Dulu sering sekali mempertanyakan hal ini, jika seorang laki-laki mempunyai sosok Nabi Muhammad sebagai teladan utama, lalu bagaimana dengan kaum wanita? Siapa teladan terbaik bagi mereka? Karena menurut saya, tidak mungkin bagi seorang wanita, apalagi dalam Islam, untuk di ombang-ambing tidak jelas, termasuk di dalamnya perihal keteladanan.
Dan akhirnya, saya menemukan jawabannya, sebuah jawaban yang diberikan oleh ia yang ucapannya selalu mengandung hikmah dan pembelajaran.
“Yang sempurna dari kaum lelaki sangatlah banyak, tetapi yang sempurna dari kaum wanita hanyalah Maryam binti Imran, Asiyah binti muzahim, Khadijah binti khuwailid dan Fatimah binti Muhammad. Sedangkan keutamaan Aisyah atas seluruh wanita adalah seperti keutamaan tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah) atas segala makanan yang ada.” (HR Bukhari)
“Cukuplah wanita-wanita ini sebagai panutan kalian. Yaitu Maryam binti Imran, Khadijah binti khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah binti muzahim, istri fir’aun.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah istri fir’aun.” (HR Ahmad)
Sudah sewajarnya, kita sebagai umat Islam, tahu tentang kisah mereka, para wanita terbaik dunia dan akhirat, terutama kaum hawa. Bacalah biografi mereka dan dapatkan hikmah terbaik dari mereka. Apa yang akan disampaikan di sini hanya sebagian kecil saja. Namun, mudah-mudahan memberikan hikmah bagi kita semua.
Asiyah Binti Muzahim
Sebuah keniscayaan, bagi mereka yang Allah muliakan di dunia dan akhirat untuk mengalami ujian yang berat untuk menentukan kadar kualitas mereka. Tentulah kita sudah familiar akan siksaan dahsyat yang dialami Asiyah binti Muzahim, sampai ia harus meregang nyawa di bawah salib dan terik panas matahari, setelah sebelumnya disiksa dengan siksaan yang berat. Sampai-sampai Allah membocorkan sedikit rahasia-Nya dengan menampakkan istana surga pada Asiyah. Benar-benar sebuah pembelajaran iman bagi kita. Inilah konsekuensi terberat dari makna keimanan.
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mudalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS. Attahrim: 11)
Dari Asiyah pula kita belajar akan fitrah indah dari seorang wanita, ketika Allah menganugerahkan kasih sayang kepadanya saat Musa kecil dihanyutkan d sungai Nil. Refleks saja baginya untuk meminta kepada firaun untuk mengasuh Musa kecil. Dan Fir’aun pun, seperti kebanyakan laki-laki lainnya, kadang tak kuasa jika berhadapan dengan keinginan wanita. Fitrah yang sering kita lihat, dari ibu kita, kakak atau adik perempuan kita, serta kaum wanita lainnya, mudah sekali bagi mereka untuk menampakkan kasih sayangnya, terutama pada anak kecil. Lihat betapa luwesnya mereka. Bandingkan dengan kaum ayah yang untuk menggendong saja banyak yang kaku.
“Dan berkatalah istri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.: (QS. Al-qoshos: 9)
Dari Asiyah pula kita belajar tentang arti kesabaran. Kita bisa membayangkan jika mempunyai pasangan seperti fir’aun dengan sifatnya yang congkak, bahkan mengaku sebagai Tuhan. Pastinya harus luar biasa sabar menghadapi orang seperti ini.
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-qoshos: 4)
Asiyah juga menggambarkan dengan jelas, jika keimanan sudah terpatri kuat dalam hati, lingkungan yang luar biasa penuh dengan nuansa kemusyrikan dan kekufuran tidak menggoyahkan keimanannya sedikit pun. Apalagi mereka yang mendapati dalam hidupnya nuansa penuh dengan keimanan, harus benar-benar bersyukur.
Dan mungkin, inilah bagian yang sedikit sulit untuk saya kemukakan, seperti yang telah saya sebutkan, Asiyah lebih memilih kematian daripada menggadaikan keimanannya. Bayangkan, pengorbanan yang telah ia lakukan, semua fasilitas terbaik sebagai seorang permaisuri, semua materi yang ada dan semua kenikmatan dunia terbaik yang telah menyatu dalam kehidupannya. Semuanya dia korbankan. Entah bisa kita bandingkan dengan wanita zaman sekarang atau tidak, katanya realistis padahal aslinya materialistis, menuntut berlebihan pada ayah atau suaminya. Kita benar-benar banyak mendapatkan hikmah dan pembelajaran dari kehidupanmu, wahai permaisuri Mesir yang dirahmati Allah.
