GuidePedia

Setelah sempat ditahan oleh tentara Mesir, Munawar Makyanie akhirnya dilepaskan. Siapa sangka wartawan Antara itu dilepas karena nama besar seorang Bung Karno, presiden pertama Indonesia.


Ceritanya, ketika Munawar selama sekitar tiga jam meliput pagelaran tank tempur di Jalan Salah Salim, jalan utama yang menghubungkan Bandara Internasional dan pusat kota Kairo, pada Jumat (16/8) silam. Ia saat itu hendak salat Jumat di Masjid Al Azhar di Distrik Hussein dan sedianya akan meliput aksi unjuk rasa pendukung presiden terguling Mohamed Moursi di Bundaran Ramses, pusat kota Kairo.

Ketika melintas di Jalan Salah Salim, ada peristiwa menarik untuk diliput, dan Munawar pun mengambil gambar barisan tank tempur tersebut setelah minta izin kepada seorang tentara di sekitanya, dan dipersilakan. Baru beberapa kali menjepret, seorang tentara yang agak senior berteriak dari jauh, "Mamnu tashwir" (dilarang motret)," sambil berlari ke arah Munawar.

Dia juga sempat membentak tentara yang mengizinkan Munawar untuk memotret. Tanpa bertanya, dia langsung dengan paksa menarik tangan Munawar dan dimasukkan ke mobil patroli.

Padahal Munawar sudah berteriak-teriak. "Saya wartawan, saya wartawan," katanya. Tapi tentara berseragam loreng padang pasir itu tidak peduli teriakan tersebut, dan tetap saja menarik tangan wartawan Antara tersebut.

Di dalam mobil patroli militer, sudah ada empat warga asing berkulit putih, sepasang laki-wanita berkulit hitam, dan seorang pria berwajah Arab, terkena razia tentara. Munawar sempat bertanya kepada para warga asing itu, apakah mereka juga wartawan, namun seorang wanita bule yang duduk di sampingnya menjawab bahwa dia dan tiga temannya adalah turis, ditahan atas tuduhan melanggar jam malam (19.00-06.00).

Munawar kemudian bertanya lebih lanjut, mereka dari negara mana saja, seorang tentara pengawal tiba-tiba membentak, "Uskut!" (diam), dan semua mata para warga asing itu memandangnya.

Dengan spontan Munawar berteriak balik ke arah sang pengawal, "Saya wartawan Indonesia. Ini kartu pers saya," sambil memperlihatkan dua kartu pers yang bergantung di leher. Dua kartu pers tersebut, masing-masing adalah dari Press Center Kementerian Penerangan Mesir, dan satunya lagi kartu pers dari Istana Presiden Mesir.

Menanggapi teriakan Munawar, si tentara pengawal yang duduk di kursi mobil paling belakang dengan berpegang senjata siap tembak itu tidak mau tahu, dan tanpa bicara dia hanya memelototkan matanya. Sesaat kemudian, ia mengambil telepon genggam dari saku rompi untuk menghubungi Atase Pertahanan (Athan) KBRI Kairo.

Namun, di daftar telepon genggam ada dua nama Athan, Kolonel R. Teguh Isgunanto, dan Kolonel Ipung Purwadi. Untuk konfirmasi yang mana Athan aktif, Munawar segera menelepon Staf Athan, Mukhlis Kaspul Anwar. Saat itu dijawab bahwa Ipung adalah Athan baru, pengganti Athan Teguh yang sudah kembali ke Indonesia.

"Saya wartawan Antara, Munawar Makyanie, ditahan tentara di Jalan Salah Salim," katanya kepada Athan Ipung.

Dari seberang, terdengar sayup-sayup suara Ipung bertanya-tanya, "Ini siapa, ini siapa?". Sebelum Munawar menjawab pertanyaan Ipung, HP sudah dirampas, begitu pula kamera oleh tentara. "Waduh, celaka duabelas ini, fisik dan nyawa saya bisa hilang tanpa jejak," cerita Munawar.

Munawar menceritakan, saat itu suasana semakin menyeramkan karena menjelang mobil patroli tentara yang mengangkutnya dan warga asing itu hendak bergerak ke arah yang tidak diketahui. Wajahnya ditutup dengan kain hitam. Sekitar satu jam perjalanan, ia diturunkan di suatu tempat, dan secara terpisah di ruang berbeda, kami diinterogasi oleh petugas.

KBRI bergerak cepat ketika petugas secara paksa merampas HP saat menghubungi Athan Ipung. Munawar sempat mencoba melawan dan berteriak-teriak panik ke arah petugas, "Ini saya sedang berbicara dengan Duta Besar Republik Indonesia," ujarnya.

Namun, lagi-lagi tentara itu tak mau tahu, "Mafisy kalam, uskut!" (Tidak boleh ngomong, diam), bentaknya dengan mata melotot.

