GuidePedia

0


Pilihan Makan Malam Di Dieng

Tidak terelakkan lagi, Dataran Tinggi Dieng merupakan destinasi favorit sebagai tempat tujuan wisata di Jawa Tengah. Cukup banyak wisatawan berbondong-bondong ke Dieng terutama saat weekend maupun libur panjang. Fasilitas penginapan juga cukup banyak tersedia di sepanjang Desa Kejajar. Namun satu hal yang masih kurang yaitu sulitnya menemukan warung makan pada malam hari.

Meskipun sore hari tadi saya sudah makan dengan Mie Ongklok tapi itu belum cukup untuk mengisi perut saya sampai kenyang. Dengan bermalas-malasan saya keluar penginapan untuk mencari makan. Kalau sudah berada di penginapan memang terasa sangat malas keluar. Udara yang begitu dingin membuat badan terasa kaku, pengennya cuma tiduran aja di kamar. Tapi karena perut meronta-ronta, dengan terpaksa saya keluar untuk mencari makan.

Desa Kejajar di Dataran Tinggi Dieng pada malam hari terasa sangat sepi. Di tengah dinginnya malam yang terlihat hanya beberapa rombongan anak muda sedang berkumpul atau bapak-bapak yang sedang menghangatkan badan di dekat bara api sambil ngobrol dengan rekan-rekannya. Suasana sudah tidak seperti malam sebelumnya yang ramai dengan turis. Karena Dieng Culture Festival 2011 sudah selesai, rata-rata turis sudah meninggalkan Dieng semenjak sore tadi. Berjalan kesana-kemari tapi saya tidak menemukan warung makan yang buka. Yang ada hanyalah warung nasi goreng yang berupa tenda pinggir jalan. Warung-warung lain yang biasanya buka pada siang hari juga cuma menyediakan makanan dan minuman instan saja. Opsi lainnya adalah warung makan Bu Jono yang sekaligus terdapat penginapannya.

Pilihan Makan Malam Di Dieng

Minimnya pilihan makanan tersebut membuat saya lebih memilih nasi goreng saja. Dengan makan nasi goreng yang panas mungkin akan sedikit menghangatkan badan. Ini sepertinya juga satu-satunya penjual nasi goreng yang ada di Dieng. Namanya sih nasi goreng khas Pemalang, sebuah kota yang terletak sekitar 100 km dari Dieng. Menunya serba nasi goreng, mulai dari nasi goreng telur, ayam, mawut, petai, ati ampela, sosis, dan kambing. Selain itu juga ada mie dan capcay dalam bentuk goreng maupun kuah.

Saya memesan nasi goreng telur saja. Tentu karena harganya paling murah. Hehe.. Warnanya cukup menarik, nggak terlalu banyak kecap dan saos yang memang nggak terlalu saya sukai. Untuk rasanya sih standar aja, meskipun kalau dibandingkan dengan kebanyakan nasi goreng di Surabaya masih lebih enakan nasi goreng ini. Acara makan sudah selesai, perut sudah kenyang, tapi saya belum juga beranjak dari warung pinggir jalan ini. Seorang bapak-bapak yang merupakan salah satu guide resmi di Dieng dan si ibu penjual nasi goreng masih terus saja mengajak ngobrol saya dengan keramahan serta Bahasa Jawa Ngapak-nya yang khas. Obrolan mulai dari seputar Dieng, objek wisata, hal-hal mistis di Dieng, kriminal, politik, sepakbola, sampai wanita. Beuuhhh.. Si bapak bertanya kenapa saya datang ke Dieng hanya sendiri saja, tidak membawa teman wanita. Lhaaaa.. Saya kan datang untuk menyaksikan Dieng Culture Festival paak, bukan buat begituaan.. Setelah mata saya udah mulai sepet saya berpamitan pulang ke penginapan untuk istirahat. Besok pagi saya masih akan melanjutkan jalan-jalan saya di sekitaran Dieng.


http://www.wijanarko.net/2011/09/minimnya-pilihan-makan-malam-di-dieng.html
Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top