GuidePedia


Bogor: Pernah merasakan beras tiruan alias beras analog? Tengok reaksi Wakil Presiden Boediono saat mencicipi nasi tumpeng yang berbahan dasar beras tiruan. Saat mencicipi sesuap nasi analog, tidak ada komentar yang keluar dari mulut Boediono. Ekspresi wajah Wapres memperlihatkan kepuasan atas rasa beras tiruan itu.

Wapres Boediono mencicipi beras analog sebelum mengisi orasi ilmiah pada Sidang Terbuka Dies Natalis IPB ke-49 di Grha Widya Wisuda Kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/9). Boediono berkeliling menyambangi berbagai stand pameran di lobi gedung. Saat berada di salah satu stand, Boediono diminta mencicipi nasi tumpeng dari beras tiruan.

Raut wajah Boediono sempat ragu. Namun, ia tak kuasa menolak tawaran untuk mencicipi nasi tiruan itu. Wapres juga sempat menimang satu sisir pisang raja buluh hasil inovasi Pusat Kajian Buah Tropika Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB. Pisang nan eksotik ini, menurut Kepala Pusat Kajian Buah Tropika Dr Sobir, cocok dikonsumsi penderita diabetes.

Institut Pertanian Bogor (IPB) saat ini tengah mengembangkan hasil penelitian beras analog.

Beras analog ini sebuah istilah yang juga bisa disebut sebagai beras tiruan, atau juga beras artifisial. Artinya bukan beras yang digiling dari padi. Tetapi beras yang dibuat dari beberapa campuran bahan seperti jagung, sorgum, sagu, ubi jalar, kedelai, dan kacang merah.

Menurut Slamet Budijanto, seorang peneliti dari IPB, beras analog ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan beras analog yang pernah ada sebelumnya. Sebab beras dengan bahan baku murni lokal ini bisa didesain untuk banyak fungsi seperti untuk penderita diabetes dan untuk kandungan tinggi serat.

"Beras analog ini bisa didesain tinggi kandungan serat,atau untuk keperluan lain yang tak bisa didapat dari beras konvensional," kata Budi. Kelebihan penggunaan beras analog ini selain awet dan tahan lama juga tak perlu dicuci saat akan menanaknya.Hasil tanaknya berupa nasi sama persis dengan nasi dari beras yang asli.

Sebenarnya berbagai perguruan tinggi sudah lama mengembangkan beras analog ini termasuk yang dilakukan di Tiongkok dan Filipina. Dua negara ini juga sudah mengembangkan produksi beras analog ini.

Hanya saja Indonesia sampai saat ini belum melakukan produksi massal terhadap beras analog ini. Sebab biaya produksinya termasuk masih mahal dengan tingkat konsumsi yang rendah. Sebab beras analog ini belum banyak dikenal di semua kalangan.

Beras analog ini berharga sekitar Rp 9.000 sampai Rp 14.000 perkilogramnya tergantung dari formula kandungan yang diinginkan. Budijanto mengatakan beras analog ini cocok untuk kalangan menengah atas yang lebih mementingkan fungsi daripada harga.

Harga tersebut bisa turun lebih murah lagi jika pemerintah berinisiatif untuk memproduksinya secara massal dan bisa dikonsumsi untuk semua kalangan. Sehingga Indonesia tak tergantung dari beras impor lagi. (red)


REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR-- Kehadiran beras analog karya Institut Pertanian Bogor, menurut Menteri Pertanian, Suswono, membuktikan Indonesia mampu berinovasi menciptakan banyak mode pangan.

"Beras analog ini salah satu inovasi IPB, bahan utamanya berasal dari negeri sendiri seperti singkong, sagu dan jagung. Ini adalah bukti, bahwa Indonesia mampu menciptakan, mode pangan berbeda," kata Menteri saat meluncurkan beras analog dalam acara Dies Natalis IPB ke-49, di Kampus Dramaga, Bogor, Sabtu (1/9).

Menteri mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memproduksi beras terbesar di dunia. Namun, Indonesia juga konsumen beras terbesar sehingga kebutuhan akan beras sangat besar.

Hadirnya inovasi beras analog, lanjut Menteri, dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Karena lanjut menteri sumber karbohidrat tidak hanya dari beras tapi banyak sumber lainnya.

"Indonesia kaya akan sumber pangan. Sumber karbohidrat tidak hanya beras, tapi dari pangan lainnya seperti ubi, sagu, singkong, jagung dan masih banyak lagi," kata Menteri dihadapan 4.200 mahasiswa baru IPB angkatan 49.

Menteri menyebutkan, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan krisis pangan. Ia optimistis Indonesia tidak akan mengalami krisis pangan karena sumber karbohidrat di Indonesia tidak hanya bersumber dari beras.

Menteri berharap setelah beras analog diluncurkan, dapat disambut oleh pihak industri untuk diproduksi dalam jumlah banyak dan disosialisasikan. Menteri juga mengharapkan para mahasiswa IPB memberikan contoh, agar rakyat Indonesia makan beras tidak hanya bersumber dari beras tapi dari sumber karbohidrat lainnya.

