Gunung Aseupan di belakang |
Hari Jumat tanggal 29 Maret 2013 itu benar-benar edun-suredun. Mengapa gowes Jumat? Ya, tanggal itu memang merah di kalender, jadi kami bisa gowes seharian dan hari Sabtu-Minggunya bisa untuk acara keluarga masing-masing. Mengapa edun-suredun? Karena kalau sebelumnya kami sudah menyusuri kaki Gunung Karang di Pandeglang juga dan Gunung Rajabasa di Lampung , kini kami berencana gowes menyusuri Gunung Aseupan di Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang. Tampaknya ini sesuatu yang harus di-WOW-kan karena akan sangat menarik dan menantang, sampai-sampai peserta pun membludak sampai 7 orang. Selain saya, ada Om Mars, Om Didit, Om Roni dan juniornya, Aldi, Vito, dan penunjuk jalan kami seperti biasa, Om Yopieastroz. Masih mendinglah dibandingkan perjalanan ke Tanjung Lesung lalu yang hanya diperkuat 4 goweser. Walaupun sebetulnya kami berprinsip "gak ada lu gak rame", tapi seperti kata kakek-kakek rocker dari Inggris, Queen, the show must go on!
Gunung Aseupan (1.174m dpl) adalah salah satu gunung yang paling rendah dibanding dua saudaranya yaitu Gunung Karang (1.778m dpl) dan Gunung Pulosari (1.346m dpl). Ketiganya berada di Kabupaten Pandeglang, Banten. Disebut Gunung Aseupan mungkin karena gunung ini memiliki puncak yang mengerucut berbentuk seperti aseupan yang dalam bahasa Sunda berarti kukusan berbentuk kerucut terbuat dari anyaman bambu untuk menanak nasi.
Gunung Aseupan di belakang (full team) |
Start seperti biasa di KPP Pratama Serang yang kian sepi peminat 15 menit menjelang pukul 8. Jalur yang dilalui seperti biasa juga melewati Jalan Bongla yang penuh dengan polisi tidur, Jalan Palka yang hancur lebur di banyak titik di Pabuaran dan menanjak terus-menerus walau tidak curam sampai ke Pasar Ciomas. Ah, jalur yang paling membosankan yang sering kami lalui! Saking banyak dan panjangnya tanjakan, sepanjang jalan Om Mars sampai 'berhalusinasi' menyanyikan sepotong lagunya Harry Mukti, "...pasti akan berakhir.....pasti akan berlalu....." hehehe.
Saya kira rombongan depan akan mengeteh manis di warung soto Jogja di Jalan Palka sekitar 14km dari start, ternyata tidak. Bahkan, ketika rombongan belakang tiba di sana, rombongan depan terus gowes lagi. Kata Om Mars rombongan depan gowes 'kesetanan.'
Gunung Karang di belakang |
Gunung Pulosari di belakang |
Tiba di Mandalawangi, kami sholat Jumat di sebuah masjid yang lumayan bagus dari luar. Tapi sayang, seperti pengalaman kami sewaktu naik ke Kp. Kaduela di kaki Gunung Karang, tempat wudlu di masjid-masjid berbentuk kolam berukuran beberapa meter kubik yang juga dijadikan kolam renang buat mandi, sikat gigi, dan bersampo warga sekitar. Ya, di kolam yang sama! Yang belum terbiasa dijamin ragu-ragu deh kumur-kumur di situ
Aldi bin roni di depan Gunung Karang, ready to rock n' roll |
Om Mars menuju Vila Cidahu |
Sehabis sholat, kami maksi di warung langganan kami di pasar Mandalawangi. Yaah......, pete bakarnya sudah habis. Untunglah, ikan mas bakarnya masih tersedia, jadi makan tetap maknyus.
Setelah kenyang, kami lanjutkan gowes dan mengambil jalur makadam menyusuri kaki Gunung Aseupan, keluar-masuk kampung sampai nantinya masuk ke jalan raya lagi di Jalan Palka, Padarincang. Om Yopie menyebut makadam sebagai Mac Adam. Emang dia siapanya Mac Arthur, Om? Atau dia yang membangun jalan hancur ini?
Tanjakan selanjutnya lebih banyak bila dibandingkan Serang-Ciomas-Mandalawangi yang sudah kami lalui. Hadeuh, pantas saja pegel-pegel semua. Dan parahnya, lapisan jalannya sebagian besar adalah bebatuan. Makin beratlah menggowes! Tapi, pemandangan 3 gunung membiru dengan kami di tengah-tengahnya di sekitar pesawahan bertingkat-tingkat menghijau, dan jalanan berkelok-kelok sangat luar biasa. Sungguh indah ciptaan Tuhan semesta alam. Subhanallah! Sementara, pancuran air memancar tiada henti di pinggir-pinggir jalan yang kami lalui langsung dari sumbernya di Gunung Aseupan bisa digunakan secara gratis oleh masyarakat untuk keperluan pengairan sawah, MCK, bahkan mencuci motor! Warna hijau dimana-mana. Sampai-sampai dengan jersi SXC2 hijau yang kami kenakan, saya merasa seperti bunglon, menyesuaikan diri dengan warna sekitar.
Om Roni menuju Vila Cidahu |
Lebih memuaskan lagi, ternyata setelah menyusuri tepi sungai, KAMI MUNCUL DI SEBELAH BARAT VILA CIDAHU! Atau dari arah sebelah kiri vila. Langsung saja beberapa goweser diabadikan ketika menanjak menuju vila dengan latar belakang sungai dan gunung di belakangnya.
Jalur yang kami lewati ini ternyata sudah diwacanakan oleh Kang Ola sebelumnya untuk kami eksplorasi tapi dari arah vila ke barat (dibalik). Nanti kang Ola berangkat sajalah, saya sih gak mau ikut, sudah tahu. Apalagi, jalannya nanjak dan berlapis batu-batu, capek, hehehe...... Apalagi kalau jalannya basah sehabis hujan, bisa dipastikan gak bisa digowes.
Sekitar pukul 16 setelah rehat sebentar di muka vila, kami lanjutkan perjalanan gowes menuju Pasar Padarincang yang hanya sekitar 2km saja untuk kemudian dilanjutkan ke Serang. Karena keterbatasan waktu dan semangat yang mulai loyo, kami evakuasi beberapa goweser kecuali Vito dan Om Yopieastroz yang konsisten gowes sampai Serang lagi. Bravo!
Om Yopieastroz di Vila Cidahu |
Vito Putra Petir di Vila Cidahu |
Catatan jarak Vito menunjukkan 90km lebih. Sementara, GPS saya yang hanya sampai Pasar Padarincang menunjukkan data total jarak tempuh 52,52km dengan total waktu tempuh termasuk sholat jumat, maksi, dan rehat-rehat selama 9jam:51menit:54detik atau selama 9,87jam. Maka, kecepatan rata-rata saya hanya 5,32km/jam alias selambat kura-kura. Tapi, kalori yang dibakar lumayan banyak yaitu 7.137Kcal.
SXC2
Serang XC Community
www.sepedaan.com
Dapatkan Wisbenbae versi Android,GRATIS di SINI !
Follow @wisbenbae