GuidePedia


 Munir Sara

Rabu, 06/06/2012 12:28 WIB
Jakarta Jatuhnya pesawat komersial Sukhoi SuperJet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, menyisakan banyak misteri yang sulit diurai. Tidak saja desas-desus masyarakat terkait kemistikan Gunung Salak, tapi juga misteri kejahatan bisnis, dan keterlibatan tangan kekuasaan dalam joy flight pesawat buatan Rusia tersebut di Indonesia.

Mungkin bagi sekelompok orang fatalis mengatakan jatuhnya Sukhoi SuperJet 100 merupakan 'takdir Tuhan'. Tapi bagi yang rasional, pasti mengatakan 'ada tangan lain' di balik tangan Tuhan. Jatuhnya Sukhoi itu, juga mungurai misteri mark up anggaran alutsista yang turut menyeret keluarga Cikeas dalam pusaran isu terkait fenomena kian menggelembungnya anggaran alutsista menjelang pemilihan umum 2014.

Di antara pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat terjawab itu, yang paling seksi adalah, adanya pemberitaan terkait indikasi kolusi dalam skema bisnis alutsista dengan Rusia. Nama Sujito Ng dikait-kaitkan dengan Cikeas. Pasalnya, yang melakukan invite ke Sukhoi SuperJet 100 untuk melakukan promosi penerbangan di Indonesia adalah PT Trimarga Rekatama. Perusahaan swasta yang digawangi Sujito Ng. Nama Sujito Ng, konon punya hubungan spesial dengan keluarga Istana, sejak pemerintahan Megawati (mantan Presiden RI ke-5) hingga pemerintahan SBY.

PT Trimarga Rekatama juga merupakan satu-satunya perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk menjembatani seluruh bisnis alutsista pemerintah Indonesia dan Rusia. Dalam logika awam kita, di belakang Sujito Ng tidak saja berperan tangan Tuhan, tapi juga tangan penguasa di Republik ini yang ikut menjamak keuntungan sesat.

Sujito Ng juga melejit tenar ke publik seketika, karena PT Trimarga Rekatama juga diduga terlibat dalam skandal pembelian jet tempur Sukhoi-30MK2, milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) AU yang sarat mark up.

Siapa sebenarnya Sujito Ng? Dengan segenap kekuatan bisnisnya, Sukhoi SuperJet 100 bisa terbang leluasa di Indonesia. Padahal Sukhoi SuperJet 100, belum memperoleh sertifikasi kelayakan terbang dari Federal Aviation Administration-FAA, yang seharusnya wajib dimiliki setiap pesawat terbang komersial dunia. Lagi pula, PT Trimarga Rekatama belum mempunyai track record atau rekam jejak mumpuni dalam urusan maskapai penerbangan.

Bisnis Sujito Ng dan Cikeas

Dari beberapa pertanyaan yang sulit dijawab itu, Sujito Ng pun patut ditarik dan dihubungkan dengan bisnis penguasa di Republik ini. Bahkan beberapa media tanpa ragu-ragu menyebut keterlibatan Cikeas sebagai kekuatan penyangga di balik bisnis raksasa Sujito Ng. Seorang pemasok anggur dan wine yang tiba-tiba melejit kaya raya dan menggurita di bisnis alutsista TNI. Mulai dari pembelian Sukhoi zaman Megawati (Presiden RI ke-5) hingga pembelian tank amphibi BMP3F pada tahun 2010 dan jet tempur Sukhoi-30MK2.

Indikasi kedekatan Sujito Ng dengan Cikeas pun merebak kencang, dan beberapa kali dipertegas mass media, di antaranya melalui foto yang menunjukkan keakraban keluarga Sujito Ng dan SBY bersama istri di salah satu acara keluarga. Tak cuma itu, Sujito Ng juga digadang-gadang turut membentengi LG Mobile Showroom & Service Center milik Anisa Pohan (menantu SBY). Alhasil jalinan kedekatan Sujito Ng dengan keluarga Cikeas ini, melicinkan jalannya untuk menguasi hampir seluruh bisnis pembelian alutsista TNI.

Penunjukan PT Trimarga Rekatama menjadi agen dalam pembelian enam pesawat jet tempur Sukhoi-30MK2 di Indonesia oleh JSC Rosoboronexport Rusia misalnya, kemungkinan besar akibat pengaruh kedekatan Sujito Ng, dengan Cikeas. Padahal, skema MoU pembelian pesawat tersebut adalah antara pemerintah dengan pemerintah (G to G). Namun dalam berjalanannya, perjanjian itu berubah menjadi G to B, dan pihak Rosoboronexport Rusia menunjukkan PT Trimarga Rekatama sebagai agen tuggal.