Maryam Binti Imran
Dan inilah wanita kedua, seorang wanita yang namanya paling masyhur di dunia dan akhirat. Jika kita coba hitung, lebih dari 3/5 penduduk dunia saat ini, umat Islam dan nasrani, tahu namanya. Namanya begitu harum, sampai-sampai menjadi nama seorang wanita yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an, bersanding dengan nama ayahnya yang mulia pula. Dialah Maryam binti Imran, namanya terabadikan dalam Al-Qur’an surat ke-19, sedangkan nama ayahnya pada surat ke-3. Sebuah penghargaan yang luar biasa yang Allah berikan.
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Al-Imran: 42)
Hikmah pertama yang bisa kita ambil adalah bagaimana ‘gen’ orang tua berpengaruh langsung kepada anaknya. Imran dan Hanna sebagai orang tua dari Maryam adalah orang yang terkenal akan kesalehan dan track record kebaikannya. Wajar jika kemudian Maryam menjadi sosok yang banyak diinginkan oleh kaumnya ketika ia dilahirkan. Bukankah hak pertama seorang anak adalah dilahirkan dari seorang wanita yang shalih??
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”.” (QS. Maryam: 28)
Kedua, lingkungan tumbuh kembang seorang Maryam kecil sangat kondusif. Kita semua tahu, Maryam akhirnya diasuh oleh nabi Zakariya setelah masyarakat luas berlomba untuk mengasuhnya. Maryam kemudian ditempatkan khusus di mihrab Baitul Maqdis. Sebuah lingkungan yang begitu bagus dan istimewa (di asuh oleh nabi) untuk menjadikannya seorang wanita yang super shalihah dan super dekat dengan Allah. Bahkan, disebutkan bahwa Maryam adalah sosok wanita yang tidak pernah meninggalkan qiyamulail dan memiliki waktu puasa yang khusus, yaitu 2 hari berpuasa dan 1 hari berbuka.
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Imran: 43)
Dalam buku 4 wanita terbaik dunia dan akhirat karya Ali Awudh Uwaidhoh disebutkan bahwa Maryam mengandung Nabi Isa AS pada usia 13 tahun. Ini menandakan kedewasaan yang terbentuk pada jiwa dan diri Maryam, sehingga Allah kemudian mengujinya dengan kehamilan tanpa ayah dan menjadikannya seorang ibu bagi nabi yang mulia.
“Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.” (QS. At-Tahrim: 12)
Tibalah bagi Maryam dan anaknya untuk hijrah ke negeri Mesir dikarenakan keamanan yang memburuk di negeri para nabi, 12 tahun lamanya dia menetap di Mesir, perjuangan membesarkan nabi Isa AS dilakukannya dengan penuh kesabaran, jangan dikira Maryam hanya santai-santai saja di sana, perjuangannya untuk memberikan makan anaknya dilakukan sendiri dengan menjadi buruh tani gandum, sekali lagi, semua ini dilakukan oleh seorang Maryam, wanita terbaik dunia akhirat. Coba kita bayangkan perjuangannya, perjalanan jauh dari Palestina ke Mesir, panas terik di ladang sambil membesarkan nabi Isa as. Dan, kita tahu bersama hasil didikan Maryam, seorang nabi yang terkenal karena kesantunan dan kasih sayangnya. Sampai akhir hayatnya, Maryam selalu setia mendampingi putranya dalam menyebarkan agama tauhid di masyarakat. Benar-benar menjadi teladan sejati wanita seantero dunia.
Khadijah Binti Khuwailid
Inilah sosok wanita yang tak kalah supernya, beliau merupakan istri al amin, Muhammad. Butuh keberanian yang tinggi untuk ‘nembak duluan’ bagi seorang wanita, Khadijah yang memang melihat keistimewaan dan budi pekerti yang luhur dari Muhammad, tentu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bersanding dengan sosok seperti Muhammad. Dan tentu saja, apa yang dilakukannya membutuhkan mental baja, terlebih dengan backgroundnya sebagai janda. Tapi apakah perbuatannya itu membuat dirinya menjadi hina? Tidak sama sekali.
