Jakarta - Pengidap gangguan jiwa atau orang gila kerap menjadi korban penganiayaan akibat maraknya isu penculikan anak yang disebarkan lewat media sosial. Mereka dikira penculik anak lalu dihajar, bahkan hingga meninggal dunia. Lantas, siapa penyebar kabar hoax itu?
Berdasarkan informasi yang dirangkum Wisbenbae, pada Selasa (21/3/2017), kabar tentang pengidap gangguan kejiwaan menjadi modus penyamaran pelaku penculikan anak ini mulai merebak di Jawa Barat pada 8 Maret 2017. Pesan itu tersebar dalam bentuk selebaran lengkap dengan logo Polda Jabar dan Binmas Polda Jabar, yang kemudian menjadi viral di media sosial.
Namun isu tersebut ditepis Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus. Yusri menegaskan kabar tersebut bohong belaka. "Nggak benar, itu hoax. Masyarakat jangan resah. Saya tegaskan selebaran tersebut hoax. Polda Jabar tidak pernah mengeluarkan selebaran seperti itu. Kita kan punya Bhabinkamtibmas yang sosialisasi ke masyarakat," kata Yusri saat dihubungi Wisbenbae pada Selasa, 7 Maret lalu.
Kabar itu menyebar luas hingga ke sejumlah daerah. Ada juga kabar yang menyatakan si tukang culik anak berpura-pura sebagai orang gila dan membawa dua kantong plastik serta sudah mendatangi tempat mengaji anak-anak di wilayah Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.
Lagi-lagi kabar viral penculikan anak ini juga dibantah. "Sampai saat ini pihak Polresta Sidoarjo belum mendapatkan laporan dari Polsekta jajaran tentang berita penculikan anak. Menurut kami, berita tersebut adalah bohong," kata AKP Teguh Setiawan, Wakasat Reskrim Polresta Sidoarjo.
Meski kabar hoax itu telah dibantah, masyarakat masih resah dan gelisah. Para orang tua dan warga menjadi lebih protektif ketika melihat orang asing mendekati anak-anak, baik di sekolah maupun di tempat umum.
Yang terbaru, seorang wanita nyaris menjadi bulan-bulanan warga setempat di Tanah Tinggi, Benteng, Kota Tangerang, Banten, pada Minggu, 19 Maret 2017. Wanita yang belakangan diketahui bernama Ira asal Serang, Banten, ini kemudian dikerumuni warga karena dikira hendak menculik anak. "Itu orang stres. Katanya dia mau nyari adiknya di Tanah Tinggi. Karena stres, dia lupa posisinya di mana. Karena musim hoax, orang lihat dia dikira mau nyulik anak-anak, kemudian diamankan pak RT dan ada yang menghubungi polisi," kata Kapolsek Tangerang Kompol Ewo Samono.
Beruntung, Ira tidak dianiaya warga, seperti kasus penganiayaan yang dialami sejumlah orang gila di beberapa daerah, seperti Depok, Banten, Cirebon, Cilegon, Banjarnegara, Madura, dan Surabaya. Bahkan aksi main hakim sendiri terhadap orang gila ini telah memakan korban jiwa.
Seperti yang terjadi di Cilegon. Seorang pria yang berpakaian compang-camping dan tengah berjalan di Kracak, Ciwandan, tiba-tiba dihakimi massa setelah maraknya berita hoax tentang penculikan anak. Peristiwa yang dialami pria itu terjadi pada Sabtu, 18 Maret 2017, sekitar pukul 21.30 WIB. Pria nahas itu dihajar hingga meninggal dunia.
"Saksi Rahmatulloh melihat orang itu sedang lewat di daerah Randakali. Kalau tidak salah sekitar pukul 20.00 WIB. Dia melintas, mungkin ya orang-orang menganggap orang itu penculik," kata Panit I Reskrim Polsek Ciwandan Iptu Sudibyo Wardoyo.
Polisi menduga pria itu gelandangan atau orang gila. "Kita temukan barang bukti di dalam tasnya itu ada korek 5 sama ikat kepala sama topi rimba, topi caping. Ini kalau dilihat barangnya, ini orang gelandangan, dilihat dari segi barang-barang yang diamankan," ujar Sudibyo.
Hingga kini penyebar kabar hoax tersebut belum diketahui. Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan pihaknya akan mengusut penyebar pesan berantai yang mengatakan ada modus baru penculikan anak, yaitu berpura-pura menjadi orang gila.
"Itu pasti ya. Mereka-mereka yang menyebar info itu akan kami usut," kata Martinus.
Martinus mengimbau masyarakat bijak menggunakan media sosial. "Aksi main hakim sendiri tidak dibenarkan secara hukum, apalagi dilakukan terhadap seseorang yang sama sekali tidak bersalah. Terhadap para pelaku main hakim dengan melakukan perbuatan melawan hukum, maka akan dapat dikenakan sanksi hukum pidana," ujar dia.
Apabila melihat orang gila, polisi meminta warga melapor kepada aparat. "Terhadap warga negara Indonesia yang mengalami gangguan kejiwaan, hendaknya kita tidak membiarkannya berkeliaran," imbau Martinus.
Post a Comment Blogger Facebook