Seoul, Ibu Kota Korea Selatan yang metropolis itu, ternyata tak luput dari sentuhan hidayah Islam. Dari waktu ke waktu, sentuhan napas Islam itu kian terasa dan kian nyata.
Menilik sejarahnya, Perang Korea (Juni 1950-Juli 1953) membawa berkah tersendiri bagi kebangkitan Islam di Negeri Ginseng.
Saat itu, gara-gara perang, negeri ini luluh lantak dan menyeret warganya pada keputusasaan. Di tengah suasana yang menyengsarakan ini, Islam hadir laksana oase yang memberikan kesejukan dan keikhlasan untuk berserah diri kepada Tuhan, seperti lilin kecil di tengah gulita.
Sejatinya, Islam telah ada di Semenanjung Korea jauh sebelum Perang Korea pecah. Sejarah mencatat, Islam masuk ke Korea Selatan pada abad ke-7 lewat kafilah dagang yang menuju Cina lalu menjalin hubungan dengan Kerajaan Shilla, salah satu dari tiga negara besar di Korea pada masa lalu.
Hubungan itu terus terjalin dan sebagian pedagang Muslim itu tertarik untuk menetap di sana. Maka, tak heran jika pada periode Koryo (918-1392) terdapat komunitas Muslim di Korea Selatan dalam jumlah cukup besar di Kaesong, ibukota negara masa itu. Komunitas Muslim juga terdapat di Itaewon, Seoul, yang terus berkembang menjadi kota besar hingga sekarang.
Nah, Islam kembali mendapat momentum emas untuk tumbuh di Korea Selatan tatkala Perang Korea pecah. Seperti disebutkan dalam anneahira.com, dalam perang itu, Turki mengirimkan sekitar 15 ribu tentara untuk bergabung dalam pasukan multinasional yang dikomandoi PBB.
Tentara Turki yang beragama Islam itu pun menjadi perintis perkembangan Islam di Korea Selatan. Selain membantu perang pada pihak Korea Selatan, personel pasukan Turki tersebut terlibat aktif dalam kegiatan kemanusiaan, membantu korban perang, membantu mengurus sekolah-sekolah, dan sekaligus mengajarkan Islam kepada masyarakat. Maka, mulailah satu per satu warga Korea menyambut dakwah tersebut.
Dalam tempo cepat, populasi Muslim di Korea Selatan bertambah, menyusul dibentuknya Persatuan Orang Islam Korea Selatan pada 1955. Saat itu, masjid pertama di Korea Selatan mulai dibangun. Itulah Masjid Sentral Seoul yang berdiri di Distrik Itaewon. Selanjutnya, masjid memegang peranan sangat penting dalam proses dakwah.
Selain menjadi tempat ibadah, tempat bertemu, dan silaturahim, masjid juga menjadi pusat informasi bagi masyarakat Korea yang ingin mempelajari Islam. Masjid tersebut menyediakan bahan bacaan dan rekaman ceramah yang diberikan gratis kepada siapa saja yang berminat. Tak hanya di Seoul, saat ini telah banyak masjid berdiri di kota-kota besar Korea, seperti di Gwangju, Busan, dan Daegu.
Khusus di Seoul, geliat dakwah Islam bisa dilihat dari derap kegiatan yang dilakukan Korea Muslim Federation (KMF), sebuah lembaga dakwah Islam yang telah berdiri sejak 1967.
Berpusat di Hannamdong Yongsangu, Seoul, KMF menggulirkan beragam aktivitas dakwah, di antaranya menerjemahkan dan mempublikasikan literatur-literatur Islam.
Seperti ditulis Mozammel Haque dalam islamicmonitor. blogspot.com, KMF juga menghelat seminar dan konferensi Islam bagi warga non-Muslim, membuka kursus bahasa Arab secara gratis, dan membuka kelas madrasah pada Ahad bagi anak-anak Muslim. KMF pun menggelar pelatihan kepemimpinan bagi calon pemimpin Muslim serta mengirim siswa untuk belajar ke institut Islam di negara-negara Islam.
Berpusat di Hannamdong Yongsangu, Seoul, KMF menggulirkan beragam aktivitas dakwah, di antaranya menerjemahkan dan mempublikasikan literatur-literatur Islam.
Seperti ditulis Mozammel Haque dalam islamicmonitor. blogspot.com, KMF juga menghelat seminar dan konferensi Islam bagi warga non-Muslim, membuka kursus bahasa Arab secara gratis, dan membuka kelas madrasah pada Ahad bagi anak-anak Muslim. KMF pun menggelar pelatihan kepemimpinan bagi calon pemimpin Muslim serta mengirim siswa untuk belajar ke institut Islam di negara-negara Islam.
KMF pun mendorong dibukanya cabang KMF di berbagai negara Islam yang menjadi tujuan bisnis warga Korea, yaitu Arab Saudi (di Jeddah), Kuwait, dan Indonesia. Selama ini, KMF memfokuskan aktivitas dakwahnya pada pendidikan dan penelitian Islam. Seminar dan kuliah tentang Islam secara rutin diadakan di ruang konferensi Masjid Sentral Seoul.