Gambaran sosok Khadijah sebenarnya cukup simpel, Khadijah adalah teladan sejati para istri dalam rangka ketaatannya pada suami. Khadijah adalah wanita pertama yang mengakui kenabian suaminya, karena memang dia yang paling paham karakter dan sifat dari suaminya.
“Demi Allah, sesungguhnya Allah selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah sungguh engkau telah menyambung tali silaturahim, jujur dalam berkata, membantu orang yang tidak bisa mandiri, engkau menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamu, dan menolong orang-orang yang terkena musibah” (HR Al-Bukhari I/4 no 3 dan Muslim I/139 no 160)
Dan kita semua tahu bagaimana support terbaik diberikan Khadijah kepada baginda rasul, dengan konsekuensi yang tidak murah dan mudah. Hampir semua harta yang ia dan Nabi Muhammad miliki, digunakan untuk pergerakan dakwah Islam. Ia rela membersamai Rasulullah selama 3 tahun dalam embargo ekonomi dan sosial yang dilakukan kaum kafir Quraisy, coba sejenak kita bayangkan kondisi embargo yang membuat Bani Hasyim harus makan rumput kasar padang pasir. Dan Ia, tetap setia, sekali lagi, ia tetap setia kawan.
“Dia (Khadijah) beriman kepadaku di saat orang-orang mengingkari. Ia membenarkanku di saat orang mendustakan. Dan ia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tiada mau”. (HR. Ahmad)
Wajar jika baginda rasul sendiri tidak bisa menduakan Khadijah selama ia hidup, padahal Rasul mampu melakukan itu. Bahkan setelah Khadijah wafat pun butuh waktu lebih dari 1 tahun bagi baginda rasul sampai kemudian menikah lagi. Memang ada seorang laki-laki yang mampu menyakiti hati dan melupakan sosok seperti Khadijah? Penulis rasa tidak ada.
Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Belum pernah aku cemburu kepada istri-istri nabi lainnya kecuali kepada Khadijah, padahal aku belum pernah bertemu dengannya.” Ia melanjutkan setiap kali Rasulullah menyembelih seekor kambing beliau berkata ”Kirimlah daging ini kepada teman-teman Khadijah!” Pada suatu hari aku membuat beliau marah. Aku berkata:”Khadijah?”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:”Sesungguhnya aku telah dianugerahi rasa cinta kepadanya.” (HR. Muslim)
Jangan tanya tentang kemandirian yang ada pada diri Khadijah. Dialah salah satu saudagar Mekah yang sukses, sebuah pelajaran penting bagi kaum hawa untuk menjadi pribadi yang mandiri dan profesional. Rumah tangga yang di bangun bersama Muhammad pun termasuk rumah tangga yang santun dan dewasa karena dalam keberjalanannya tidak pernah sekalipun mereka beradu kata-kata kasar, apalagi hujatan. Bahkan Khadijah tidak pernah ‘manyun’ di hadapan Muhammad, pun setelah ia diangkat menjadi Rasul. Khadijah benar-benar menjadi teladan sejati para istri.
Dan setiap apa yang dilakukannya mendapatkan balasan terbaik dari Rabbnya. Bersabda Rasulullah saw: “Wahai Khadijah, ini malaikat Jibril telah datang dan menyuruhku untuk menyampaikan salam dari Allah kepada-mu dan memberikan kabar gembira kepadamu dengan rumah yang terbuat dari kayu, tidak ada keributan dan rasa capai di dalamnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Fatimah Binti Muhammad
Dan inilah yang terakhir. Ia merupakan cahaya mata baginda rasul. Jika ingin tahu sifat, karakter, cara bicara bahkan cara berjalan rasul versi perempuan, maka ialah yang paling mirip dengannya. Ia adalah Fatimah binti Muhammad.
“Saya tidak melihat seorang pun yang cara berjalan, tingkah laku, pembicaraan, dan saat berdiri juga duduknya yang sangat mirip dengan Rasulullah selain Fatimah.” (HR Tirmidzi)
Dari ketiga nama sebelumnya, mungkin Fatimah adalah contoh terbaik bagi wanita yang menginjak masa dewasa. Fatimah kecil adalah saksi pembangkangan kafir Quraisy terhadap apa yang dibawa oleh ayahnya. Ialah yang kemudian membersihkan pakaian rasul, saat kotoran ditimpakan padanya. Ia pula yang kemudian dengan lantang berorasi di depan kaum kafir yang menyakiti baginda rasul. Sungguh wanita yang sangat pemberani. Setidaknya ‘kecerewetan’ seorang wanita di tempatkan proporsional olehnya.
