GuidePedia


Pelabuhan Kampung Mola
Kanal-kanal kecil menyambut saya dengan beberapa perahu ramping tertambat berjajar rapi di pinggir. Kalau di luar sana bangga dengan Venice mungkin ini adalah miniaturnya he he. Terik terasa begitu menyengat. Beberapa  lelaki paruh baya menaikkan sebuah mesin diesel yang sudah tidak kelihatan baru keatas anjungan kapal Dhito Wakatobi. Yah saya sedang berada di kapal kayu Dhito Wakatobi yang hendak menyeberangkan saya ke sebuah pulau besar yang namanya menjadi bagian dari singkatan Wakatobi, Pulau Tomia tepatnya.

Kapal mulai di penuhi dengan beraneka ragam barang. Mulai dari kebutuhan rumah tangga hinga beberapa motor juga ikut naik keatas kapal. Langit masih terasa terik karena kami memilih duduk santai di atas kapal yang tak beratap. Spot ini adalah kesukaan saya karena dengan berada diatas kita bisa meluaskan pandangan ke segala arah.

Tidur diatas Kapal dan tornado kecil
Tali yang menambatkan kapal kayu di dermaga kampung Mola pun sudah dilepas, itu tandanya sebentar lagi kapal ini akan memulai perjalanan nya mengarungi lautan Wakatobi.  Semua penumpang sudah berada di deck bawah tempat seharusnya mereka berada. Namun saya tetap ingin duduk di haluan kapal. Sayang rasanya melewatkan pemandangan yang luar biasa itu.

Kampung Mola terlihat mulai samar-samar, beberapa sampan kayu kecil juga hilir mudik di laut samping perkampungan. Rata-rata pengayuh sampan itu justru malah wanita. Mungkin mereka hendak ke toko untuk membeli kebutuhan rumah tangganya.

Oper ke Ojek perahu untuk ke Kaledupa
Air laut terlihat jernih. Daratan pulau Wangi-wangi semakin samar-samar, digantikan dengan rimbunnya daratan pulau Kaledupa. Kapal ini biasanya memang berhenti di pelabuhan kaledupa, berhubung air laut masih dangkal di sekitar palabuhan kaledupa maka kapal hanya bisa berhenti di tengah saja, sehingga penumpang yang hendak turun di Kaledupa di angkut dengan ojek perahu untuk sampai di daratan pulau. Proses penurunan penumpang di tengah laut ini sebenarnya berbahaya tapi mereka kelihatan asik dan bersendau gurau saja. Setelah ojek perahu menjauh, perjalanan kapal pun di lanjutkan. Perairan terlihat jernih sekali, sampai-sampai saya bisa melihat gerombolan ikan yang asik berenang, dan ojek perahu yang mulai menjauh seperti melayang diatas permukaan laut.

Dermaga Tomia
Setelah menempuh perjalana hampir 4 jam akhirnya kapal Dhito Wakatobi pun merapat di dermaga pulau Tomia. Pak Armin, sahabat baru saya dari Komunto (komunitas Nelayan Tomia) menyambut kami di Pelabuhan. Jabatan tangan erat sebuah persabatan di sertai canda tawa pak Armin rasanya seketika menghilangkan penat badan ini karena harus bertengger di atas kapal kayu Ditho wakatobi dari Wangi-wangi menuju ke Tomia.

Makan Makannnnn
DI wakatobi Saya menyewa sebuah rumah penduduk. Murah sehari hanya 60ribu. Mungkin ini adalah berkat pak Armin yang mencarikan saya tempat tinggal sementara selama di Tomia. Urusan makan saya juga tidak khawatir. Saya di jamu makan di sebuah rumah penduduk dengan menu khas mereka. Kasuami dan sup ikan Parende. Kedua jenis makanan itu jika digabung ternyata rasanya ciamik dan bikin kita ingin nambah dan nambah lagi. Lebih asiknya lagi saya makan di sebuah ruang makan keluarga mereka, serasa di rumah sendiri.

Perjalanan 4 jam diatas kapal kayu yang sempat melihat sebuah tornado kecil ketika sedang di tengah lautan terbayar dengan keramahan penduduk Tomia. Keramahan alam Tomia, serta senyum dan canda tawa pak Arwin.

Let’s explore Tomiaaaaa

Ojek perahu di Kaledupa

di Dermaga Tomia

Dapatkan Wisbenbae versi Android,GRATIS di SINI !
 Lihat yg lebih 'seru' di sini !

Beli yuk ?

 
Top