Dalam sebulan terakhir, sudah tiga kali saya hilir mudik Jakarta – Bali untuk suatu “bisnis”. Apa boleh buat, ngeblog pun sedikit terbengkalai. Jika Anda seorang penulis tentu tahu, sehari saja tidak menulis, ada kekosongan pada salah satu sudut perasaan. Percayalah, saya pun begitu.
Alhasil, sekalipun badan letih, pikiran penat… saya sempatkan untuk menulis. Celaka!!! Tidak ada signal sama sekali dari dalam kamar hotel. Baiklah… saya pun keluar dan mencari warnet. Beruntung, saya menemukannya sekitar 300 meter dari tempat saya menginap.
Well, ini tentang satu situs yang tidak bisa dilepas dari sejarah Sukarno, yakni Istana Tampak Siring. Istana yang dibangun di atas pura Tirtha Empul ini begitu banyak merekam kejadian seputar kehidupan Bung Karno, baik bersama tamu-tamunya, anak-anaknya, dan istri-istrinya. Banyak peristiwa lucu, tidak sedikit juga peristiwa menegangkan.
Salah satu tempat favorit Bung Karno untuk menuangkan ide-ide besar dalam pidato-pidatonya adalah di Tampak Siring. Di sini, ia bisa mengurung diri berhari-hari untuk menulis dan menuangkan gagasan-gagasannya. Jika Bung Karno sedang menulis, tidak satu pun yang boleh mengganggu. Sebaliknya, tidak satu pun pengawal atau ajudan boleh jauh-jauh darinya.
Karenanya, bisa jadi seharian sang pengawal dan ajudan hanya diam dan menunggu tanpa perintah apa pun. Tetapi tidak jarang, Bung Karno begitu rewel meminta ini dan itu. Tipikal seniman! Akan tetapi, seluruh staf Istana Tampak Siring sudah mengenal betul karakter tuannya.
Sekilas tentang Tampak Siring….
Di bawah Istana Presiden terdapat Pura Tirtha Empul yang mempunyai sumber air yang besar. Di pura Tirtha Empul terdapat peninggalan purbakala antara lain berupa lingga yoni dan Arca Nandi yang ditempatkan di belakang aling-aling pintu masuk Pura.
Desa Tampaksiring telah lama dikenal oleh dunia dan dapat dikunjungi dengan mudah sekali dari Denpasar dengan menempuh jarak sekitar 37 Km. Melalui Desa Mas yang mempunyai sejumlah toko-toko souvenir dan pemahat-pemahat yang terkenal seperti Ida Bagus Nyana, Ida Bagus Tilem dan lain-lainnya.
Di depan pura terdapat sebuah wantilan untuk keperluan upacara atau untuk berteduh bagi para pengunjung. Alam yang indah di tempat ini dengan Sungai Pakerisan yang mengalir tanpa henti-hentinya, begitu menyejukkan.
Suatu hari, saat Bung Karno menerima kunjungan Presiden Uni Sovyet, Kruschev, Bung Karno begitu bangga memamerkan alam Bali yang begitu indah. Tetapi tidak begitu sudut pandang Kruschev. Ia justru melihat begitu banyak rakyat Bali yang hidup miskin.
Ah, Bung Karno bias begitu mudah menangkis pandangan pesimistis Kruschev. Bung Karno bertutur panjang lebar tentang Hindu, tentang kasta-kasta, tentang kekuatan budaya masyarakat Bali… dan tentang bahagianya rakyat Bali setiap Bung Karno datang.
Terlebih, rakyat Bali ketika itu merasakan kejadian aneh dan ini sering terjadi. Setiap Bung Karno berkunjung ke Bali, ke tanah leluhur ibundanya, sekalipun musim kemarau, tak lama kemudian akan turun hujan. Masyarakat Bali pun percaya, dialah titisan Dewa Wishnu.
Dalam ajaran Hindu, Wisnu (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman. (roso daras)
Post a Comment Blogger Facebook