Usaha pembaharuan Musthafa Kemal dimulai ketika perjuangan kemerdekaan negaranya Telah usai. Dalam lengkah pembaharuannya, ia melihat Barat sebagai model yang ideal. Dan karenanya, ia ingin mewujudkan peradaban Barat di Turki dengan jalan melakukan westernisasi dan sekulerisasi hampir di segal bidang dan lini kehidupan. Hal ini dilakuknnya, karena ia melihat Barat telah mencapai kemajuannya di segala bidang. Dan menurutnya, kemunduran Islam dan Turki khususnya adalah akibat mempertahankan sistem yang telah ada, sedangkan kemajuan akan dicapai bila Turki melakukan modernisasi dan pembaharuan. Karena itulah, Musthafa mengambil peradaban Barat tidak setengah-setengah, tetapi secara keseluruhan.
Ia berpendapat bahwa Turki akan bisa maju hanya dengan meniru Barat, dan masyarakat Turki harus berubah menjadi masyarakat yang berperadaban Barat. Segala bentuk perubahan dan modernisasi yang dilakukan Musthafa dalam rangka imitasi terhadap Barat berlandaskan pada konsep westernisasi, sekulerisasi dan nasionalisme. Ideologi pemikiran Musthafa Kemal tercakup dalam “Six Principles”, atau disebut sebagai Ideologi Kemalis, yang berdasarkan pada konsepsi realisme, pragmatisme, nasionalisme, populisme dan etatisme.
Sekularisasi Bidang Politik dan Pemerintahan Sebagai realisasi dari prinsip pemikirannya, ia dan teman-temannya membentuk Majelis Nasional Agung (GNA) pada tahun 1920. Dalam sidang yang dihelat di Ankara ia dipilih menjadi ketua. Dalam sidang itu diputuskan beberapa hal yang menandai awal baru negara demokrasi di Turki modern, yaitu:
1. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki.
2. GNA merupakan perwakilan rakyat tertinggi.
3. GNA bertugas sebagai badan legislatif dan sekaligus sebagai eksekutif.
4. Majelis negara yang aggotanya dipilih dari GNA akan menjalankan tugas pemerintah.
5. Ketua GNA merangkap jabatan ketua Majelis Negara. Dan dengan demikian konstitusi yang diajukan Musthafa Kemal merupakan bentuk baru yang berbeda dengan pemikiran elit birokrat tradisional Turki yang kedaulatannya di tangan Sultan atau Khalifah. Keputusan ini sekaligus menjadikan Turki sebagai negara republik dan Ibu kotanya Ankara. Dimana ia sendiri sebagai presidennya, dan Ismet Inonu sebagai perdana menterinya.
Negara baru Turki ini sebagai negara yang berdasarkan nasionalisme teritorial yang terbatas pada daerah geografisnya. Dan, dalam Piagam Nasional tahun 1920 disebutkan diantaranya bahwa Turki melepaskan tuntutan teritorial terhadap daerah-daerah yang dahulu di bawah kekuasaan kesultanan Turki Utsmani, kecuali daerah yang di dalamnya terdapat mayoritas orang Turki. Semenjak terbentuknya negara republik inilah, Musthafa mengambil alih semua jabatan strategis dan membebaskan pengaruh agama di dalamnya.
Dalam pada itu, di Turki terdapat dualisme dalam memegang kekuasaan duniawi, yaitu Khalifah Turki di satu pihak dan Majelis Negara di pihak lain. Akhirnya, dengan alasan menghindarkan dualisme kekuasaan, Musthafa membuat kebijakan penghapusan lembaga kesultanan pada bulan November 1922. Alasannya yang lain, yaitu karena sultan di Istambul masih dianggap oleh sekutu sebagai penguasa satu-satunya, padahal menurut keputusan Majelis Nasional Agung, sultan tidak berkuasa lagi. Dan, secara otomatis, dengan dihapuskannya jabatan sultan itu, semua instansi yang berada di bawahnya menjadi hilang fungsi strukturalnya, yang salah satunya adalah biro Syaikhul Islam, dan biro ini dihapuskan oleh Musthafa pada tahun 1924 dan kemudian diganti dengan Kementrian Syariat yang langsung bertanggung jawab terhadap Presiden.
Sehingga jelas bahwa Turki berada di bawah perintah langsung oleh Presiden dengan sebuah konstitusi, yang mana salah satu pasalnya yaitu: “Kedaulatan berada di tangan bangsa tanpa syarat. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh wakil-wakil dalam sidang Majelis Nasional Agung. Pemerintah didasarkan atas pemerintahan rakyat yang langsung menentukan nasib mereka sendiri.”
Setelah jabatan sultan dihapuskan, masih ada satu jabatan lain, yaitu Khalifah yang waktu itu dipegang Abdul Majid. Namun, saat itu khalifah tidak lagi mempunyai kekuasaan duniawi, yang ada hanyalah kekuasaan spiritual. Ide sekularisasi Musthafa telah dimasukkan dalam konstitusi republik Turki. Hal ini ditentang oleh kaum Islamis Turki dan mereka memperkuat dan masih mengakui kedudukannya. Sehingga khalifah masih menerima wakil dari luar negeri, mengadakan prosesi kebesaran hari jumat dan tetap tinggal di Istanbul.
