Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Diantara pertanyaan yang banyak nyangkut di KonsultasiSyariah.com adalah tentang onani. Uniknya, ini tidak hanya terjadi pada situs KonsultasiSyariah.com, laporan yang saya dapatkan dari situs pendidikan islam lainnya juga sama, banyak sekali pembaca yang menanyakan seputar onani. Kita tidak memiliki data statistik yang pasti tentang populasi pelakunya, namun yang jelas, banyaknya kasus semacam ini menunjukkan kedewasaan seksual masyarakat indonesia masih tergolong rendah.
Apakah Onani Membatalkan Puasa? Pertama, terlebih dahulu kita pahami bahwa onani hukumnya haram. Baik dilakukan di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Allah berfirman menceritakan sifat orang yang beriman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
Diantara sifat orang beriman, mereka yang menjaga kemaluan. Mereka tidak mennyalurkan syahwatnya kecuali kepada istri dan budak. Allah nyatakan, perbuatan semacam ini tidak tercela. Kemudian Allah tegaskan, bahwa orang yang menyalurkan syahwatnya selain kepada istri dan budak maka dia melampaui batas. Melampaui batas dengan melanggar apa yang Allah larang. Onani termasuk bentuk menyalurkan syahwat kepada selain istri atau budak. (Simak Tafsir As-Sa’di, hlm. 547).
Kedua, tentang hukum onani ketika puasa
Jumhur ulama dari madzhab hanafiyah, malikiyah, syafiiyah, dan hambali, serta lainnya menegaskan bahwa mengeluarkan mani secara sengaja tanpa hubungan badan, membatalkan puasa, baik dengan cara onani maupun lainnya.
Dalil masalah ini adalah hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي
Allah berfirman, “Puasa itu milik-Ku, Aku sendiri yang akan membalasnya. Orang yang puasa meninggalkan syahwatnya, makan-minumnya karena-Ku.” (HR. Bukhari 7492, Muslim 1151 dan yang lainnya).
Allah menyebutkan secara beruntun sifat orang yang puasa adalah meninggalkan makan, minum, dan syahwat biologis. Sehingga siapa yang meninggalkan salah satunya, tidak lagi disebut berpuasa, alias puasanya batal.
Dr. Khalid Al-Muslih pernah menjelaskan hadis qudsi dari Abu Hurairah di atas. Beliau mengatakan,
أن من تعمد إنزال المني بالاستمناء أو المباشرة لم يدع شهوته وقصر ذلك على الجماع فقط فيه نظر ظاهر للمتأمل
“Orang yang sengaja mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu, berarti tidak meninggalkan syahwatnya. Pendapat sebagian ulama bahwa hadis ini hanya berlaku untuk jimak adalah pendapat yang jelas tidak kuat, bagi orang yang merenungkannya.
Keterangan Para Ulama
Imam Ar-Rafii – salah satu ulama besar syafiiyah mengatakan,
المنى إن خرج بالاستمناء افطر لان الايلاج من غير انزال مبطل فالانزال بنوع شهوة اولي أن يكون مفطرا
Mani yang dikelrarkan dengan onani, membatalkan puasa. Karena jika hubungan intim tanpa terjadi keluar mani statusnya membatalkan puasa, maka onani dengan mencapai syahwat puncak lebih layak untuk membatalkan puasa. (Syarh Al-Wajiz Ar-Rafii, 6/396).
Imam Ibnu Baz mengatakan pendapat yang sama,
على من استمنى في رمضان أن يقضي اليوم، عليه أن يتوب إلى الله وأن يقضي ذلك اليوم؛ لأنه أفطر فيه بهذا الاستمناء، يعني صار في حكم المفطرين وإن لم يأكل ويشرب لكنه صار في حكم المفطرين فعليه القضاء
Orang yang melakukan onani ketika Ramadhan, dia wajib mengqadha puasanya. Dia harus bertaubat kepada Allah dan mengqadha puasanya. Karena pada hari itu dia membatalkan puasa dengan melakukan onani. Artinya, status dia sama denga orang yang tidak puasa, meskipun dia tidak makan, tidak minum. Namun statusnya sama dengan orang yang tidak puasa, dan dia wajib qadha.
[sumber: http://binbaz.org.sa/mat/19859%5D
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)
Post a Comment Blogger Facebook