Perjalanan dari Makassar ke Tanjung Bira memang memakan waktu yang agak lama. Standarnya, untuk sampai Bulukumba yang merupakan ibukota kabupaten saja membutuhkan waktu setidaknya 4,5 jam dengan angkutan umum yang berupa Kijang. Belum lagi ditambah dengan waktu perjalanan dari Bulukumba hingga Tanjung Bira. Jika Anda naik Kijang dari Terminal Malengkeri hingga Bulukumba umumnya di tengah perjalanan sopir akan menghentikan Kijangnya untuk beristirahat makan siang sejenak. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang dan memang sudah waktunya makan siang, pak sopir Kijang yang membawa saya menghentikan mobilnya di Rumah Makan Bawakaraeng yang terletak di Kota Bantaeng. Ternyata selain Kijang yang saya naiki, banyak Kijang lain yang berhenti di rumah makan yang satu ini termasuk juga bus-bus yang akan ke Selayar. Sepertinya RM Bawakaraeng menjadi tempat transit kebanyakan angkutan dari Makassar ke Bulukumba, Sinjai, Tanjung Bira, Selayar dan sebaliknya.
RM Bawakaraeng sendiri cukup bagus kok meskipun tidak terlalu luas. Ada beberapa meja berukuran persegi yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Beberapa orang harus rela berdesak-desakan karena tempat makan ini sempat penuh. Bagaimana tidak, dengan ukuran yang hanya segitu tapi yang mampir kebanyakan adalah bus tujuan Makassar-Selayar atau sebaliknya. Menu andalan di rumah makan ini adalah Sop Konro dan Sop Saudara. Selain itu juga ada menu lain seperti ayam goreng, ayam bakar, ikan, dan lain-lain. Saat makan siang ini saya duduk satu meja dengan pak sopir karena meja lain sudah penuh sesak. Pak sopir yang memesan sop konro membuat saya juga tertarik mencobanya. Jujur saja saya belum pernah sama sekali makan baik sop konro maupun sop saudara yang merupakan masakan asal Sulawesi Selatan ini.
Tidak begitu lama menunggu, di meja sudah tersaji satu piring besar sop konro, satu piring nasi, dan satu piring lagi nasi untuk tambah. Saya baru tahu rupanya sop konro adalah sop dengan bahan dasar potongan tulang iga sapi. Tapi jangan salah, meskipun potongan tulang iga namun masih banyak loh daging yang menempel pada tulang. Yang membuat saya terkesan, porsinya itu besar banget. Penyajiannya memang agak berantakan, tapi begitu mencicipi rasanya, saya langsung jatuh cinta pada kecapan pertama. Rasanya gurih, pas banget di lidah saya. Daging-daging yang menempel pada tulang iga juga empuk. Enak banget rasanya. Dibandingkan dengan Coto Makassar tentu saya jauh lebih suka konro. Mungkin karena kuah konro yang terbuat dari santan jadi rasanya lebih nendang. Kalau coto menurut saya rasa kuahnya plain, agak hambar. Saking lahapnya makan konro, satu piring nasi yang pertama sudah habis dan saya nambah satu piring nasi lagi yang sudah disediakan di meja. Dan itu habis sodara-sodara. Ahaha..
Sepertinya perpaduan antara rasa yang enak dan perut yang lapar membuat saya agak rakus begini. Hehe.. Dari segi harga memang agak mahal, satu porsi sop konro dan dua piring nasi dihargai 28.000. Ya maklum lah, dimana-mana harga iga mahal deh. Tapi pak sopir di sini saja makanannya konro kok, berarti nggak mahal kayaknya untuk ukuran orang Sulawesi Selatan. Untuk minumnya nggak usah beli lagi karena dapat gratis air putih dingin. Lumayan kan ngirit. Meskipun agak mahal tapi saya puas makan di sini. Rasanya memang enak kok. Recommended deh buat Anda yang kelaparan saat lewat Bantaeng.
http://www.wijanarko.net/2012/03/lezatnya-sop-konro-bawakaraeng-bantaeng.html