Setelah melalui perdebatan sengit antara golongan Islamis dan Nasionalis, akhirnya jabatan khalifah yang merupakan pengausa politik dan spiritual tertinggi yang selama berabad-abad di kesultanan Turki dihapus oleh Musthafa Kemal. Khalifah Abdul Majid pun diperintahkan untuk meninggalkan Turki, dan akhirnya dia bersama keluarganya ke Swis. Akibat penghapusan ini, muncul golongan oposisi yang diatur oleh kelompok Islamis dan Sufistis yang diorganisasikan menurut garis-garis tarekat. Aksi gerakan perlawanan terhadap Musthafa ini di bawah tanah. Diantara kelompok sufi ialah Bektasiah, Naqsyabandiah, qadariah dan Maulawiyah. Karena kelompok-kelompok ini dipandang Musthafa sebagai penghalang terhadap langkah-langkah kelompok nasionalis, maka pada tahun 1925, aliran-aliran keagamaan dan tarekat-tarekat dibubarkan, begitu pula dengan tempat-tempat pertemuan mereka, tekke dan makam-makam ditutup.
Sekularisasi di Bidang Hukum Bidang hukum pun tidak lepas dari usaha sekularisasi Musthafa Kemal. Ia menghapuskan Kementrian urusan syariat yang dibentuknya sendiri sebagai pengganti biro Syaikhul Islam. Dan, pada tahun 1926 hukum syariat didantinya dengan Undang-Undang Sipil yang diambil dari Undang-Undang Swiss. Perkawinan tidak lagi dilakukan berdasarkan syariat Islam, akan tetapi menurut hukum sipil. Selanjutnya, dibuat hukum baru, seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum laut dan hukum obligasi, yang semuanya diambil dari Barat, sebagaimana prinsip westernisasi yang menjadi prinsip modernisasinya.
Alasan dihapuskannya Kementrian urusan Syariat ini, menurut Serif Mardin, sebagaimana dikutip oleh Makhmud Syafe’i (2008), adalah untuk mempermudah usaha untuk menghilangkan segala artikel yang menyatakan Islam sebagai agama negara dalam konstitusi 1921, dan sembilan tahun kemudian ia memasukkan prinsip sekulerisme ke dalam konstitusi secara resmi menjadi negara sekuler. Sekularisasi Bidang Pendidikan Bidang pendidikan pun tak luput dari sekulerisasi Musthafa Kemal. Langkah-langkah modernisasi dalam bidang pendidikan dimulai ketika dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 7 Pebruari 1924, yang berisi pelepasan semua unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing. Dan sebulan kemudian, tanggal 1 Maret 1924, diterimanya ide penyatuan pendidikan di bawah “satu atap”, yaitu di bawah kementrian pendidikan, yang berarti penghapusan segala bentuk pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam terhadap sekolah-sekolah.
Proses sekularisasi Musthafa dalam bidang pendidikan tidak setengah-setengah. Pada tahun 1928, simbol-simbol yang menjadi kebudayaan Islam, seperti bahasa Arab dan Persia yang terdapat dalam kurikulum sebelumnya ditiadakan, dan tulisan Arab digantikan dengan tulisan huruf latin. Pada tahun 1930 dan 1933, pendidikan agama ditiadakan di sekolah-sekolah, baik di wilayah perkotaan ataupun pedesaan. Pendidikan agama dialihkan menjadi tanggung-jawab orang tua dan lembaga pendidikan imam dan khatib.
Dan, dua tahun berikutnya, Fakultas Teologi di Istambul juga ditutup. Selain itu ia juga memangkas jumlah khatib atau penceramah yang digaji Negara menjadi 300 orang saja. Dia mengubah masjid jami’ Aya Shofiya menjadi Museum, dan mengubah masjid Al-Fatih menjadi gudang. Sekularisasi Bidang Budaya, Peradaban, adat dan Ekonomi Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa ide yang diinginkan oleh Musthafa bersifat menyeluruh, maka budaya, peradaban, adat dan ekonomi pun tak luput dari ide pembaharuannya. Dalam bidang peradaban, pemakaian penutup kepala tarbus dilarang dan diganti dengan topi ala Barat.
Pakaian agama juga dilarang, termasuk jilbab, dan rakyat Turki harus mengenakan pakaian barat, baik pria ataupun wanita. Pada tahun 1931, dibuat keputusan bahwa azan harus dikumandangkan dengan bahasa Turki, dan bukan bahasa Arab lagi. Al-Quran harus diterjemahkan ke dalam bahasa Turki agar dapat dipahami oleh rakyat Turki. Khutbah jumat harus diberikan dalam bahasa turki. Pada tahun 1935 dikeluarkan Undang-Undang yang mewajibkan mempunyai nama belakang. Hari libur pekanan resmi dari hari Jumat diubah menjadi Minggu.
