Salah satu diantara prinsip syiah dua belas imam
yang berkembang di Iran adalah menolak semua ajaran islam yang
dilestarikan para sahabat. Karena mereka menganggap para sahabat telah
berkhianat dan menyelewengkan syariat. Salah satunya adalah shalat
tarawih. Syiah mengklaim, tarawih adalah ajaran Umar yang belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan karenanya, bagi orang syiah, tarawih adalah bid’ah.
Dalam dialog yang ditayangkan pada video di atas, ada satu orang syiah bertanya: ‘Bukankah bulan Ramadhan itu penuh berkah, mengapa syiah sendiri justru anti-tarawih?’
Selanjutnya salah satu tokoh syiah, Yassir Habib memberikan
penjelasan, yang intinya, bahwa jamaah tarawih tidak pernah ada di zaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dulu para sahabat pernah shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian beliau melarang untuk melaksanakan shalat sunah secara
berjamaah. Keterangan ini ada di buku-buku shahih yang dimiliki kelompok
mukhalifin (orang yang menyimpang).
Kemudian Yasir juga menegaskan, bahwa yang pertama kali
mengadakan jamaah tarawih adalah Umar. Umar mengumpulkan semua orang
untuk shalat jamaah di malam hari Ramadhan, di bawah imam Ubay bin Ka’b.
Ketika itu ada beberapa orang yang tidak paham mengkritik Umar,
“Bid’ah…bid’ah..” kemudian Umar menegaskan: “Sebaik-baik bid’ah adalah
ini.” sebagai bentuk bantahan atas tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
Selanjutnya si Yasir mulai mencela Ahlus Sunah,
Anda bisa saksikan kelompok mukhalifin, yang melestarikan shalat
sunah yang Umar sendiri telah mengatakan bahwa itu bid’ah. Mereka
melaksanakannya, padahal telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dan mereka lebih memilih syariat Umar. Mereka memang tidak mengikrarkan
bahwa nabi mereka adalah Umar, namun secara praktek, menunjukkan bahwa
mereka telah mengklaim nabinya bukan Muhammad tapi Umar. …dst.
Saya anggap cukup mewakili, dan masih ada beberapa celoteh Yasir
untuk menganggap sesatnya Ahlus Sunah dan kaum muslimin seluruhnya.
Demikianlah sikap syiah terhadap Ahlus sunah.
Kebencian mereka kepada Ahlus Sunah telah mendarah daging hingga masuk
ke sumsum tulang mereka. Sehingga untuk menyebut sunni, mereka ganti
dengan kelompok mukhalif (kelompok menyimpang).
Karena itu, sungguh aneh ketika ada orang yang punya prinsip,
janganlah kita menyesatkan kelompok lain, jangan menyesatkan syiah, dan
hormati perbedaan. Prinsip semacam ini justru menjadi bukti bahwa dia
tidak memahami perbedaan. Prinsip ini menjadi bukti bahwa dia tidak
memahami firqah dan aliran yang menisbahkan diri sebagai aliran islam.
Sikap syiah ketika menyesatkan Ahlus sunah, jauh lebih sangat
dibandingkan sikap ahlus sunah dalam menyesatkan syiah.
Kebencian Syiah Kepada Umar
Salah satu prinsip syiah adalah benci setengah mati kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Saking bencinya mereka kepada Umar, hingga mereka jadikan kutukan
kepada Umar, sebagai bagian dari syahadat syiah. Anda bisa saksikan
video berikut,
Jika ada orang awam yang hendak masuk syiah, syarat mutlaknya,
dia harus mengutuk Abu Bakr, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Aisyah,
dan Hafshah radhiyallahu ‘anhum. Itulah agama syiah, sejak awal mereka membangun agamanya di atas prinsip kebencian dan permusuhan.
Tidak heran, jika mereka memuji habis Abu Lukluk Al-Majusi,
karena dia yang menikam Umar dari belakang ketika shalat subuh. Mereka
hiasi kuburan Abu Lukluk, sebagaimana layaknya kuburan wali. Anda bisa
saksikan video:
Bahkan ada juga yang mengherankan, saking bencinya mereka kepada
Umar, ada salah satu tokoh Syiah, At-Tibrizi ketika di usia 87 tahun,
dia pernah mengatakan kepada jamaahnya,
لو أدخلني الله إلى الجنة ووجدت عمر بن الخطاب فيها لطلبت من الله أن يخرجني منها
“Andaikan Allah memasukkanku ke dalam surga, kemudian aku ketemu
Umar bin Khattab di surga, niscaya aku akan meminta kepada Allah untuk
mengeluarkanku dari surga.”
