GuidePedia

0
Hubungan Indonesia - Malaysia ibarat api dalam sekam. Dari luar Kelihatannya baik-baik saja, padahal ada potensi 'ledakan' yang cukup besar. Rakyat Indonesia sendiri sudah 'gerah' dengan prilaku Malaysia yang dianggap merendahkan martabat Indonesia sebagai negara berdaulat. Mulai dari krisis Sipadan - Ligitan, klaim kepemilikan budaya, konflik blok Ambalat, terakhir 'penangkapan' petugas Perikanan dan Kelautan. Semuanya tampak sekali 'pelecehan' Malaysia terhadap Indonesia.

Suara-suara 'ganyang Malaysia' pun kembali digemakan. Sebuah istilah pemberian Presiden Soekarno yang merupakan bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan Malaysia saat itu. Namun sebelum kita benar-benar yakin dengan'ganyang Malaysia', mari kita ukur diri dari berbagai segi.

Dari Segi Ekonomi
Kekuatan ekonomi suatu negara berbanding lurus dengan kemampuannya menjaga stabilitas negara tersebut. Semakin mapan ekonomi suatu negara, maka semakin tangguh pula ia dalam menjaga stabilitas negaranya.

Perekonomian Indonesia di tahun 2010, walaupun memperlihatkan trend positif, namun masih jauh dari mapan. Hutang yang menjerat negeri ini telah mencapai angka yang menakjubkan, 1.062 Triliun. 116 Triliun akan jatuh tempo pada tahun ini, dan hutang yang jatuh tempo akan mencapai puncaknya pada tahun 2033. Sumber daya - sumber daya alam potensial banyak dikuasai asing, akibatnya tidak dapat memberikan keuntungan optimal. Merosotnya perekonomian tercermin pula dari APBN 2010 yang kurang 5 triliun, hingga memaksa pemerintah harus melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN).

Sekarang mari kita tengok ekonomi Malaysia. Ketika negara maju mengalami guncangn ekonomi, Malaysia, menurut Koordinator Menteri Malaysia - Tan Sri Nor Mohamed Yakcop, justru merupakan negara yang tingkat pemulihan ekonominya paling cepat di Asia.

Menurut Kevin Grice, seorang ekonom pada Capital Economics Ltd. di London, perekonomian Malaysia cukup tangguh untuk mengatasi dampak penyebaran krisis ekonomi Eropa. Ketangguhannya membawa mata uang Ringgit sebagai mata uang dengan kinerja terbaik tahun ini.

Cerminan Pendapatan per kapita Malaysia tidak bisa diremehkan. GDP Malaysia tembus ke angka $ 12,000, yang berarti 3X lipat dari GDP Indonesia yang hanya $ 4.000.

Dari Segi Militer
Indonesia harus terseok-seok dalam memutakhirkan peralatan tempurnya, mengingat Indonesia masih terkena embargo militer oleh Jawara militer dunia, Amerika Serikat, dan anggaran yang minim.

Banyak peralatan militer Indonesia yang harus 'dikandangkan' lantaran spare part yang tidak bisa didapat, seperti 2 unit F16. F16 adalah satu-satunya pesawat tempur tercanggih yang dimiliki Indonesia. Memang Indonesia sudah memiliki empat buah pesawat tercanggih buatan Rusia, Su-30 dan Su-27, namun belum sepenuhnya dapat diandalkan. Sisanya, adalah kekuatan pesawat yang sudah uzur, yaitu 12 buah F-5E/F 'Tiger II', 17 buah A-4E 'Sky Hawk' (keduanya generasi pesawat tahun 1960 s.d. 1970-an), disamping pesawat tempur ringan yang masih modern, yaitu 35 buah Hawk 100/200, 9 buah Hawk Mk-53, didukung pesawat generasi perang Vietnam (1960-an), yaitu 9 buah OV-10 'Bronco'.

Sedangkan Malaysia memiliki pesawat Su-30, sama seperti yang dimiliki Indonesia, yang jumlahnya 4X lipat Indonesia, yaitu 18 unit. Didukung pula sejumlah pesawat modern lainnya, MiG-29 Fulcrum juga buatan Rusia. Ditambah dengan F/A-18D Hornet buatan AS generasi 1989 - 1990, yang secara spesifikasi masih lebih baik ketimbang F16A/B milik Indonesia yang merupakan generasi tahun 1970. Maklum dana anggaran mencukupi, plus tidak ada embargo yang dikenakan atas Malaysia.

Indonesia boleh 'menepuk dada' dengan angkatan lautnya. Mungkin karena Malaysia bukan negara kelautan, jadi 'kurang' memperhatikan kekuatan lautnya. Beda dengan Indonesia yang negara maritim. Tapi Indonesia hanya menang kuantitas, karena kapal-kapal yang dimiliki kebanyakannya adalah kapal bekas atau lama. Sedangkan Malaysia walaupun lebih sedikit, namun kapal-kapalnya terbilang kapal modern.

Indonesia memiliki 3 unit kapal perusak Fatahillah, sebuah kelas Ki Hajar Dewantara, serta 4 kapal cepat roket kelas Mandau (termasuk di antaranya KRI Rencong), dua buah kapal cepat torpedo (KCT) kelas Ajak, dua buah buru ranjau kelas Pulau Rengat.

Malaysia memiliki 2 unit kapal fregat generasi 1990-an. Kedua kapal dilengkapi sistem data tempur modern, sehingga dalam pendeteksian kapal lawan dikabarkan lebih unggul. Selain itu, Malaysia juga dilengkapi fregat generasi 1980-an, disamping korvet kelas laksamana yang merupakan generasi tahun 1995.

Mengenai angkatan darat, Indonesia memiliki kekuatan jauh lebih banyak yaitu 328.517 personil tentara dari total 432.129. Sedangkan Malaysia hanya 70.000 dari 98.000 personil tentara. Dan lagi-lagi Indonesia menang kuantitas, dan Malaysia lebih unggul dari segi kualitas.

Dari segi eksternal
Malaysia telah menjalin kesepakatan dengan Australia, Inggris, Singapura dan Selandia baru, yang mana salah satu butir kesepakatannya adalah jika salah satu negara yang bersepakat diserang oleh negara lain, maka yang lainnya akan bantu membela.

Jika pecah perang Indonesia - Malaysia, selain berarti Indonesia harus berhadapan dengan Inggris, Australia, Singapura dan Selandia Baru, tidak menutup kemungkinan NATO pun akan turut campur tangan membela Malaysia mengingat Inggris merupakan anggota NATO, dan Inggris bisa menggunakan dalih serupa dimana jika salah satu negara anggota NATO diserang, maka negara anggota NATO lainnya akan turut membela.

Indonesia adalah negara berdaulat. Malaysia mungkin saja lebih 'tangguh' daripada Indonesia, tapi bukan berarti bisa berbuat sewenang-wenang. Kedaulatan harus tetap dipertahankan. Mempertahankannya tidak harus dengan jalan perang. Masih ada jalur diplomasi. Perang adalah solusi akhir ketika diplomasi menemui jalan buntu, maka bisa saja opsi perang diambil.

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top