Wali kota Surabaya, Tri Rismaharani saat melakukan sidak terkait kelayakan fasilitas perkantoran dan kedisiplinan kerja pegawai di lingkungan sekitar perkantoran pemerintahan Kota Surabaya, Jawa Timur (31/12). TEMPO berkesempatan mengikuti aktivitas wali kota peraih nominasi wali kota terbaik dunia dari The City Mayors Foundation di tahun 2012. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Wali kota Surabaya, Tri Rismaharani berangkat ke kantor pukul 06.30 dan baru pulang pada pukul 01.00 atau pukul 02.00. Ia tidak pernah mengeluh dalam bekerja karena masih ada warganya yang lebih sengsara daripada dirinya. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Wali kota Surabaya, Tri Rismaharani memantau pekerjaan perbaikan jalan di perkantoran pemerintahan Kota Surabaya, Jawa Timur (31/12). Risma yang terkenal dengan penampilan sederhanya mengaku tidak pernah menggunakan make-up dan sepatu high heels dalam kesehariannya. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Walikota Surabaya, Tri Rismaharani berfoto bersama sejumlah wisatawan yang berkunjung ke Balai Kota Surabaya, Jawa Timur (31/12). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Wali kota Surabaya, Tri Rismaharani memberikan keterangan kepada wartawan terkait kebijakan yang dikeluarkan di tahun 2013 di ruang kerjanya di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur (31/12). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Wali kota Surabaya, Tri Rismaharani (kanan) bernyanyi saat acara Refleksi akhir tahun bersama pegawai Pemerintahan Kota Surabaya di aula Balaikota Surabaya, Jawa Timur (31/12). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Alasan Risma Ogah Pakai Make-Up dan High Heels
"Coba deh bayangin, kerjaanku ini banyak di lapangan. Masak aku harus pake make-up dan high heels? Lagian kalau aku dandan kayak gitu, perasaanku ini sudah mati. Sementara masih banyak orang yang tidak bisa makan," ujar Risma, seperti dikutip rubrik Sehari Bersama di Koran Tempo edisi Ahad, 19 Januari 2014.
Dengan dandanan "seadanya", Risma tak canggung ketika turun lapangan. Misalnya, menjelang pergantian tahun lalu, Risma bergabung bersama anak-anak yatim-piatu dan peserta nikah massal. Risma naik panggung menyerahkan tali kasih secara simbolis kepada anak-anak yatim-piatu, buku nikah kepada para mempelai, dan penghargaan sosial.
Di tengah-tengah sambutannya, Risma memperkenalkan anak didiknya yang mengalami keterbelakangan mental. Kedua anak itu berlari kecil menuju panggung. Tiba di panggung, mereka langsung memeluk Risma.
"Ayo, Bu, goyang oplosan," kata Yanti, salah satu anak itu. Gemuruh tawa dari para hadirin pun pecah. Meski sedang memberi sambutan, Risma tetap melayani ocehan anak "temuannya" itu. Siti dan Yanti "nama kedua anak itu" berdiri di samping Risma sambil menirukan gaya goyang oplosan, dan Risma terlihat tak merasa terganggu. Dia memang sangat mencintai anak kecil. Lelahnya hilang seketika saat bercengkerama dengan bocah kecil.
Wali Kota Risma Suka Bicara dengan Pohon
Wali Kota Tri Rismaharini dikenal sangat menyukai taman dan bunga. Hal itu pulalah yang menyebabkan Surabaya mendapat julukan Kota Sejuta Taman. Di Surabaya, hampir tak ada tanah kosong yang tak dimanfaatkan menjadi taman kota.
Koran Tempo edisi Ahad, 19 Januari 2014, memotret keseharian Risma--panggilan Tri Rismaharini--dalam rubrik Sehari Bersama. Risma selalu memulai hari sejak pukul 04.00 WIB dan sudah sampai kantor sebelum 06.30. Bila agendanya kosong selama di kantor, Risma menanam bunga, pohon, atau memperbaiki kondisi internal gedung ataupun jalanan Kota Surabaya.
