GuidePedia

Maulud Nabi dalam Tinjauan Sejarah


Tanggal 12 Rabi’ul Awal telah menjadi salah satu hari istimewa bagi sebagian kaum muslimin. Hari ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah penyempurna, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Perayaan dengan berbagai acara dari mulai pengajian dan dzikir jamaah sampai permainan dan perlombaan digelar untuk memeriahkan peringatan hari yang dianggap istimewa ini. Bahkan ada di antara kelompok thariqot yang memperingati maulid dengan dzikir dan syair-syair yang isinya pujian-pujian berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Yang paling ekstrim, diantara mereka ada yang meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang mulia akan datang di puncak acara maulid. Pada saat puncak acara itulah, sang pemimpin thariqot tersebut memberikan komando kepada peserta dzikir untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang hanya diketahui oleh pemimpin thariqot.

Itulah salah satu sisi kelam adanya peringatan maulid, yang sejatinya bukan ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. selanjutnya, kita berpindah tinjauan sejarah untuk maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.

Kapankah Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam Dilahirkan?

Pada hakikatnya para ahli sejarah berselisih pendapat dalam menentukan sejarah kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, terutama yang terkait dengan bulan, tanggal, hari, dan tempat di mana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.

Pertama: Bulan kelahiran
Pendapat yang paling masyhur, beliau dilahirkan di bulan Rabi’ul Awal. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahkan dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai kesepakatan ulama. Klaim ijma’ ini tidak benar. Karena banyak pendapat lain yang menegaskan di luar Rabi’ul Awal.

Diantara pendapat lainnya, beliau dilahirkan di bulan Safar, Rabi’ul Akhir, dan bahkan ada yang berpendapat beliau dilahirkan di bulan Muharram tanggal 10 (hari Asyura). Kemudian sebagian yang lain berpendapat bahwa beliau lahir di bulan Ramadlan. Karena bulan Ramadlan adalah bulan di mana beliau mendapatkan wahyu pertama kali dan diangkat sebagai nabi. Pendapat ini bertujuan untuk menggenapkan hitungan 40 tahun usia beliau shallallahu ‘alahi wa sallam ketika beliau diangkat sebagai nabi. Sebagaimana keterangan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس بالطويل البائن ولا بالقصير … بعثه الله تعالى على رأس أربعين سنة فأقام بمكة عشر سنين

“Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam tidak terlalu tingi dan tidak pendek….. Allah mengutusnya di awal usia 40 tahun. Kemudian tinggal di Mekah selama 10 tahun.” (HR. Bukhari & Muslim).

Kedua: Tanggal kelahiran
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin. Kemudian beliau menjawab: “Hari senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan peryama kali aku mendapat wahyu.” Akan tetapi para ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal berapa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan. Di antara pendapat yang disampaikan adalah: Hari senin Rabi’ul Awal (tanpa ditentukan tanggalnya), tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal.

Pendapat yang lebih kuat
Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al-Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya, disimpulkan bahwa hari senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. (ar-Rahiqum al-Makhtum, al-Mubarakfuri).

Tanggal Wafatnya Beliau
Para ulama ahli sejarah menyatakan bahwa beliau meninggal pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H dalam usia 63 tahun lebih empat hari. (ar-Rahiqum al-Makhtum, al-Mubarakfuri).

Satu catatan penting yang perlu kita perhatikan dari dua kenyataan sejarah di atas. Antara penentuan tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan tanggal wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa sallam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ulama tidak banyak memberikan perhatian terhadap tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Karena penentuan kapan beliau dilahirkan sama sekali tidak terkait dengan hukum syari’at.

Beliau dilahirkan tidak langsung menjadi nabi, dan belum ada wahyu yang turun di saat beliau dilahirkan. Beliau baru diutus sebagai seorang nabi di usia 40 tahun lebih 6 bulan. Hal ini berbeda dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seolah para ulama sepakat bahwa hari wafatnya beliau adalah tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Hal ini karena wafatnya beliau berhubungan dengan hukum syari’at. Wafatnya beliau merupakan batas berakhirnya wahyu Allah yang turun. Sehingga tidak ada lagi hukum baru yang muncul setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.