Anehnya, pemerintah, dalam hal ini Menteri Pertahanan dan Keamanan Nasional lebih memilih melibatkan pihak ketiga. Padahal, dalam skema bisnis G to G, pemerintah tidak perlu melibatkan pihak ketiga atau konsultan. Dephankamnas sebagai institusi yang kredibel dalam soal alutsistalah yang terlibat langsung dalam pembelian pesawat tempur Sukhoi-30MK2. Lagi pula skema bisnis G to G tidak menimbulkan risiko pembiayaan (financing risks) yang lebih besar. Demikian juga skema G to G menutup kemungkinan keterlibatan broker.

Kejanggalan lain yang tidak kalah mencurigakan adalah isi State Loan Agreement (SLA) dalam bisnis pembelian pesawat tempur Sukhoi-30MK2. Pasalnya, dalam SLA tersebut terdapat poin yang membolehkan dilakukan amandemen. Ruang amandemen inilah dinilai berpotensi membuka peluang terjadinya pengadaan enam unit pesawat Sukhoi SU-30 MK2 melalui skema State Credit.

Penggunaan State Credit dimanfaatkaan oleh pemerintah Rusia dalam hal ini Rosoboronexport sebagai perwakilan Sukhoi di Jakarta untuk menggelembungkan harga jet tempur Sukhoi-30MK2. Tentu dalam hal ini, PT Trimarga Rekatama memiliki peran penting dalam mengatur skema jahat dalam pembelian jet tempur Sukhoi-30MK2.

Kejanggalan lain pun ditemukan pada perbandingan pagu definitif dalam APBNP 2012 dan harga pasar yang ditetapkan. Dalam pagu definitif APBNP 2012, anggaran total yang ditetapkan adalah Rp 237,5 miliar untuk 5 mesin Sukhoi SU 27/37 US$ 5 juta per satuan (sumber data: RKAKL Dephankam 2011). Sementara harga pasar menurut Menhan adalah US$ 470 juta sudah termasuk pembelian Sukhoi dan 12 unit engine Sukhoi (sekitar 6,48 juta per satuan engine). Menurut penulusuran harga pasar oleh beberapa LSM termasuk ICW, harga per satuan engine Sukhoi dengan spesifikasi SU 27/37 paling mahal adalah US$ 3,5 USD atau ekuivalen Rp 30,4 miliar sesuai kurs rupiah pada APBN 2011. Dengan demikian, selisih anggaran negara yang yang di-mark up, mencapai angka US$ 141,2 juta atau ekuivalen Rp 1,5 triliun.

Celakanya lagi, bila dilihat dari spesifikasi pesawatnya, terdapat sejumlah kejanggalan. Vietnam membeli Sukhoi seharga US$ 53 juta sudah lengkap dengan persenjataan, sedangkan Indonesia membeli seharga US$ 78,3 juta tanpa persenjataan. Beberapa indikasi di atas, menununjukkan bahwa potensi penggelembungan anggaran yang dilakukan pihak Rosoboronexport dan PT Trimarga Rekatama sektar 100 sampai 140 juta USD (sumber: Laporan ICW 2012).

Tangan Tuhan

Jatuhnya pesawat komersial Sukhoi SuperJet 100 yang menelan lebuh dari seratus korban jiwa itu, seakan menggambarkan berperannya tangan Tuhan di balik tragedi Gunung Salak. Tuhan sedang mempertontonkan ke masyarakat Indonesia, satu per satu kejahatan bisnis yang melibatkan penguasa di Republik ini.

Namun hingga kini, nama Sujito Ng yang sering disebut-sebut mass media itu, seakan bungkam. Mulut Sujito Ng seolah disumbat oleh tangan-tangan berkuasa. Bahkan hingga kini, PT Trimarga Rekatama yang digawanginya tak pernah memintah maaf secara terbuka pada keluarga korban.

Dari indikasi mark up anggaran pembelian Jet tempur Sukhoi-30MK2 hingga misteri Gunung Salak ini, semoga dapat merobek tabir jahat korupsi, juga menjadi jalan terang bagi institusi hukum kita, untuk mengungkap satu demi satu aktor jahat di balik penggerusan uang negara serta kekuasaan dan kewenangan dan yang dibisniskan. Semoga.

*) Munir Sara adalah peneliti Madaris Institute-Jakarta dan mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka-Jakarta.




Beli yuk ?

 
Top