Hari sudah semakin siang, kunjungan saya ke Pantai Tanjung Bira Timur dan melihat pembuatan kapal pinisi di sana sudah harus diakhiri. Saya segera menuju ke arah jalan utama yang menghubungkan antara Tanjung Bira dengan Bontobahari (Tana Beru). Niat awal saya setelah dari Tanjung Bira adalah ke Tana Beru terlebih dahulu sebelum kembali ke Makassar. Namun kebimbangan terjadi karena ternyata saya sudah dapat melihat proses pembuatan kapal pinisi di Tanjung Bira tanpa ke Tana Beru. Nah di sini saya mulai berpikir, apakah perlu saya mampir ke Tana Beru untuk melihat pembuatan kapal pinisi lagi?
Setelah dipikir-pikir saya mampir ke Tana Beru atau nggak tergantung nanti kendaraan yang lewat. Kalau yang lewat adalah pete-pete dengan tujuan Bulukumba, maka saya akan singgah ke Tana Beru. Namun kalau yang lewat adalah kijang yang langsung ke Makassar, saya tidak akan mampir ke Tana Beru melainkan langsung menuju Makassar. Setelah menunggu angkutan beberapa saat, rupanya yang nongol duluan adalah kijang. Tentunya saya tanya dulu kepada pak sopir apakah kijang tersebut akan sampai di Makassar. Setelah mendapat kepastian dan nego ongkos, saya pun langsung naik ke dalam kijang. Ya inilah uniknya angkutan dari Tanjung Bira ke Makassar, nggak ada patokan harga. Semuanya serba nego. Waktu saya tanya ke sopir, berapa ongkos ke Makassar? Sopir malah ganti bertanya, biasanya berapa? Langsung saya jawab 35.000 dan deal. Hihihi.. Padahal sewaktu berangkat ke Tanjung Bira, ongkos segitu adalah ongkos dari Makassar hingga Bulukumba. Kebetulan sopir adalah orang asli Bira, jadi dalam perjalanan ke Makassar ini beberapa kali menjemput beberapa penumpang di rumahnya. Mereka sudah order sepertinya. Oh ya, mulai dari pagi hingga siang masih cukup banyak kok angkutan yang bisa membawa Anda keluar dari Bira. Kalau pete-pete tentu hanya sampai di Bulukumba, tapi kalau kijang biasanya hingga Makassar.
Siang itu isi kijang benar-benar penuh sampai-sampai saya terjepit di antara penumpang lainnya. Kijang yang normalnya diisi dengan tujuh penumpang saat itu diisi dengan sepuluh penumpang. Dua penumpang dijejalkan di depan sebelah sopir, empat di baris tengah, dan empat lagi di baris belakang. Itu belum ditambah dengan penumpang anak-anak yang dipangku ibunya. Gilaa.. Yang lebih menjengkelkan lagi si sopir terus-menerus menelpon pacarnya selama mengemudi, bikin hati nggak tenang aja. Berita baiknya adalah cara menyopirnya cukup kalem, nggak ngebut, dan nggak ugal-ugalan. Selama perjalanan dari Bira ke Makassar kijang berhenti beberapa kali karena ada razia dishub, berhenti beli makanan ringan, maupun berhenti makan di sebuah warung makan kecil di pinggir jalan. Perjalanan Bira-Makassar yang hanya 4-5 jam ini benar-benar terasa menyiksa. Apalagi kebanyakan penumpang memang turun di Makassar. Akhirnya kijang tiba juga di Terminal Malengkeri-Makassar saat matahari akan tenggelam. Berakhir pula penyiksaan di dalam kijang hari itu. ._.