Kalau Anda menyandang gelar doktor, apalagi dari luar negeri seperti Australia, maka ketika melamar pekerjaan di Indonesia, pastilah banyak yang akan menerima Anda bekerja. Benarkah?
ABC Bagus Nugroho di markas Badan Antariksa Jepang (Jaxa), Juli 2014.
Dalam pengalaman awal Bagus Nugroho, mahasiswa Phd Universitas Melbourne, tidaklah demikian.
Bagus yang menekuni Ilmu Aerodinamika tersebut akan selesai dalam waktu dua bulan mendatang dan karenanya sudah mulai berusaha mencari pekerjaan di Indonesia.
"Saya mengajukan lamaran ke dua perusahaan di Indonesia, satu perusahaan konsultan dan satu lagi yang bergerak di bidang engineering," kata Bagus Nugroho kepada wartawan ABC International L Sastra Wijaya.
"Namun, dalam kurang dari dua minggu, saya sudah mendapat surat jawaban penolakan bahwa saya tidak sesuai dengan apa yang mereka cari," tambah Bagus.
Menurut dia, jenis pekerjaan yang diminatinya bukanlah merupakan pekerjaan yang "luar biasa". Bagus merasa heran bahwa kedua perusahaan tersebut tidak berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut latar-belakang pendidikannya, sebelum kemudian mengambil keputusan.
"Jadi saya mendapat jawaban standar penolakan biasa dari bagian personalia," tambahnya.
Walau ini masih dalam tahap awal usahanya mencari kerja, Bagus Nugroho merasa heran karena sebenarnya dia mendapat tawaran bekerja di beberapa negara, termasuk Australia, Inggris, dan Singapura.
Bagus juga baru kembali dari Jepang setelah dia mengikuti program magang di Badan Antariksa Jepang (Jaxa) yang sedang berusaha membuat sebuah wahana yang bisa mendarat di Planet Mars. Bagus merupakan salah satu dari tiga mahasiswa dari seluruh dunia yang terpilih untuk program tersebut.
"Saya mendapatkan rekomendasi dari profesor saya untuk sebuah pekerjaan di Australia di bidang pertahanan, yang sesuai dengan bidang yang saya tekuni. Namun, persyaratannya adalah saya harus menjadi warga negara Australia," kata Bagus lagi.
Dua perusahaan lagi di Inggris dan Singapura juga sedang mempertimbangkan lamaran yang diajukannya.
Mirip dengan Bagus Nugroho, Alex Senaputra, mahasiswa Indonesia yang baru saja menyelesaikan pendidikan doktornya di Universitas Curtin di Perth juga menceritakan keadaan yang hampir sama. Alex menyelesaikan studinya di bidang pengolahan mineral dan sekarang bekerja di Connecticut, Amerika Serikat.
"Saya pernah berhubungan dengan sebuah perusahaan BUMN di Indonesia, tetapi lamaran saya tidak mendapat tanggapan dari bidang personalia mereka. Saya mendapatkan pekerjaan di Amerika Serikat ini karena ditawari, bukan saya yang mengajukan lamaran," kata Alex.
Menurut Alex yang dulunya menamatkan pendidikan S-1 di ITB tersebut, sering kali perusahaan di Indonesia beranggapan bahwa para doktor baru lulusan luar negeri ini tidak memiliki pengalaman di bidang operasional dan hanya kuat di bidang riset.
"Di perusahaan di Indonesia, tampaknya level-level strategis diisi orang-orang yang berpengalaman dan riset tidak termasuk kriteria berpengalaman," tambah Alex.
"Sebenarnya yang kita butuhkan adalah kesempatan dan kadang kesempatan itu datangnya tidak seperti garis lurus. Kalau di Indonesia bisa seperti mengurai benang kusut. Sekarang tergantung kemauan pribadi yang berbeda-beda untuk mengurai benang kusut tersebut," kata Alex lagi.
"Beberapa orang yang tidak tahan dengan keadaan ini, memilih kemudian bekerja di luar negeri ketika mendapat tawaran. Saya sendiri masih berharap akan bisa kerja di Indonesia karena saya masih berusaha ikut mengurai benang kusut tersebut," demikian Alex Senaputra.
sayang sekali jika orang2 pintar seperti mereka tidak diberi kesempatan mengabdi di negara sendiri, ini nih yang bikin miris
ReplyDeleteSekolah tinggi2 ya gak usah takut musti balik ke indonesia...kalo emang bener pinter ya bisa bikin duit lah... :-)
Delete