Corak musik yang bergenre Timur harus diganti dengan musik yang bergenre Barat, dan radio Turki harus menyiarkan lagu-lagu Barat. Dan di berbagai tempat disyiarkan berbagai jenis tarian dengan mengundang banyak penari dan juga pertunjukan-pertunjukan yang penuh ikhtilath. Dengan demikian, menurut Ataturk, bahwa peradaban Islam bukanlah Arab. Islam yang dikehendakinya adalah Islam yang di-Turki-kan dan tidak terikat oleh peradaban ketimuran (dalam hal ini Arab).
Bagi Musthafa, Islam adalah agama rasional yang dapat diperlakukan bagi umat manusia dan ajarannya harus dipahami oleh rakyat Turki tanpa harus terbelenggu oleh tradisi ketimuran (kearaban). Pernah suatu hari Musthafa melemparkan Mushaf Al-Quran dari tangannya sambil berkata, “Sesungguhnya Bangsa yang maju tidak cocok lagi menggunakan undang-undang dan kaidah yang ditetapkan masa lalu.”
Dalam bidang ekonomi, meskipun Turki banyak menyerap peradaban Barat sebagai acuannya dan Turki banyak menyerap peradaban Barat, akan tetapi Musthafa membatasi diri untuk bekerjasama dengan peradaban Barat dalam bidang ini. Ia tidak mau negaranya dikuasai pihak asing. Diantara kebijakannya bidang ekonomi adalah mengurangi volume perdagangan luar negeri, menekan belanja rutin, mengurangi pengeluaran atau anggaran militer menjadi rata-rata 28 % dari seluruh jumlah anggaran, dan memberi bantuan kepada sektor swasta agar bisa lebih mandiri.
Beberapa poin kesimpulan yang dapat diambil dari pemaparan di atas adalah: Pertama, pembaharuan yang dilakukan oleh Musthafa Kemal berdasarkan prinsip sekularisasi, nasionalisme dan westernisasi. Kedua, ide-ide dan pemikiran itu dipahaminya tidak boleh setengah-setengah, artinya harus secara menyeluruh. Ide sekularisasinya diterapkan dalam segala bidang; hukum, pendidikan, politik, budaya dan adat istiadat. Dan ide nasionalismenya diwujudkan dengan mendirikan negara Republik Turki yang bersifat teritorial (nation state), berbeda dengan sistem khilafah yang kekuasaannya mendunia. Ketiga, sebagian kalangan berpandangan bahwa pembaharuan yang dilakukan oleh Musthafa tidaklah bermaksud untuk menghancurkan Islam, namun hal ini terbantahkan oleh pernyataan Musthafa sendiri bahwa westernisasi harus dilakukan dalam segala hal, baik itu yang positif ataupun yang negatif.
Hal ini dibuktikan dengan diadopsinya budaya Barat tanpa batas, dialihfungsikannya Masjid-Masjid menjadi museum dan gudang, dan lain sebagainya. Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Ibid,…hal. 151-153 dan Makhmud Syafe’i…hal. 13. Harun Nasution…hal. 152. Makhmud Syafe’i…hal. 13. Turkkaya Ataov, The Principle of Kemalism, dalam The Turkish Bookyear, hal. 20. Harun Nasution…hal. 147. Opcit, hal. 14. Opcit, hal. 16. Makhmud Syafe’i…hal. 15-16 Ibid, hal. 16. Ibid, hal. 16-17. Ibid, hal. 17-18 dan Ali Muhammad Ash shalabi…hal. 474. Menggambarkan tentang Aya Shofia, Hafizh Ibrahim membuat kasidah: أيا صوفيا حان التفـرق فاذكـري #عهود كرام فيك صلَّـوا وسلمـوا إذا عُدتِ يومـا للصليـب وأهلـه # وحلّى نواحيـك المسيـح ومريـم ودُقّـت نواقيـسً وقـام مـزمـر #من الـروم فـي محرابـه يترنّـم فلا تنكـري عهـد المـآذن إنـه # على الله من عهد النواقيس أكـرم تباركت بيت القدس جذلان آمـن # ولا يأمن البيت العتيـق المحـرّم أيرضيك أن تغشى سنابك خيلهـم #حماك وأن يُمنى الحطيمُ وزمـزمُ؟ وكيف يـذل المسلمـون وبينهـم # كتابك يُتلـى كـلَ يـومٍ ويُكـرمُ! نبيُّـك محـزونً وبيتـك مطـرقً #حياء ، وأنصـار الحقيقـة نُـوّمُ عصينا وخالفنـا فعاقبـت عـادلا #وحكّمت فينا اليوم من ليس يرحم ! Harun Nasution…hal. 152. Ali Muhammad Ash Shalabi, hal. 475. Ibid, hal. 477. Makhmud Syafe’i…hal. 19.
Harie K
Post a Comment Blogger Facebook