[sumber: http://www.muslm.org/vb/showthread.php?200079]
Jamaah Tarawih sudah ada sejak Zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Selanjutnya, kita kembali kepada permasalahan shalat tarawih.
Anda garis bawahi pernyataan tokoh syiah di atas, bahwa tarawi tidak
pernah dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terdapat sangat banyak dalil yang menunjukkan adanya shalat tarawih berjamaah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setidaknya ada 3 jenis hadis tentang shalat tarawih:
Pertama, persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada praktek sahabat
Di zaman beliau, ada beberapa sahabat yang melaksanakan shalat
tarawih di malam Ramadhan secara berjamaah. Dalam hadis dari Tsa’labah
bin Abi Malik,
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات ليلة في رمضان فرأى ناسا في
ناحية المسجد يصلون فقال : ما يصنع هؤلاء ؟ قال قائل : يا رسول الله هؤلاء
ناس ليس معهم قرآن وأبي بن كعب يقرأ وهم معه يصلون بصلاته فقال : ” قد
أحسنوا ” أو ” قد أصابوا ” ولم يكره ذلك منهم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar
pada malam Ramadhan. Beliau melihat ada beberapa orang yang shalat
jamaah di salah satu sudut masjid. Beliau bertanya: “Apa yang mereka
lakukan?” Salah satu sahabat menjawab, ‘Wahai Rasulullah, mereka
sekelompok orang yang belum hafal Alquran. Ketika itu, Ubay bin Ka’b
sedang shalat malam. Lalu mereka bergabung menjadi makmumnya Ubay.’
Kemudian beliau berkomentar, “Mereka telah berbuat benar.” dan beliau
tidak membencinya.
[HR. Baihaqi, dan beliau mengatakan: Hadis mursal yang hasan. Kemudian
dalam jalur lain terdapat riwayat yang maushul (bersambung), dari Abu
Hurairah dengan sanad diterima, dan Al-Albani menilai hadis hasan].
Kedua, praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebagaimana disampaikan oleh An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu,
قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة ثلاث وعشرين في شهر
رمضان إلى ثلث الليل الأول ثم قمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل ثم
قام بنا ليلة سبع وعشرين حتى ظننا أن لا ندرك الفلاح
Kami shalat tarawih bulan Ramadhan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada malam ke-23 hingga sepertiga malam pertama, kemudian kami shalat
lagi pada malam ke-25, hingga pertengahan malam, kemudian beliau
mengimami kami pada malam ke-27 hingga akhir malam, sampai kami khawatir
tidak bisa ngejar sahur.
[HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf, An-Nasai, Imam Ahmad dalam
musnadnya, Al-Firyabi dan dishahihkan oleh Al-Hakim].
Al-Hakim mengatakan setelah menyebutkan hadis ini:
وفيه الدليل الواضح أن صلاة التراويح في مساجد المسلمين سنة مسنونة
وقد كان علي بن أبي طالب يحث عمر رضي الله عنهما على إقامة هذه السنة إلى
أن أقامها
Hadis ini dalil yang sangat jelas bahwa shalat tarawih yang
dilakukan di masjid kaum muslimin adalah sunah yang menjadi kebiasaan
masa silam. Ali bin Abi Thalib memotivasi Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk melestarikan sunah ini, hingga Umar melaksanakannya. (Al-Mustadrak, 1/607).
Dan masih banyak keterangan sahabat lain yang menyebutkan kisah ini.
Ketiga, penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan Shalat tarawih
Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat hingga pertengahan malam, sebagian sahabat minta agar beliau
memperlama hingga akhir malam. Kemudian beliau menyebutkan keutamaan
shalat tarawih berjamaah,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ
“Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga
selesai, maka dia mendapat pahala shalat tahajud semalam suntuk.” (HR.
Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Melarang Shalat Tarawih Berjamaah?
Itulah klaim Yasir, pemuka agama syiah. Tapi anda tidak perlu
heran, karena dia bisa berkata apapun tanpa bukti untuk mendukung
pendapatnya.
Yang benar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melarang jamaah shalat tarawih. Namun beliau tidak keluar shalat jamaah
tarawih karena khawatir Allah mewajibkan shalat malam itu. Demikian yang
diceritakan Ibunda kaum mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dalam
hadis riwayat Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Daud, dan yang lainnya, Aisyah
radhiyallahu ‘anha menceritakan sejarah perjalanan shalat tarawih,
Dulu para sahabat melaksanakan shalat malam Ramadhan di masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terpencar-pencar. Ada shalat jamaah 5 orang, ada juga 6 orang shalat
jamaah, dan ada yang kurang atau lebih dari itu. Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruhku untuk meletakkan tikar di dekat pitu rumahku (pintu rumah
Aisyah, berada di sebelah kiri masjid, bagian depan). Kemudian setealah
isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam di
atas tikar itu setelah menjalankan shalat isya. Para sahabat yang berada
di masjid, segera berkumpul dan bermakmum kepada beliau. Setelah
berlalu 1/3 malam, beliau usai, dan masuk rumah.