Berikut wawancara dengan Direktur Technopark IPB terkait beras ini boi..

KBR68H - Apa jadinya jika nasi yang kita makan bukan berasal dari beras? Tapi bentuknya sama seperti beras. Peneliti Institut Pertanian Bogor baru-baru ini melahirkan produk pangan alternatif mirip beras, yang diberi nama 'beras analog'. Apa Keunggulan dari beras tiruan ini? Direktur Technopark IPB, Slamet Budijanto, memaparkannya dalam perbincangan berikut ini.

Apakah sama dengan tepung-tepung yang sudah ada bahwa itu hasil kombinasi dari berbagai tepung terus dibuat seperti beras begitu? apa keistimewaan dari produk ini?

Jadi sebetulnya tepatnya produk pangan irit beras. Artinya bentuknya persis beras, kemudian rupanya saja yang tidak persis sama beras, karena bahannya dari tepung-tepung yang warnanya bisa macam-macam. Jadi benar-benar kita desain untuk menggunakan tepung selain beras dan selain tepung terigu.

Apakah produk ini sudah bisa diproduksi secara massal?
Jadi penelitiannya dalam skala pabrik kecil. Karena kebetulan kita mempunyai mesin yang skalanya besar, jadi penelitiannya dalam skala besar bukan skala lab yang 100 gram, kalau kita membuat formula ini skalanya 5 kilogram. Jadi belum diproduksi tapi bisa menuju ke arah sana.

Sudah layak konsumsi?
Sudah. Kemarin 20 orang wartawan datang kita sajikan, jadi kita masak beras yang unik.

Kalau melihat komposisinya campuran-campuran begini apakah kadar-kadar kandungan dari vitamin dan protein juga menyusut?
Kalau berasnya cukup tidak masalah, yang jadi masalah karena kita menggantungkan pada beras, jadi beras itu menjadi komoditas. Jadi kurang sedikit saja sudah ribut, padahal kita punya sumber karbohidrat selain beras itu sangat banyak sekali dan itu bisa dibuat beras. Kalau masalah kekhawatiran gizi itu justru kita bisa membuat beras ini bisa lebih baik dari beras aslinya, misalkan protein kita bisa lebih banyak dari beras aslinya tidak masalah, itu gampang.

Kalau soal rasanya bagaimana?
Rasanya sama. Jadi kemarin yang kita sajikan itu yang pulen, tapi kalau misalkan untuk nasi goreng yang pera' juga bisa dengan mengatur komposisinya kita bisa buat macam-macam.

Jadi kapan akan diproduksi massal?
Saya kemarin dari Surabaya, sebenarnya yang menghubungi saya sudah ada tiga calon investor tertarik untuk memproduksi ini. Kemudian kemarin saya meeting dengan salah satu investor di Surabaya, dia sangat tertarik dan dia mau siapkan pabriknya, kemudian kita lagi search seberapa banyak dukungan bahan baku yang bisa kita gunakan, rencananya tahun ini.

Bagaimana dengan harganya?
Jadi kita bidikan nanti beras sehat, jadi segmentasinya menengah dulu ke atas. Kenapa, karena kalau kita tarik ke menengah ke bawah, nanti takut kita gagal, dulu pada tahun 70-an kita pernah buat beras seperti ini tapi segmentasinya menengah bawah. Orang menengah bawah beras itu status sosial, jadi kalau sudah makan beras nanti pindah dianggapnya miskin lagi. Tapi kalau orang menengah atas beras itu bukan status sosial jadinya gampang, saya perkirakan harganya antara Rp 9 ribu sampai Rp 14 ribu dan itu untuk beras sehat jauh lebih murah daripada beras sehat yang tersedia sekarang. Katakanlah beras yang dari India yang untuk diabets itu harganya Rp 35 ribu atau berapa, ini kita bisa jauh lebih murah, nanti kalau sudah massal mestinya bisa turun lagi.

Apakah ada BUMN yang tertarik untuk mengembangkan ini?
Jadi kemarin itu Pak Menteri ceramah di IPB, waktu itu Pak Dahlan menantang siapa yang bisa membuat beras. Kebetulan yang kerjakan tiga mahasiswa S1 saya untuk tugas akhir, sebetulnya penelitiannya dari 2011, dananya dari Kementerian Riset dan Teknologi tapi 2011 belum jadi berasnya, bentuknya seperti pelet tidak runcing. Kemudian Februari kemarin titik kritisnya sudah sudah kita kuasai, ada tiga orang anak-anak saya ini pada waktu Pak Dahlan datang ada kesempatan bertanya, disampaikan oleh anak bimbing saya dan akhirnya tiga orang ini diberangkatkan ke luar negeri hadiahnya oleh Pak Dahlan.

nih gambar beras tiruannya boi..



Lihat yg lebih 'menarik' di sini !

Beli yuk ?

 
Top