GuidePedia

[imagetag]

Pemprov DKI Jakarta terus mengupayakan optimalisasi perjanjian hubungan kerja dengan pihak swasta. Beberapa perusahaan dengan pemilik berlabel pengusaha nasional coba menghindari kewajiban, terus diberi peringatan hingga langkah hukum ke meja hijau.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mencium penyimpangan kontrak kerja sama dengan beberapa perusahaan sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Kini pria yang akrab disapa Ahok itu mulai gerah dengan masalah tersebut.

Saat ini, beberapa kasus muncul satu persatu dengan perusahaan swasta tersebut. Sebagian besar perusahaan yang terlibat, rata rata berlatar belakang properti dengan status pemilik yang merupakan pengusaha besar di negeri ini. Berikut 4 pengusaha besar yang 'dilawan' Ahok seperti dirangkum merdeka.com:

1. Grup Bakrie
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memiliki cara tersendiri untuk membuat jera Bakrie Land Development yang selalu mangkir dalam memenuhi kewajiban untuk membangunkan fasilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Cara yang akan dilakukan dengan jalan tidak akan memuluskan pemberian izin pembangunan pada lahan milik Bakrie.

Selama ini Bakrie Land dinilai selalu menjual lahan miliknya kepada pengembang lain. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari pemenuhan kewajiban terhadap Pemprov.

"Dia mau jual kepada Pertamina. Dia juga jual kepada Sinarmas Group, kalau enggak salah. Nah, begitu Sinarmas Group mengajukan izin kepada kita, tahan! Dia bilang kan kami beli, ya kalau kita enggak tahan enak dong. Kewajibannya hilang dong. Kita enggak mau tahu. Supaya enggak ada lagi yang berani beli tanah dia kalau gitu. Ya kan? Kamu kalau enggak mau bereskan, kita enggak mau tahu. Enggak boleh dikerjain. Gitu caranya," ungkap Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/6).

Namun, Ahok tak akan jera untuk terus menagih Bakrie Land Development dalam memenuhi kewajiban untuk membantu Pemprov membangun fasilitas.

"Ditagih terus, mereka sekarang alasan, tanah pemda mana? Ya sudah kamu main begitu boleh," katanya.

Saat ini, ia menyuruh Jakpro untuk menyiapkan lahan 45-100 hektar di Cilincing Jakarta Utara yang nantinya akan dipergunakan sebagai bank tanah. Sehingga, pembagian lahan nantinya 20 persen dikomersilkan oleh Jakpro dan 80 persen dapat dipergunakan para pengembang untuk memenuhi kewajiban.

"Jadi kalau pengembang mau bangun rusun, ini tanahnya Jakpro kamu bangunin. Kayak gitu caranya. Cara mainnya begitu dong. Dia kan ngajak main begitu. Dia bilang enggak ada tanah Pemprov, ya sudah. Kalau kita mau beli tanah kan repot juga pemprov kan? Tunggu duit turun, tanah udah naik. Tugasin saja Jakpro beli tanah," jelasnya.

2. PT JIExpo


Paling terhangat disinyalir perseteruan terkait pembagian fee antara PT JIExpo selaku penyelenggara Pekan Raya Jakarta (PRJ) dengan Pemprov DKI Jakarta. Komisaris Utama PT JIExpo adalah Murdaya Poo, seorang pengusaha besar.

Pemprov DKI Jakarta menilai konsep pesta tahunan warga Jakarta itu mulai bergeser. Beberapa tahun terakhir, industri-industri besar mendominasi stan yang ada.

Ahok sendiri berencana, memindahkan PRJ dari Kemayoran, Jakarta Pusat. Konsepnya pun akan dikembalikan seperti semula. Pengisi stan yang ada didominasi industri kreatif dan rumahan serta pusat kuliner khas Jakarta.

