ikutan mencela konsep jihad, dan membatasi seolah-olah Islam hanya sebagai agama individu yang sangat personal. Seolah-olah Islam tidak pantas diajak berbicara Asumsi yang demikian itu tidak benar.
Moderat tidaknya seorang muslim tidak diukur semata-mata dalam penampilan fisik. Moderat tidaknya seorang muslim lebih banyak ditentukan oleh pikiran dan sikap seseorang terhadap agamanya. Jika pemahaman seseorang terhadap ajaran Islam mendalam dan holistik maka dengan sendirinya mereka akan bersikap moderat.
Islam sendiri sesuai namanya secara harfiah berarti moderat, jalan tengah, tunduk dengan kritis, dan pasrah dengan dalil-dalil ajaran. Islam tidak disebut salam yang cukup hanya memelihara nilai-nilai luhur (values) tetapi juga berisi norma ajaran (values).
Islam juga tidak disebut istislam (bentuk khumasi) yang mengisyaratkan kesempurnaan ketaatan, karena bagaimanapun manusia tetap manusia, bukan malaikat yang bebas dari kekhilafan dan kekurangan.
Islam moderat tidak identik dengan Islam liberal, yaitu mereka menoleransi segala segi kehidupan modern tanpa pernah mengupayakan sikap kritis. Bukan juga mereka yang identik dengan “setengah muslim”, yang hanya mau menjalankan sebagian ajaran Islam dan meninggalkan ajaran lainnya.
Bukan juga mereka yang menjaga jarak dengan muslim garis keras sambil mengamankan diri dengan KTP sebagai muslim dan menjalankan kesalehan secara individual. Bukan juga jika mereka memegang tampuk kekuasaan pemerintahan mengeliminir kebijakan fro-Islam dan mengedepankan kebijakan-kebijakan pluralisme dan tidak mempermasalahkan kebijakan sinkretisme. Bukan juga mereka yang termasuk Islam phobi, yang takut terkontaminasi dengan symbol-simbol Islam.
Sebaliknya banyak sekali yang masuk dalam kategori garis keras bahkan teroris tetapi tidak menggunakan atribut dan identitas fisik keislaman. Ada yang rambutnya gondrong, hobinya lagu-lagu metal, dan dalam laptopnya ditemukan gambar-gambar tidak pantas ditonton seorang muslim tetapi terlibat dalam sindikat teroris.
Yang paling penting sesungguhnya ialah pikiran dan pemahaman moderat, bukan atributnya yang harus moderat. Kita bisa menjadi the best muslim tanpa harus menjadi the Arab people. Yang paling ideal sesungguhnya ialah menjadi the best muslim dan the ideal Indonesian.
Oleh: Nasaruddin Umar
Islam sendiri sesuai namanya secara harfiah berarti moderat, jalan tengah, tunduk dengan kritis, dan pasrah dengan dalil-dalil ajaran. Islam tidak disebut salam yang cukup hanya memelihara nilai-nilai luhur (values) tetapi juga berisi norma ajaran (values).
Islam juga tidak disebut istislam (bentuk khumasi) yang mengisyaratkan kesempurnaan ketaatan, karena bagaimanapun manusia tetap manusia, bukan malaikat yang bebas dari kekhilafan dan kekurangan.
Islam ialah islam (bentuk ruba’i) yang menegaskan kejalan-tengahan (moderate system). Ini sesuai dengan penegasan nabi: Khairul umuri ausathuha (sebaik-baik urusan ialah menempuh jalan tengah).
Islam moderat tidak identik dengan Islam liberal, yaitu mereka menoleransi segala segi kehidupan modern tanpa pernah mengupayakan sikap kritis. Bukan juga mereka yang identik dengan “setengah muslim”, yang hanya mau menjalankan sebagian ajaran Islam dan meninggalkan ajaran lainnya.
Bukan juga mereka yang menjaga jarak dengan muslim garis keras sambil mengamankan diri dengan KTP sebagai muslim dan menjalankan kesalehan secara individual. Bukan juga jika mereka memegang tampuk kekuasaan pemerintahan mengeliminir kebijakan fro-Islam dan mengedepankan kebijakan-kebijakan pluralisme dan tidak mempermasalahkan kebijakan sinkretisme. Bukan juga mereka yang termasuk Islam phobi, yang takut terkontaminasi dengan symbol-simbol Islam.
Menjadi muslim moderat tidak mesti harus menjauhi atau anti atribut Islam atau pro terhadap jargon-jargon sekuler. Banyak sekali orang-orang yang menggunakan identitas ”Islam” tetapi lebih moderat daripada orang-orang yang mengaku moderat.
Sebaliknya banyak sekali yang masuk dalam kategori garis keras bahkan teroris tetapi tidak menggunakan atribut dan identitas fisik keislaman. Ada yang rambutnya gondrong, hobinya lagu-lagu metal, dan dalam laptopnya ditemukan gambar-gambar tidak pantas ditonton seorang muslim tetapi terlibat dalam sindikat teroris.
Yang paling penting sesungguhnya ialah pikiran dan pemahaman moderat, bukan atributnya yang harus moderat. Kita bisa menjadi the best muslim tanpa harus menjadi the Arab people. Yang paling ideal sesungguhnya ialah menjadi the best muslim dan the ideal Indonesian.
Oleh: Nasaruddin Umar
Post a Comment Blogger Facebook