Uniknya, Risma selalu mengajak bicara tanaman dan pohon ketika menanam. Begitu pula saat memotong pohon, dia mengajari anak buahnya untuk selalu minta izin dan minta maaf kepada pohon yang akan ditebang.
Pernah, suatu ketika, ada tanaman yang tidak dapat tumbuh di daerah timur Surabaya. Padahal tanah, pupuk, ataupun pengairannya cukup bagus. Selama beberapa minggu, tak ada perkembangan pada tanaman itu. Dinas Pertanian dan Pertamanan dibuat bingung. Akhirnya, Risma turun langsung melihat tanaman tersebut.
"Saya ajak ngomong tanaman itu. Kamu kenapa kok enggak mau tumbuh, padahal kan sudah kita rawat dengan baik," katanya. Selang beberapa hari, tanaman itu langsung berbunga. Dia meyakini seluruh ciptaan Tuhan mempunyai roh. "Makanya, saya ajarkan kepada anak-anak untuk permisi dengan alam," ujar alumnus arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Koran Tempo edisi Ahad, 19 Januari 2014, memotret keseharian Risma--panggilan Tri Rismaharini--dalam rubrik Sehari Bersama. Risma selalu memulai hari sejak pukul 04.00 WIB dan sudah sampai kantor sebelum 06.30. Bila agendanya kosong selama di kantor, Risma menanam bunga, pohon, atau memperbaiki kondisi internal gedung ataupun jalanan Kota Surabaya.
Uniknya, Risma selalu mengajak bicara tanaman dan pohon ketika menanam. Begitu pula saat memotong pohon, dia mengajari anak buahnya untuk selalu minta izin dan minta maaf kepada pohon yang akan ditebang.
Pernah, suatu ketika, ada tanaman yang tidak dapat tumbuh di daerah timur Surabaya. Padahal tanah, pupuk, ataupun pengairannya cukup bagus. Selama beberapa minggu, tak ada perkembangan pada tanaman itu. Dinas Pertanian dan Pertamanan dibuat bingung. Akhirnya, Risma turun langsung melihat tanaman tersebut.
"Saya ajak ngomong tanaman itu. Kamu kenapa kok enggak mau tumbuh, padahal kan sudah kita rawat dengan baik," katanya. Selang beberapa hari, tanaman itu langsung berbunga. Dia meyakini seluruh ciptaan Tuhan mempunyai roh. "Makanya, saya ajarkan kepada anak-anak untuk permisi dengan alam," ujar alumnus arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Tak Pakai Garuda, Risma Pernah Ditegur Paspampres
Sebagai pejabat negara, Risma jarang sekali memakai lambang negara burung garuda yang biasa disematkan di dada kanan. Akibat kebiasaan itu, dia pernah dihadang saat hendak masuk ke Istana Negara di Jakarta.
Ketika melewati koridor khusus menuju tempat yang ditentukan, ia ditegur anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres). "Jangan lewat situ, Bu," kata petugas yang tidak mengetahui bahwa orang yang ditegurnya itu adalah Wali Kota Surabaya. "Saya diundang ke sini, Pak. Tadi diarahkan lewat sini, Pak," kata Risma.
"Jalan ini khusus untuk gubernur, wali kota, dan bupati yang menerima penghargaan," jawab petugas itu. Beruntung, ada petugas lain yang mengenalnya. Walhasil, Risma boleh melewati koridor khusus.
Ketika melewati koridor khusus menuju tempat yang ditentukan, ia ditegur anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres). "Jangan lewat situ, Bu," kata petugas yang tidak mengetahui bahwa orang yang ditegurnya itu adalah Wali Kota Surabaya. "Saya diundang ke sini, Pak. Tadi diarahkan lewat sini, Pak," kata Risma.
"Jalan ini khusus untuk gubernur, wali kota, dan bupati yang menerima penghargaan," jawab petugas itu. Beruntung, ada petugas lain yang mengenalnya. Walhasil, Risma boleh melewati koridor khusus.
sumber: TEMPO