Saking emosinya, mantan Bupati Belitung itu menyebut perusahaan milik suami terpidana suap Buol itu kurang ajar. Pasalnya setiap kali Pemprov DKI mau membuat stan akan dikenakan biaya senilai Rp 4 miliar.

"Tapi kalau mau jujur PT JIExpo juga kurang ajar. Masa Pemerintah mau bikin stan malah disuruh bayar mahal Rp 4 miliar. Tadinya saya bilang kalau dinas enggak boleh ikut semua. Akhirnya disepakati bahwa tahun ini dapat gratis tapi cuman tahun ini," jelasnya.

3. PT Priamanaya Djan Internasional
 

Kasus yang meruncing lainnya, status pelanggaran perjanjian antara PD Pasar Jaya terkait blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan PT Priamanaya Djan International (PDI) yang dimiliki Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) hingga memasuki Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum pengelola Blok A Pasar Tanah Abang, PT Priyamana Djan Internasional (PDI) membayar denda sebesar Rp 8 miliar. Majelis hakim menyatakan perusahaan itu terbukti melakukan pelanggaran perjanjian dengan PD Pasar Jaya.

Tidak sampai di situ, PN Jakarta Timur mengabulkan gugatan PDI proses pengelolaan Blok A Pasar Tanah Abang. Rencananya Pemprov DKI akan melakukan banding terkait hal tersebut.

"Salah satu isi sumpahnya adalah mempertahankan aset yang dimiliki Pemprov DKI agar jangan sampai hilang. Saya berada di bawah sumpah jabatan. Seluruh pasar tradisional itu adalah 100 persen aset Pemprov DKI yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Ya saya disumpah untuk mempertahankan aset ini," ujar Ahok di Mal Ciputra, Sabtu (11/5).

Karena itu, bila sidang putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memenangkan gugatan PT Priamanaya Djan International (PDI), maka Pemprov DKI akan melakukan langkah banding terhadap putusan tersebut. Hal itu karena sudah kewajiban bagi Pemprov DKI dalam mempertahankan asetnya.

"Lagian kita juga sudah pegang hasil audit investigatif BPKP kok. Selain mengajukan gugatan balik, kita akan minta PT PDI membayarkan kerugian negara yang telah dia timbulkan yaitu sebesar Rp 179 miliar," katanya.

4. Perusahaan properti nasional
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja terus mendesak perusahaan pengembang besar yang hingga kini belum juga melakukan kewajiban kepada Pemprov DKI Jakarta.

Seharusnya, perusahaan yang bergerak di bidang properti tersebut harus melakukan kewajibannya menjalankan kewajiban 20 persen untuk membantu Pemprov DKI dalam membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum).

Pembangunan taman, jalan, RTH itu bagian dari kewajiban pengembang untuk menyerahkan kewajiban minimal lahan tanah seluas 5000 meter persegi. Kewajiban pengembang ini merujuk SK Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban dari Para Pemegang SIPPT. SIPPT Adalah Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah.

"Kita udah tekan (Epincentrum). Udah tekan. Kita udah tau dia jual ke orang. Kita tekan. Makanya kalau gak mau bayar kita mau ini. Kita udah kirim surat kok," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/6).

Kepala Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Vera R Sari mengatakan, tidak hanya Grup Bakrie yang ditagih, masih banyak pengembang lain yang tidak menjalankan kewajibannya. "Summarecon, Agung Podomoro, Agung Sedayu Group. Yang gede-gede itu," kata Vera.

Seharusnya, pengembang-pengembang besar itu menyumbang fasos dan fasum. "Tergantung rencana kota, jadi misal punya lahan lalu lahan kita di overlay tata rencana kota yang ada, 5.000 meter persegi minimal, nah itu kalo di sana ada taman, jalan, RTH itu bagian dari kewajiban pengembang untuk menyerahkan," jelasnya.

Dapatkan Wisbenbae versi Android,GRATIS di SINI ! 
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !

Beli yuk ?

 
Top