Sepekan terakhir, warga ibu kota direpotkan dengan banjir yang melanda Jakarta. Sungai yang meluap menyebabkan harta benda mereka tenggelam dan hilang. Bukan hanya kerugian materil, banjir juga merenggut nyawa 9 orang.
Kemalangan tidak berhenti sampai situ, puluhan ribu juga dipaksa untuk mengungsi. Parahnya lagi, kebanyakan dari mereka tinggal di tempat pengungsian yang tidak layak. Mulai dari kolong jembatan sampai pinggir jalan dan beratapkan tenda bocor.
Dalam keadaan duka seperti ini, sebagian warga yang tak mengalami dampak langsung banjir malah berbuat onar. Mereka kesempatan mencari keuntungan sebesar-besarnya dari musibah ini.
Kemalangan tidak berhenti sampai situ, puluhan ribu juga dipaksa untuk mengungsi. Parahnya lagi, kebanyakan dari mereka tinggal di tempat pengungsian yang tidak layak. Mulai dari kolong jembatan sampai pinggir jalan dan beratapkan tenda bocor.
Dalam keadaan duka seperti ini, sebagian warga yang tak mengalami dampak langsung banjir malah berbuat onar. Mereka kesempatan mencari keuntungan sebesar-besarnya dari musibah ini.
Berikut kisah-kisah orang yang tega cari keuntungan di tengah kesengsaraan korban banjir:
1. Sopir angkot
Banjir yang melanda Jakarta membuat sebagian orang menggantungkan hidupnya pada ke angkutan umum untuk beraktivitas. Bahkan mereka yang memiliki kendaraan pribadi memilih meninggalkannya di rumah.
Sadar keberadaan mereka dibutuhkan, sopir-sopir lantas memanfaatkan keadaan. Mereka seenaknya menaikkan tarif angkot, seperti yang terjadi di Daan Mogot.
"Tadi naik Kopaja 88, ongkosnya dinaikin jadi Rp 10.000. Katanya bus mau masuk jalan tol," ujar Nina (33), salah seorang warga Cengkareng, Senin (20/1).
Akhirnya, karyawan Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu terpaksa membayar tarif yang naik melebihi 100 persen tersebut.
"Habis mau gimana lagi, angkutan yang lewat PN ya cuma itu," keluh Nina.
Namun niat Nina untuk mencapai kantor harus diurungkan. Sebabnya, Kopaja 88 jurusan Kalideres-Slipi memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan.
"Sampai di Jembatan Baru, Kopaja milih muter. Udah gitu, duit enggak dikembaliin lagi," gerutu Nina.
2. Tukang ojek
Bukan hanya angkot, tukang ojek pun turut mengambil kesempatan di tengah banjir. Mereka sesuka hati menentukan tarif bahkan setinggi mungkin.
Sebagai contoh dari Cengkareng ke Slipi, ojek mematok tarif Rp 100 ribu. Padahal jaraknya hanya sekitar 5 kilometer.
"Tadi pas mau naik ojek, abangnya minta Rp 100 ribu, ya udah saya milih balik ke rumah aja," ujar warga Sumur Bor, Cengkareng.
3. Pedagang makanan
Bagi banyak orang, banjir tentunya menyisakan trauma, kesulitan dan penderitaan. Lain halnya dengan pedagang kaki lima yang satu ini.
Bagi Indah, bencana banjir seolah menjadi lahan berkah tersendiri. Meski harus berpindah lokasi dagang dari tempat semula, wanita yang sehari-hari dagang pempek ini mengaku banjir membuatnya penghasilan bertambah dari biasanya.
"Pendapatan, Alhamdulillah sehari kemarin Rp 150 ribu. Lebih banyak yang beli di sini dari yang ngungsi sampai yang nonton juga beli. Memang lagi kejar uang untuk kontrakan," kata Indah kepada aing sambil tersenyum di Kampung Melayu Besar, Jakarta, Kamis (17/1).
4. Tukang gerobak
Gerobak menjadi salah satu angkutan penyeberangan alternatif di tengah banjir. Meski sedikit repot karena harus dimodifikasi lebih tinggi, keberadaan gerobak sangat dirasakan manfaatnya tak hanya untuk mengangkut manusia juga motor.
Untuk sekali penyeberangan, penumpang dikenakan tarif Rp 10 ribu sampai Rp 30 ribu. Jika mengangkut motor, maka harga yang dibebankan dua kali lipatnya.
"Jika tukang gerobak ini dianggap mengganggu, mereka akan ditindak," ujar kata Kapolrestro Jakarta Barat Kombespol Fadil Imran saat meninjau posko banjir di Kedoya, Jakarta Barat, Selasa (21/1).
Untuk sekali penyeberangan, penumpang dikenakan tarif Rp 10 ribu sampai Rp 30 ribu. Jika mengangkut motor, maka harga yang dibebankan dua kali lipatnya.
"Jika tukang gerobak ini dianggap mengganggu, mereka akan ditindak," ujar kata Kapolrestro Jakarta Barat Kombespol Fadil Imran saat meninjau posko banjir di Kedoya, Jakarta Barat, Selasa (21/1).