Jokowi Larang Polisi dan Jaksa Pidanakan Kebijakan Gubernur
Presiden Joko Widodo meluapkan kekesalannya terhadap kinerja polisi dan jaksa dalam rapat evaluasi kepolisian dan kejaksaan daerah di Istana Kepresidenan hari ini, Selasa, 19 Juli 2016. Menurut dia, ada polisi dan jaksa yang tak mematuhi perintahnya yang menyebabkan kebijakan di daerah sulit terlaksana.
(1) Arahan pertama, tidak mempidanakan kebijakan atau diskresi. Kedua hal itu, kata Presiden, tidak bisa dipidanakan.
(2) Kedua, tidak juga secara sembarangan memperkarakan tindakan administrasi pemerintah. "Tolong dibedakan mana yang beneran nyolong dan mana yang tidak," tuturnya.
(3) Arahan ketiga, tidak mudah membeberkan kerugian negara kepada media selama belum pasti. Menurut Presiden, kerugian negara baru bisa diekspos apabila sudah konkret atau akan masuk ke proses penuntutan. "Arahan lain, BPK diberi waktu 60 hari (untuk memastikan kerugian negara)," ujarnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai Presiden Jokowi tak paham Hukum dan Tata Negara. Bahkan hal ini justru akan menyuburkan korupsi dimana-mana.
Berikut tanggapan lengkap Waketum Gerindra yang dipublis Tribunnews, Kamis (21/7).
Presiden Jokowi Tak Paham Hukum dan Tata Negara, Jadi Harap Maklum
Berapa hari lalu Presiden Joko Widodo meluapkan kekesalannya terhadap kinerja polisi dan jaksa dalam rapat evaluasi di Istana Kepresidenan.
Hal ini terkait polisi dan jaksa yang tak mematuhi perintahnya yang menyebabkan kebijakan di daerah sulit terlaksana, terutama dalam hal kebijakan pengunaan APBD yang katanya Presiden tidak optimal akibat Kebijakan Kepala daerah yang diperkarakan.
Jelas ini bukti sebuah tindakan melawan hukum dari Presiden Joko Widodo terhadap konstitusi negara dimana Negara Indonesia secara jelas adalah menjunjung tinggi Hukum dan berdasarkan hukum.
Sebab bukan alasan yang tepat oleh
Joko Widodo kepada aparat penegak hukum yang bekerja berdasarkan konstitusi negara dan hukum yang berlaku untuk tidak memperkarakan sebuah kebijakan administrasi, keputusan pengunaan anggaran daerah yang berdampak pada kerugian negara.
Sungguh jelas Joko Widodo tidak paham tentang Tata negara dan UUD 1945 terkait penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.
Sebab jika memang kebijakan Kepala daerah ada yang berdampak dan berpotensi merugikan negara maka sudah selayaknya diperkarakan oleh penegak hukum atas nama negara.dan apalagi sampai uang negara mengalir kepihak yang menikmati kebijakan Kepala daerah tersebut.
Kalau memang Kepala daerah ataupun pemerintah Pusat merasa membuat kebijakan administrasi yang berhubungan dengan anggaran dan kebijakan yang kemudian diperkarakan, hukum di Indonesia memperbolehkan untuk melakukan perlawanan hukum, misalnya lewat praperadilan.
Jika merasa tidak mencari uang negara jangan coba coba menyuap aparat hukum agar tidak diperkarakan.
Begitu juga Joko Widodo harus bisa menekankan pada Kapolri dan Jaksa Agung agar bisa memecat atau menghukum oknum Jaksa dan Polisi nakal yang mengkriminalisasi kebijakan Kepala daerah yang salah dan tidak punya unsur merugikan negara atau kesengajaan.
Nah jelas sudah Joko Widodo meminta Kejaksaan dan Kepolisian untuk tidak memperkarakan kebijakan Kepala daerah sama saja akan menyuburkan korupsi dimana-mana.
Dan kepada para Jaksa dan Polisi, terutama Polisi walaupun Kapolri dipilih dan diangkat oleh Presiden sebaiknya jangan hiraukan pernyataan Presiden yang sudah kalap karena kegagalan dalam serapan anggaran di daerah.
Sebab Kapolri dipilih juga atas persetujuan DPR RI jadi Polisi harus netral secara proposional.
Terkait pernyataan Joko Widodo yang memerintahkan Jaksa Agung dan Kapolri untuk tidak memperkarakan kebijakan Kepala daerah sebuah pembodohan yang dilakukan oleh Jokowi terhadap masyarakat.
Sebab siapa yang bisa tahu kalau Kepala daerah secara sengaja atau tidak sengaja membuat kebijakan administrasi yang salah.
Sumber: Tribunnews
Bagaimana komentar netizen?
"IPK 2 koma Astaghfirullah," twit @NLKhalifah.
"Kelola negara kayak kelola rumahtangga...aneh," twit @AbeRahmat2.
Post a Comment Blogger Facebook