 
Ia semakin khawatir lantaran saat berbicara telepon dengan Athan Ipung, nomor HP belum tercatat di HP Athan. Sehingga Ipung tidak tahu siapa Munawar Makyanie.

Untungnya, Ipung bergerak cepat untuk melacak nomor telpon tersebut melalui berbagai pihak. Belakangan, Staf Athan, Iman Hilmanuddin, kepada Munawar menceritakan bahwa ia diketahui setelah Ipung menceritakan kepada dirinya.

Sebelumnya, Iman Hilmanuddin juga sempat bingung tentang siapa milik HP tersebut. Selanjutnya ia berusaha melacak lagi melalui Staf Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, Amir Syarifuddin. Dari situ diketahui bahwa itu adalah nomor HP wartawan Antara di Kairo.

Setelah mengetahui bahwa itu nomor HP Antara, Iman pun sengaja mengirim pesan singkat berbahasa Arab ke HP Antara atas nama Atase Partahanan, dengan harapan petugas dapat membaca dan memakluminya.

Pesan singkat berbahasa Arab itu isinya, "Apakah ini Munawar Makyanie, apa kabarnya? Saya adalah Atase Pertahanan KBRI Kairo.

Membaca SMS itu, Bung Karno seolah-olah hadir sebelum diinterogasi. Seorang petugas beruban,tampaknya pejabat senior, meminta identitas diri, dan Munawar pun menyerahkan semua dokumen identitas berupa paspor, kartu pers, STNK, SIM Mesir, dan kartu Cairo Sporting Club.

Saat membuka paspor Munawar, petugas tersebut spontan berucap, "Oh dari Indonesia ya, Soekarno, 'anaa uhibbu Soekarno' (saya cinta Soekarno)," sambil senyum takzim dan menunjukkan kedua jempol tangannya, dan dia pun keluar dari ruangan interogasi.

Lalu seorang pria berpakaian sipil berwajah angker mulai menginterogasi Munawar dengan beragam pertanyaan memojokkan. Di ruangan itu cukup sempit, hanya ada dua kursi berhadapan ditengahi sebuah meja kecil, dan sebuah lemari kusam di dekat jendela terbuka berpagar besi.

Di atas lemari dipenuhi sebundel kertas berdebu. Sesekali tampak dua ekor tikus menari-nari berkejaran di sela-sela tumpukan kertas di atas lemari. Di ruang sebelah, kerap terdengar suara bentakan keras oleh petugas berbahasa Arab.

Di tengah interogasi, tiba-tiba datang seorang petugas berbeda lagi, berpakaian rapi dengan senyum ramah, meminta Munawar untuk ke ruang tamu.

"Mohon maaf, ini hanya salah pengertian saja. Bapak Munawar Saman Makyanie boleh kembali ke rumah", kata pria berdasi itu sambil menyerahkan kembali telepon genggam, dan semua dokumen identitas, serta kamera, tapi memory card kamera sudah dicopot.

Munawar pun diantar kembali ke tempat semula ditahan, yaitu Jalan Salah Salim, dalam posisi mata dan wajah kembali ditutup dengan kain hitam. Selama perjalanan pulang dalam mobil patroli tersebut, Munawar dalma pikirannya terlintas anak-istri dan Toyota Corolla -- mobil sedan pribadi kesayangan yang diparkir di sisi Jalan Salah Salim, dengan kunci stang buatan Indonesia.

Ia khawatir lantaran banyak kerangka mobil rusak terbakar berserakan di pinggir jalan di mana-mana akibat bentrokan. Sesampai di Jalan Salah Salim, petugas membuka penutup kain hitam dari wajah dan turun dari mobil patroli. Setelah itu ia lega.

"Alhamdulillah mobil pribadi warna metalik itu masih utuh, menanti dengan anggunnya," katanya

Begitu masuk dalam mobil pribadi, istrinya menelpon dari Indonesia, "Papa, hati mama tidak tenang di rumah sakit, selalu ingat papa di depan pasien," kata istri, Widiawati Kurnia, yang sedang bertugas sebagai dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Sari Asih Sangeang, Tangerang.

Mendengar suara istri, ia langsung terharu. Matanya langsung meneteskan air mata. Ia sempat tidak bisa berkata apa-apa dan langsung mematikan teleponnya.

"Sesaat kemudian setelah panasin mobil sebentar, saya kirim pesan singkat BBM kepada istri, tanpa kata-kata, hanya berupa gambar setir mobil, pertanda sedang berkendara di jalan," katanya.

Ia mengaku, bisa sampai di rumah dengan selamat berkat "kehadiran" Bung Karno. Proklamator Kemerdekaan RI itu memang cukup disegani rakyat Mesir hingga sekarang yang dikenal sebagai sejawat paling akrab Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, pahlawan legendaris Arab. 

Beli yuk ?

 
Top