GuidePedia

0
Reog Ponorogo

Saat lebaran seperti ini, warga Gunungkidul merayakan hari lebaran untuk bersilaturahim dengan berbagai macam cara. Beberapa kegiatan yang saya lihat saat saya pulang dari Pantai Wediombo adalah warga merayakannya dengan mengadakan lomba seperti voli dan sepak bola. Tapi ada kegiatan yang lebih menarik perhatian saya saat lewat di Kecamatan Tepus. Saya melihat kerumunan warga dan juga mendengar suara gamelan khas seperti gamelan jathilan. Dengan penasaran saya berhenti untuk ikut melihatnya. Ternyata sumber suara yang dikerumuni oleh warga itu adalah pertunjukan Reog Ponorogo.

Pertunjukan Reog Ponorogo yang merupakan kesenian asli dari Ponorogo ini dilakukan di halaman salah seorang rumah warga. Area untuk pertunjukan sudah dikelilingi oleh pagar bambu agar pemain Reog tidak melewati batas pagar tersebut. Warga yang menonton acara ini juga sangat antusias, benar-benar sangat banyak. Dari yang dewasa sampai dengan yang anak-anak berhamburan datang untuk melihat.

Reog Ponorogo

Keunikan dari pertunjukan Reog Ponorogo adalah kesenian ini penuh dengan mistis. Pemain reog juga sangat kuat untuk mengangkat reog yang cukup besar itu, apalagi terkadang ditambah dengan beban orang yang naik ke kepala reog. Saat saya datang, para pemain sudah dalam kondisi kesurupan. Badannya kaku, tatapan matanya sangat tajam. Sambil mengunyah bunga mereka terus menari mengikuti irama gamelan. Sang pawang berkali-kali melepaskan cambukan kepada pemain. Tapi sepertinya tidak ada rasa sakit sama sekali akibat dari cambukan tersebut.

Tidak semua pemain mengalami kesurupan. Malah beberapa diantaranya menari dengan kocak untuk meledek para pemain lain yang sedang kesurupan. Beberapa kali musik yang sudah hampir memuncak diubah menjadi musik dangdut agar lebih santai. Lalu diubah lagi menjadi musik gamelan agar kembali sedikit tegang, begitu seterusnya.

Reog Ponorogo

Yang membuat saya terkesan adalah saat si pawang akan menyadarkan salah seorang pemain yang sedang kesurupan. Pemain tersebut dibungkus oleh kain batik seluruh badan seperti layaknya orang yang baru saja meninggal dunia. Lalu di pemain yang kesurupan diangkat beramai-ramai untuk kemudian dibacakan doa oleh si pawang. Tapi begitu doa dibaca pemain yang sudah kesurupan tadi bergerak memutar seperti halnya bambu gila sehingga orang-orang yang mengangkat tersungkur dan jatuh bersama-sama. Sementara itu yang kesurupan tetap saja dalam posisi diam dan kaku, tidak bergerak sama sekali.

Saat percobaan kedua dilakukan, hasilnya tetap sama saja. Pemain yang kesurupan memutar saat diangkat dan menjatuhkan dirinya sendiri dan orang-orang yang mengangkatnya. Proses menyadarkan pemain yang kesurupan kembali dilakukan. Dengan usaha ekstra akhirnya si pawang berhasil menyadarkan meskipun yang kesurupan tersebut harus dicambuk beberapa kali sebelum dibacakan doa. Saat dibacakan doa terlihat pemain yang kesurupan tadi badannya bergetar dengan hebat. Setelah sadar, pemain tersebut langsung memuntahkan isi perutnya yang baru saja dia makan yaitu hasil dari memakan bunga.

Reog Ponorogo

Sambil menonton saya sempat ngobrol dengan warga sekitar. Katanya di Tepus masih sangat sering diadakan pertunjukan reog ini. Pertunjukan lain seperti karawitan juga maish sering diadakan. Warga juga selalu menyambut dengan antusias pertunjukan kesenian-kesenian daerah seperti ini. Syukurlah kalau masih ada yang peduli dengan kesenian daerah jadi kesenian seperti ini tidak habis ditelan jaman. Bayangkan saja, di kota sudah sangat sulit untuk menemukan kesenian daerah seperti reog. Kalaupun ada biasanya hanya untuk menyambut tamu-tamu negara ataupun turis asing. Dengan begini sih wajar aja kalau ada negara lain yang mengklaim, lha wong yang punya nggak pernah peduli. Tapi kalau diklaim negara lain baru merasa punya.

Tidak terasa pemain yang kesurupan sudah disadarkan satu persatu. Reog juga sudah ditarik keluar arena. Reog ini diangkat oleh tiga orang tapi mereka masih terlihat keberatan. Yah berarti pertunjukan sudah selesai karena mereka sudah berberes. Lagipula hari sudah sore dan langit juga kembali mendung. Saya harus segera pulang ke Jogja dengan harapan tidak kehujanan di jalan. Dengan demikian berakhirlah trip saya mengelilingi pantai-pantai di Gunungkidul, Yogyakarta.

Reog Ponorogo

http://www.wijanarko.net/
Reog ternyata asli Johor, diskusikan di sini !

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top