Aktivitas keakademisan ini mencapai puncaknya ketika diselenggarakan Seminar Islam Internasional di Seoul pada Agustus 1997. Berbarengan dengan seminar ini diresmikan juga Institut Kebudayaan Islam atau Korea Institute of Islamic Culture (KIIC).
Sebuah madrasah bernama Sultan Ibnu Abdul Haziz pun telah berdiri di Islamic Centre, Masjid Sentral Seoul. Madrasah berhasil didirikan pada Oktober 2001 berkat bantuan dana sebesar 300 ribu dolar AS dari Pangeran Kerajaan Arab Saudi, Sultan Ibnu Abdul Aziz.
Islamic Centre di Seoul ini menyelenggarakan pendidikan tentang Alquran, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Ada pula kelas khusus yang mempelajari semangat Islam dan hanya beranggotakan 15 siswa di tiap kelasnya. Nantinya, Islamic Centre ini diharapkan bisa berkembang menjadi Institut Pendidikan Islam.
Demikianlah, dakwah Islam di Seoul dan juga Korea Selatan tampaknya memiliki masa depan yang menjanjikan. Hal ini lantaran Korea Selatan menganut sistem kebebasan beragama dan diatur dalam konstitusi.
Masjid, ajang silaturahim
Di Seoul dan kota-kota lain di Korea Selatan, masjid menjadi tempat penting bagi komunitas Muslim untuk saling bertemu dan bersilaturahim. Sepuluh tahun silam, belum banyak masjid di negeri ini.
Namun sekarang, masjid-masjid sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar di Korea Selatan. Masjid terbesar adalah Masjid Sentral Seoul yang berlokasi di distrik Itaewon.
“Kami punya lebih dari 10 masjid di kota-kota besar, seperti Gwangju, Busan, dan Daegu. Masjid di sini bukan sekadar tempat shalat, tapi juga tempat berkumpul komunitas Muslim, terutama usai shalat Jumat. Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain,” kata Haseeb Ahmad Khan, pengusaha asal Pakistan yang sudah 10 tahun tinggal di Korea Selatan.
“Contohnya, jika ada jamaah yang sakit, mereka bersama-sama datang menjenguk ke rumah sakit. Atau, jika ada yang butuh pertolongan, mereka akan mencari cara untuk bisa memberikan bantuan,” sambung Haseeb seperti dikutip indonesia.faithfreedom. org.
Masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga lokal yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.
Masjid Sentral Seoul juga melaksanakan dengan baik semua fungsi itu. Asal tahu saja, ini adalah masjid pertama dan satu-satunya di Seoul, sekaligus menjadi masjid terbesar di Negeri Ginseng. Karena letaknya di Distrik Itaewon, masjid ini sering juga disebut Masjid Itaewon Seoul.
Selama ini, Pemerintah Korea Selatan selalu memberikan perhatian besar kepada Masjid Sentral Seoul. Setiap kali ada isu terkait umat Islam, pemerintah setempat langsung menempatkan aparat keamanan di areal masjid untuk memproteksi masjid dan umat iIslam yang beribadah di sana. Masjid ini memang beberapa kali mendapatkan teror.
Masjid Sentral Seoul menjadi magnet utama kaum Muslimin di kota ini. Bagi Muslim asal Indonesia, masjid ini menjadi rumah untuk bersilaturahim dengan sesama Muslim Indonesia karena begitu banyaknya warga Indonesia yang beribadah di masjid ini, selain jamaah dari Timur Tengah dan orang Korea sendiri.
Hal lain yang menarik dari masjid ini adalah khutbah Jumat dibawakan dua kali, yakni menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Korea. Usai shalat Jumat, biasanya semua jamaah diberi bingkisan gratis berupa satu buah roti besar dan satu kotak susu segar.
Di Seoul dan kota-kota lain di Korea Selatan, masjid menjadi tempat penting bagi komunitas Muslim untuk saling bertemu dan bersilaturahim. Sepuluh tahun silam, belum banyak masjid di negeri ini.
Namun sekarang, masjid-masjid sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar di Korea Selatan. Masjid terbesar adalah Masjid Sentral Seoul yang berlokasi di distrik Itaewon.
“Kami punya lebih dari 10 masjid di kota-kota besar, seperti Gwangju, Busan, dan Daegu. Masjid di sini bukan sekadar tempat shalat, tapi juga tempat berkumpul komunitas Muslim, terutama usai shalat Jumat. Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain,” kata Haseeb Ahmad Khan, pengusaha asal Pakistan yang sudah 10 tahun tinggal di Korea Selatan.
“Contohnya, jika ada jamaah yang sakit, mereka bersama-sama datang menjenguk ke rumah sakit. Atau, jika ada yang butuh pertolongan, mereka akan mencari cara untuk bisa memberikan bantuan,” sambung Haseeb seperti dikutip indonesia.faithfreedom. org.
Masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga lokal yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.
Masjid Sentral Seoul juga melaksanakan dengan baik semua fungsi itu. Asal tahu saja, ini adalah masjid pertama dan satu-satunya di Seoul, sekaligus menjadi masjid terbesar di Negeri Ginseng. Karena letaknya di Distrik Itaewon, masjid ini sering juga disebut Masjid Itaewon Seoul.
Selama ini, Pemerintah Korea Selatan selalu memberikan perhatian besar kepada Masjid Sentral Seoul. Setiap kali ada isu terkait umat Islam, pemerintah setempat langsung menempatkan aparat keamanan di areal masjid untuk memproteksi masjid dan umat iIslam yang beribadah di sana. Masjid ini memang beberapa kali mendapatkan teror.
Masjid Sentral Seoul menjadi magnet utama kaum Muslimin di kota ini. Bagi Muslim asal Indonesia, masjid ini menjadi rumah untuk bersilaturahim dengan sesama Muslim Indonesia karena begitu banyaknya warga Indonesia yang beribadah di masjid ini, selain jamaah dari Timur Tengah dan orang Korea sendiri.
Hal lain yang menarik dari masjid ini adalah khutbah Jumat dibawakan dua kali, yakni menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Korea. Usai shalat Jumat, biasanya semua jamaah diberi bingkisan gratis berupa satu buah roti besar dan satu kotak susu segar.
Itu sebabnya, seusai shalat Jumat, banyak jamaah yang tidak langsung meninggalkan masjid. Mereka istirahat sejenak di masjid sambil menikmati bingkisan tadi dan berbincang- bincang dengan sesama jamaah. Momen inilah yang dimanfaatkan para jamaah untuk bersilaturahim dengan saudara-saudara seiman.
Populasi Muslim terus meningkat
Hari demi hari, tahun demi tahun, jumlah populasi Muslim di Negeri Ginseng terus bertambah. Data mutakhir menyebutkan, jumlah populasi Muslim di Korea Selatan mencapai 145 ribu-160 ribu orang.
Dari jumlah tersebut, diperkirakan 50 ribu di antaranya adalah penduduk asli Korea. Sedangkan, sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah.
Jumlah orang Islam di Korea Selatan tersebut mungkin terbilang kecil, hanya sekitar 0,4 persen, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Korea Selatan yang mencapai 47 juta berdasarkan sensus 2005. Namun, untuk rentang dakwah yang baru dimulai pada 50-an, jumlah ini sungguh fantastis.
Mayoritas penduduk Korea Selatan menganut agama Buddha. Populasinya mencapai 40 persen dari total penduduk. Kristen Protestan menempati urutan kedua, sekitar 30 persen. Agama ini disebarkan oleh para penginjil asal Amerika Serikat.
Kemudian disusul agama Katolik di posisi ketiga, sekitar 20 persen. Di luar itu, ada kelompok-kelompok kecil penganut Konghucu, aliran Won, Jeungsan, Daegong, dan lain-lain yang tidak mencapai satu persen.
Sementara itu, data lain dari Korea Muslim Federation (KMF) menyebutkan, jumlah Muslim di Korea Selatan sekarang ini mencapai 120 ribu-130 ribu, terdiri dari Muslim Korea asli dan para warga negara asing.
Hari demi hari, tahun demi tahun, jumlah populasi Muslim di Negeri Ginseng terus bertambah. Data mutakhir menyebutkan, jumlah populasi Muslim di Korea Selatan mencapai 145 ribu-160 ribu orang.
Dari jumlah tersebut, diperkirakan 50 ribu di antaranya adalah penduduk asli Korea. Sedangkan, sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah.
Jumlah orang Islam di Korea Selatan tersebut mungkin terbilang kecil, hanya sekitar 0,4 persen, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Korea Selatan yang mencapai 47 juta berdasarkan sensus 2005. Namun, untuk rentang dakwah yang baru dimulai pada 50-an, jumlah ini sungguh fantastis.
Mayoritas penduduk Korea Selatan menganut agama Buddha. Populasinya mencapai 40 persen dari total penduduk. Kristen Protestan menempati urutan kedua, sekitar 30 persen. Agama ini disebarkan oleh para penginjil asal Amerika Serikat.
Kemudian disusul agama Katolik di posisi ketiga, sekitar 20 persen. Di luar itu, ada kelompok-kelompok kecil penganut Konghucu, aliran Won, Jeungsan, Daegong, dan lain-lain yang tidak mencapai satu persen.
Sementara itu, data lain dari Korea Muslim Federation (KMF) menyebutkan, jumlah Muslim di Korea Selatan sekarang ini mencapai 120 ribu-130 ribu, terdiri dari Muslim Korea asli dan para warga negara asing.
Jumlah orang Korea asli yang menganut agama Islam sekitar 45 ribu orang, selebihnya didominasi pekerja migran asal Pakistan dan Bangladesh.
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !