GuidePedia

 

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Imam Sahl bin Abdullah at-Tustari (w. 283 H) mengatakan,

ليس على النَّفس شيءٌ أشقُّ مِنَ الإخلاصِ ؛ لأنَّه ليس لها فيه نصيبٌ

“Tidak ada sesuatupun yang paling berat bagi nafsu manusia melebihi keikhlasan karena pada keikhlasan tidak ada bagian untuk nafsu”. (Jaami’ul ‘uluum wal hikam, hlm. 17)

Semakna dengan pernyataan di atas, keterangan Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri (w. ),

ما عالجت شيئاً أشد على من نيتي

“Tidaklah aku berusaha memperbaiki sesuatu dalam diriku yang lebih sulit bagiku dari pada memperbaiki niatku (supaya ikhlas)”. (Hilyah Thalibil Ilmi, Dr. Bakr Abu Zaid, hlm. 142).

Anda bisa perhatikan, betapa sulitnya bisa ikhlas. Para ulama besar yang demikian sempurna upaya mereka dalam beribadah, merasa sulit mengendalikan jiwanya untuk ikhlas.

Memahami hal ini, selayaknya kita mengaca diri. Siapakah kita dibandingkan mereka. Manusia kerdil yang tidak layak disandingkan namanya dengan para manusia langit itu. Untuk itu, jangan sampai kita merasa bahwa apapun iming-iming ibadah yang kita lakukan tidak akan mengganggu keikhlasan kita. Karena merasa telah ikhlas, adalah bukti tingkat ikhlasnya masih lemah.

Beramal Untuk Dunia

Termasuk penyimpangan niat yang banyak menimpa manusia dalam beribadah, dia menjadikan motivasi utama ibadahnya untuk mendapatkan rizki dunia. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa ini termasuk tindakan tercela, diantaranya,

Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16).

Allah juga berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa (balasan dunia) yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami inginkan, kemudian Kami jadikan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS al-Israa’: 18).

Kesimpulan dari dua ayat ini, bahwa orang yang menginginkan balasan duniawi dengan ibadah yang dia lakukan, Allah akan memberikan balasan duniawi yang dia inginkan, itupun dengan catatan, jika Allah menghendaki. Artinya, terkadang dia mendapatkan apa yang dia inginkan dan terkadang dia tidak mendapatkan balasan duniawi itu, karena Allah tidak menghendakinya.

Dari ayat di atas, kita juga mengambil kesimpulan bahwa ibadah yang dilakukan karena motivasi dunia, termasuk perbuatan syirik yang bisa merusak kesempurnaan tauhid, disamping perbuatan ini juga bisa menggugurkan amal ibadah yang dikerjakannya.

Bahkan perbuatan ini lebih buruk dari perbuatan riya’ (memperlihatkan amal shaleh untuk mendapatkan pujian dan sanjungan). Karena orang yang menginginkan dunia dengan ibadahnya, terkadang keinginannya itu menguasai niatnya dalam meyoritas ibadah yang dia lakukan. Ini berbeda dengan perbuatan riya’, karena riya’ biasanya hanya terjadi pada amal tertentu yang dilihat orang yang diharapkan pujiannya dan bukan pada mayoritas amal, itupun tidak terus-menerus. Meskipun demikian, orang yang yang beriman tentu harus mewaspadai semua keburukan tersebut.

Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)



Beli yuk ?

 
Top