GuidePedia

0


Sebenarnya sudah lama saya berniat menuliskan pengalaman ketika mengunjungi Hagia Sophia ini, tetapi tertunda lama gara-gara adik saya bilang kalau novel Infernonya Dan Brown mengambil lokasi salah satunya di Hagia Sophia. Walaupun Dan Brown adalah salah satu penulis favorit saya, (karena dalam ketegangan novelnya dia masih bisa menceritakan detil-detil suatu tempat atau bangunan dengan cara yang menarik), tetapi sayangnya untuk Inferno ini saya belum sempat membacanya, karena susah euy mencari versi bahasa Indonesianya disini hahaha. Sudah setahun lebih tinggal di UK saya kadang-kadang masih males kalau disuruh membaca novel bahasa Inggris, kebanyakan buka kamusnya hahaha. Tetapi karena penasaran bagaimana Dan Brown menceritakan Hagia Sophia ini, jadilah saya terpaksa segera berburu ke library untuk meminjam buku itu, tentu dengan versi Englishnya. Dan ternyata saya bisa juga menuntaskan novel itu hanya dalam 3 hari saja hehehe.


Hagia Sophia atau Ayasofia awalnya adalah sebuah gereja Ortodoks yang dibangun pada zaman Romawi yaitu tahun 537 di bawah kekaisaran Justinianos. Tidak tanggung-tanggung, Sang kaisar memerintahkan seluruh provinsi di wilayah kekuasaannya untuk mengirimkan bahan-bahan terbaik dalam membangun Hagia Sophia ini. Dan hasilnya memang luar biasa, dinding dan tiang marmer yang kokoh, kubah yang besar dan indah, dinding yang sebagian besar dihiasi dengan mosaic yang terbuat dari emas, perak, dan batu indah lainnya (walaupun sayang sekali mosaic-mosaic ini sekarang sudah banyak yang rusak), menjadikan Hagia Sophia menjadi gereja terbesar dan terindah pada saat itu. Tidak heran juga jika Hagia Sophia kemudian menjadi Emperor Church, yaitu tempat penobatan mahkota bagi setiap kaisar-kaisar Romawi, dan selama hampir satu abad menjadi gereja terbesar di dunia. Sisa-sisa kemegahannya masih terasa hingga sekarang yang Robert Langdon pun terpesona hehehe.


Ketika kekaisaran Ottoman menguasai Istanbul pada abad 15, Hagia Sophia kemudian diubah fungsinya menjadi masjid. Sampai sebelum tahun 1661, Hagia Sophia menjadi masjid utama di Istanbul, yang kemudian digantikan oleh Blue Mosque (Sultan Ahmet Mosque) yang baru selesai dibangun tidak jauh dari Hagia Sophia. Ketika kerajaan Ottoman runtuh pada tahun 1923 dan digantikan dengan Republik Turki, Pemerintah Turki kemudian mengubah Hagia Sophia dari masjid menjadi museum pada tahun 1935.

Hagia Sophia merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan di Istanbul. Lebih dari 3 juta orang yang mengunjungi tempat ini setiap tahunnya. Maka jika kita ingin berkunjung sebaiknya datang sejak pagi (jam buka 09.00). Terlambat sedikit saja, kita harus rela menghadapi antrian yang cukup panjang. Seperti pengalaman saya hari itu, yang baru tiba di Hagia Sophia sekitar jam 10 pagi, antrian untuk membeli tiket masuk sudah cukup mengular. Selain itu jangan lupa menyiapkan uang sebanyak 30 Turki Lira (sekitar Rp170 ribu rupiah) untuk membeli tiket ini. Anak-anak di bawah umur 12 tahun gratis.


Setelah membeli tiket, terlebih dahulu kita harus melewati pemeriksaan penjaga. Pemeriksaannya mirip seperti saat kita akan boarding, yaitu melewati Walk Through Metal Detector dan tas kitapun diperiksa dengan mesin x-ray. Tidak jauh dari pintu masuk museum, di sebelah kanan kita akan melihat bangunan kecil, Fountain of Ablution, yang dulu digunakan untuk berwudhu. Sebagian besar masjid di Istanbul yang saya kunjungi sepertinya mempunyai tempat wudhu yang bentuknya mirip seperti itu. Saat ini Fountain of Ablution ini tidak digunakan lagi.