Sehingga ada satu pertanyaan yang layak kita renungkan, tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih dekat sebagai tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ataukah tanggal wafatnya Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam?? Melihat pendekatan ahli sejarah di atas, tanggal 12 Rabi’ul Awal lebih dekat dengan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam masalah tanggal kelahiran, para ulama ahli sejarah berselisih pendapat, sementara dalam masalah wafatnya penulis ar-Rahiqum al-Makhutm tidak menyebutkan adanya perselisihan.

Memahami hal ini, setidaknya kita bisa renungkan, tanggal 12 Rabi’ul Awal yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada hakikatnya lebih dekat pada peringatan hari wafatnya Nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dibanding peringatan hari kelahiran beliau.

Dengan membaca ini, barangkali anda akan teringat dengan sikap kaum nasrani terhadap nabi Isa ‘alahis salam. Mereka menetapkan tanggal 25 Desember sebagai peringatan kelahiran Isa. Mereka beranggapan bahwa itu adalah tanggal kelahiran Yesus. Padahal sejarah membuktikan bahwa Yesus tidak mungkin dilahirkan di bulan Desember. Karena mereka sendiri-pun pada hakikatnya tidak memiliki bukti yang nyata tentang natalan (peringatan kelahiran nabi Isa). Tidak dari sejarah, tidak pula dari kitabnya.

Sejarah Munculnya Peringatan Maulid

Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, yang mereka menamakan dirinya sebagai bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan Ahli Bait (keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam). Disebutkan bahwa kelompok batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka. Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat, tabi’in dan para Tabi’ tabi’in. Al Hafid As Sakhawi mengatakan: “Peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari seorangpun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam Islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”

Pada hakikatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid an-Nabawi karya Abdul Karim al-Hamdan)

Siapakah Bani Fatimiyah

Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syi’ah pengikut Ubaid bin Maimun al-Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syi’ah yang menentang ahlu sunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya. Berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin al-Ayyubi pada tahun 564 H. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).

Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok Syi’ah al-Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok al-Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Diantaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jamaah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir, 11:252).

Siapakah Abu Ubaid al-Qoddah

Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad. Digelari dengan al-Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang yahudi yang membenci Islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Alquran itu memiliki makna batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus diantara kelompok mereka. Maka dia merusak ajaran Islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima dan tidak diketahui oleh orang lain. (al-Ghazwu al-Fikr dan ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).

Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan al-Mahdi al-Muntadhor (al-Mahdi yang dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far ash-Shadiq melalui pernikahan rohani (nikah non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said bin Ahmad al-Qoddah. Dan terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan Muhammad bin Ja’far ash-Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak diantara orang-orang bodoh daerah afrika yang membenarkan dirinya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir & ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).

Sikap Para Ulama Terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)

Para ulama ahlus sunnah telah menegaskan status kafirnya bani ini. Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menshalati jenazah mereka, tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang selayaknya diberikan kepada orang kafir. Diantara ulama Ahlus Sunnah yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah Syaikh Abu Ishaq as-Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman al-Khoulani menceritakan:

“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…’”

Diantara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ al-Qotthan. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi).

Setelah kita memahami hakikat peringatan maulid yang sejatinya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran bani Ubaidiyah. Itu artinya, peringatan maulid yang dianggap sebagai syiar, sejatinya syiar aliran syiah dan bukan syiar Islam.
Sebagai kaum muslimin yang membenci Syi’ah, apalagi yang beralran ekstrim seperti bathiniyah, tidak selayaknya melestarikan syi’ar yang merupakan bagian dari ajaran pokok mereka.

Apakah peringatan maulid bukti cinta kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?

Anda tentu meyakini, orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah keluarga beliau dan para sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Sementara di awal kita telah sepakat, peringatan ini belum pernah ada di zaman sahabat maupun tabi’in, bahkan tabi’ tabi’in. Abu Bakr ash-Shiddiq tidak pernah merayakan maulid, Umar juga tidak pernah, Utsman juga tidak merayakan maulid, demikian pula Ali bin Abi Thalib. Hasan dan Husain, cucu kesayangan beliau juga tidak pernah merayakan maulid. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan para ulama pelopor Islam lainnya, tidak tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.

Seorang penyair mengatakan:
لو كنت صادقا في حبه لأطعته *** إن المــحب لمن يحـب مطيـع
Jika cintamu jujur tentu engkau akan mentaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai…
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq

Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Beli yuk ?

 
Top