Fatimah juga mendapatkan tempa ujian yang dahsyat. Dari kecil, dia membersamai orang tuanya dalam embargo, membuatnya kehilangan masa kecil yang seharusnya nyaman dan mengasyikkan. Saat usianya belasan, ia harus rela untuk ditinggalkan sang ibu dan saudari-saudarinya yang lain satu per satu. Bayangkan betapa beratnya ditinggal ibu dan saudari-saudari tercinta dalam kurun waktu yang tidak telalu lama. Namun, bukan Fatimah namanya jika tidak tegar menghadapi ujian. Bahkan kemudian ia yang mengurusi setiap kebutuhan dari ayahandanya. Benar-benar contoh bakti yang luar biasa, itulah sebabnya ia terkenal dengan sebutan Ummu Abiha (anak yang menjadi seperti ibu bagi ayahnya).
Dan tentu saja, tak lengkap jika membicarakan Fatimah, namun tidak membicarakan kisahnya bersama suaminya, Ali bin abi Thalib. Kisah cinta mereka berdua memang menjadi teladan bagi muda-mudi dalam mengontrol setiap apa yang berkecamuk dalam hatinya. Rasa yang ada di hati Fatimah, tersimpan sangat rapi. Kata cinta, terucapkan hanya ketika ia yang telah mengusik hatinya, Ali bin Abi Thalib, telah menjadi penyempurna separuh agamanya. Hal yang sangat langka untuk kurun waktu sekarang.
Dari kehidupan Fatimah, kita juga mungkin banyak belajar tentang makna kesederhanaan dan penerimaan. Kita tentu paham dengan kehidupan keluarganya yang pas-pasan, menuntutnya untuk lebih banyak berkorban dan bekerja dengan tangannya sendiri. Kehidupan awal-awal rumah tangga untuk pasangan muda. Padahal dia adalah putri kesayangan Rasul, manusia termulia. Coba sedikit kita renungkan nasihat nabi sekaligus ayah kepada putri kesayangannya ini.
“Kalau Allah menghendaki wahai Fatimah, tentu lumpang itu akan menggilingkan gandum untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki agar ditulis beberapa kebaikan untukmu, menghapuskan keburukan-keburukan serta hendak mengangkat derajatmu
Wahai Fatimah, barangsiapa perempuan yang menumbukkan (gandum) untuk suami dan anak-anaknya, pasti Allah akan menuliskan untuknya setiap satu biji, satu kebaikan serta menghapuskan darinya setiap satu biji satu keburukan. Dan bahkan Allah akan mengangkat derajatnya.
Wahai Fatimah, barang siapa perempuan berkeringat manakala menumbuk (gandum) untuk suaminya. Tentu Allah akan menjadikan antara dia dan neraka tujuh khonadiq (lubang yang panjang).
Wahai Fatimah, manakala seorang perempuan mau meminyaki kemudian menyisir anak-anaknya serta memandikan mereka, maka Allah akan menuliskan pahala untuknya dari memberi makan seribu orang lapar dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
Wahai Fatimah, bilamana seorang perempuan menghalangi (tidak mau membantu) hajat tetangganya, maka Allah akan menghalanginya minum dari telaga “Kautsar” kelak di hari Kiamat.
Wahai Fatimah, lebih utama dari itu adalah kerelaan suami terhadap istrinya. Kalau saja suamimu tidak rela terhadap engkau, maka aku tidak mau berdo’a untukmu. Apakah engkau belum mengerti wahai Fatimah, sesungguhnya kerelaan suami adalah perlambang kerelaan Allah sedang kemarahannya pertanda kemurkaan-Nya.
Wahai Fatimah, manakala seorang perempuan mengandung janin dalam perutnya, maka sesungguhnya malaikat-malaikat telah memohonkan ampun untuknya, dan Allah menuliskan untuknya setiap hari seribu kebaikan serta menghapuskan darinya seribu keburukan. Manakala dia menyambutnya dengan senyum, maka Allah akan menuliskan untuknya pahala para pejuang. Dan ketika dia telah melahirkan kandungannya, maka berarti dia ke luar dari dosanya bagaikan di hari dia lahir dari perut ibunya.
Wahai Fatimah, manakala seorang perempuan berbakti kepada suaminya dengan niat yang tulus murni, maka dia telah keluar dari dosa-dosanya bagaikan di hari ketika dia lahir dari perut ibunya, tidak akan keluar dari dunia dengan membawa dosa, serta dia dapati kuburnya sebagai taman di antara taman-taman surga. Bahkan dia hendak diberi pahala seribu orang haji dan seribu orang umrah dan seribu malaikat memohonkan ampun untuknya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa orang perempuan berbakti kepada suaminya sehari semalam dengan hati lega dan penuh ikhlas serta niat lurus, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan kepadanya pakaian hijau (dari surga) kelak di hari Kiamat, serta menuliskan untuknya setiap sehelai rambut pada badannya seribu kebaikan, dan Allah akan memberinya (pahala) seratus haji dan umrah.
Wahai Fatimah, manakala seorang perempuan bermuka manis di depan suaminya, tentu Allah akan memandanginya dengan pandangan ‘rahmat’.
Wahai Fatimah, bilamana seorang perempuan menyelimuti suaminya dengan hati yang lega, maka ada Pemanggil dari langit memanggilnya “mohonlah agar diterima amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang belum lewat”.
Wahai Fatimah, setiap perempuan yang mau meminyaki rambut dan jenggot suaminya, mencukur kumis dan memotongi kukunya, maka Allah akan meminuminya dari ‘rahiqil makhtum dan sungai surga, memudahkannya ketika mengalami sakaratil maut, juga dia hendak mendapati kuburnya bagaikan taman dari pertamanan surga, serta Allah menulisnya bebas dari neraka serta lulus melewati shirat”
Namun, kita tentu bisa lihat, hasil dari apa yang ia lakukan, dari setiap ujian dan dari setiap pengorbanan yang dilakukannya. Allah mengangkat derajatnya dunia akhirat dan melahirkan dari rahimnya anak-anak yang menjadi penerus keturunan Rasulullah. Walaupun, hidupnya tidak lebih dari 30 tahun, namun inspirasi yang diberikan Fatimah sewajarnya terus hidup bagi wanita-wanita mukmin setelahnya. Termasuk generasi kita sekarang.
Demikian saudara-saudariku sedikit kisah wanita terbaik dunia akhirat. Dari kisah di atas, kita bisa mengambil banyak sekali persamaan yang ada pada mereka. Ujian yang mereka dapat tentu saja bukan ujian yang remeh remeh, tapi sebanding dengan julukan yang kemudian ada pada mereka, wanita terbaik dunia dan akhirat. Jadi, jangan khawatir bagi mereka yang mendapatkan ujian yang berat, barangkali Allah tengah mengupgrade diri kita, sehingga menjadi pribadi yang lebih berharga di sisi-Nya.
Mereka juga terkenal dengan wanita mutakamil atau wanita yang sempurna. Baik dari sisi lahiriah maupun ruhiyah. Mereka terkenal dengan sebutan jamilatul jamil (cantik dari yang tercantik), itu dari sisi lahir sedangkan dari sisi ruhiyah, mereka terkenal dengan sebutan albatul atau atthohiroh yang berarti suci.
Dari keempat nama tersebut, kita juga bisa melihat karakter atau sifat luar biasa yang seharusnya melekat pada seorang ibu. Asiyah dengan Musa, walau ia hanya anak angkatnya. Maryam dengan Isa. Khadijah dengan anak-anaknya yang cukup banyak, serta Fatimah dengan para pemuda penghulu surganya. Kasih sayang mereka, didikan dan teladan mereka pada anak-anaknya, itulah kunci keberhasilan pengasuhan mereka. Ibu memang sosok luar biasa, kita pasti sepakat dengan kalimat ini.
Dari kisah mereka, kaum wanita seharusnya bisa mengambil pelajaran, bahwa dalam Islam tidak membatasi potensi kebaikan dan kebermanfaatan yang mungkin dilakukan oleh seorang wanita. Apakah itu menjadi engineer, dokter, farmasist, scientist, guru, ahli gizi, plantologist, polwan, entrepreneur, penulis dan profesi lainnya. Namun, tentu saja, tidak boleh melupakan potensi kebaikan dan kebermanfaatan terbesar yang Allah berikan kepada kaum wanita, yaitu menjadi istri dan menjadi ibu. Istri yang taat kepada suaminya dan Ibu yang mengandung, melahirkan dan mendidik anaknya dengan didikan rabbani. Suatu hal yang seharusnya diingat oleh mereka yang ramai meneriakkan kesetaraan gender yang ternyata jauh dari nilai-nilai Islam.