Sebenarnya Hagia Sophia terdiri dari beberapa bangunan, namun kemarin saya hanya sempat masuk ke bangunan utamanya saja. Susahnya kalau pergi ke museum sama anak-anak yang ngga terlalu suka museum seperti anak saya, bawaannya minta keluar aja hehehe. Begitu memasuki bangunan utama, di sepanjang koridor kita akan disuguhi berbagai gambar tentang sejarah Hagia Sophia ini. Atau kalau kita ingin mengetahui sejarah secara lebih visual, ada video yang diputar di ujung koridor. Seperti kebanyakan bangunan kuno lainnya, menurut saya suasana di dalam koridor ini agak gelap, kusam, dan dingin, sehingga membuat saya tidak ingin berlama-lama di situ hehehe. Tidak lama di situ, saya dan anak-anak kemudian segera menuju ruangan utama

Begitu kita memasuki ruangan utama (colossal sanctuary), yang sangat besar dan luas, kita akan bisa langsung melihat sejarah Hagia Sophia sebagai tempat ibadah utama dua agama, Islam dan Kristen. Menurut Dan Brown, Islam dan Kristen mempunyai dua penekanan yang berbeda dalam menggambarkan keindahan ciptaanNYA, dimana Islam lebih suka pada kaligrafi dan pola-pola geometris, sedangkan Kristen lebih suka menggunakan gambar. Sehingga tidak heran jika di masjid kita banyak melihat kaligrafi dan di gereja kita banyak melihat gambar nabi Isa atau orang-orang suci. Dan di Hagia Sophia, kita bisa melihat keduanya. Kubah utama setinggi 35 m dan berdiameter 31m yang berhiaskan ayat suci Al-Quran berpadu dengan gambar bunda Maria di dinding bagian atas. Di satu sisi kita bisa melihat mosaic bergambar Jesus, dan di sisi lainnya kita bisa melihat tulisan Allah, Muhammad, dan 4 Khulafaur Rosyidin. Sayang, sewaktu kami kesana, ada satu sisi bangunan yang sedang diperbaiki sehingga agak mengganggu keindahan ruangan ini.



Sebagaimana umumnya masjid, di bagian depan kita bisa melihat mihrab, yaitu tempat imam memimpin sholat. Agak mundur sedikit kita bisa melihat mimbar yang digunakan imam untuk ceramah pada sholat Jumat. Yang membedakan dengan mimbar-mimbar di Indonesia, mimbar di Hagia Sophia ini (dan sebagian besar masjid di Istanbul) adalah letaknya yang tinggi, sehingga perlu dibuat tangga khusus untuk menuju ke mimbar tersebut.


Tidak jauh dari mimbar kita akan bisa melihat sebagian pola lantai yang warnanya berbeda. Berbentuk bujur sangkar dengan lingkaran besar di tengahnya dan dikelilingi lingkaran-lingkaran kecil. Tempat ini disebut The Omphalion, yaitu tempat penobatan para kaisar Romawi.


Untuk pembaca Inferno yang ingin mengetahui letak makam Hendricus Dadedolo harus rela sedikit berkeringat untuk naik ke lantai dua museum ini yang letaknya lumayan tinggi. Seperti yang dikatakan Dan Brown, makam Hendricus ini benar-benar plain, ngga ada indah-indahnya sedikitpun hehehe. Sayangnya saya tidak bisa membuktikan kata-kata Dan Brown, yaitu gemericik air dari Basilica Cistern memang bisa terdengar jika kita meletakkan telinga di makam itu seperti Robert Langdon hehehe.


Di lantai dua ini suasananya lebih terang karena banyaknya sinar matahari yang masuk dari jendela-jendela. Di sini kita banyak menyaksikan sejarah dan gambar Hagia Sophia saat menjadi gereja. Yang menarik adalah adanya dinding berhiaskan mosaic-mosaic. Deisis adalah salah satu yang mengundang banyak perhatian pengunjung, yaitu mosaik bergambar Yesus, Yohanes Pembaptis dan Maria. Sayang sekali sebagian mosaik tersebut rusak dan terkelupas. Jika ingin mengambil gambar mosaik-mosaik itu jangan lupa mematikan flash kamera kita, karena ternyata cahayanya dapat merusak mosaic tersebut.


Sebenarnya masih banyak yang bisa diceritakan tentang Hagia Sophia. Bisa jadi satu buku sendiri nanti hehehe. Mudah-mudahan di lain kesempatan saya bisa menceritakan detil-detil lainnya dari Hagia Sophia ini.

Ari K 

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top