Di pagi harinya, banyak sahabat membicarakan shalat itu, sehingga
di malam berikutnya, masjid nabawi penuh orang, menantikan shalat malam
berjamaah.
Di malam Ramadhan ke-25, beliau keluar dan mengimami para sahabat
dengan jumlah jamaah lebih banyak. Pagi harinya, perbincangan itu
semakin tersebar. Hingga di malam 27, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan keluarganya dan melaksanakan shalat malam hingga akhir malam, dengan jamaah sangat banyak.
Di malam berikutnya, beliau tidak keluar rumah. Setelah beliau
mengimami shalat isya, beliau masuk rumah, sementara masjid penuh para
sahabat, menunggu shalat. Beliaupun bertanya kepadaku: ‘Wahai Aisyah,
apa yang terjadi dengan para sahabat?’
‘Wahai Rasulullah, banyak orang mendengar tentang shalat anda
kemarin, dan mereka ingin agar anda mengimami mereka.’ Jawab Aisyah.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar tikar kemarin digulung. Malam itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap ibadah di rumah, sampai subuh. Beliau keluar untuk mengimami shalat subuh, kemudian berkhutbah,
أيها الناس أما والله ما بت والحمد لله ليلتي هذه غافلا ولكن خشيت
أن تفرض عليكم صلاة الليل فتعجزوا عنها فاكلفوا من الأعمال ما تطيقون فإن
الله لا يمل حتى تملوا
Wahai sekalian manusia, demi Allah, tadi malam saya tidak sedang
lalai (tidak tidur) – walhamdu lillah – namun saya khawatir akan
diwajibkan kepada kalian shalat malam ini, sehingga kalian tidak sanggup
melakukannya. Lakukanlah amal sunah yang mampu kalian lakukan, karena
Allah tidak bosan menerima amal kalian, sampai kalian bosa dalam
bersamal. [HR. Bukhari 924, Muslim 761, Abu Daud 1373 dan yang lainnya]
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri mengatakan,
فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم والناس على ذلك ثم كان الأمر على ذلك في خلافة أبي بكر وصدرا من خلافة عمر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dan
kebiasaan shalat tarawih masyarakat masih seperti itu. Keadaan tersebut
tetap berlanjut di masa Khilafah Abu Bakr, dan beberapa waktu di masa
khilafah Umar. (HR. Bukahri 2009)
Anda bisa saksikan, adakah larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat untuk shalat malam berjamaah? Itu hanya klaim syiah, untuk memojokkan Amirul Mukminin, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Yang ada, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
lagi melaksanakan tarawih secara berjamaah, karena kegiatan itu diikuti
banyak sahabat, hingga beliau khawatir Allah akan menurunkan wahyu,
menetapkan shalat jamaah tarawih sebagai kewajiban bagi kaum muslimin.
Dan itu akan sangat memberatkan kaum muslimin.
Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
wahyu tidak lagi turun, sehingga tidak akan ada perubahan hukum dari
sunah menjadi wajib. Karena itu, aktivitas kaum muslimin melaksanakan
shalat tarawih berjamaah selama sebulan, tidak akan menyebabkan hukum
shalat ini menjadi wajib.
Ijtihad Umar
Itulah yang mendasari ijtihad Umar. Wahyu tidak lagi turun, dan
tidak akan ada perubahan hukum. Karena itu, Umar menghidupkan sunah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau tinggalkan
karena khawatir Allah wajibkan. Ketika kekhawatiran itu sudah tiada,
Umar memerintahkan sahabat Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu untuk mengimami para sahabat melaksanakan shalat tarawih.
Yang menakjubkan, ijtihad Umar ini justru didukung 100% oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. sebagaimana yang ditegaskan Imam Al-Hakim dalam Mustadrak,
وقد كان علي بن أبي طالب يحث عمر رضي الله عنهما على إقامة هذه السنة إلى أن أقامها
“Ali bin Abi Thalib memotivasi Umar radhiyallahu ‘anhuma, untuk menghidupkan kembali sunah itu, hingga Umar melaksanakannya.” (Al-Mustadrak, 1/607)
Mengapa di masa Abu Bakr Tidak Diadakan Tarawih Berjamaah?
Sebagian orang mempertanyakan hal ini. Jika alasan Umar
mengadakan jamaah shalat tarawih adalah wahyu tidak lagi turun, mengapa
di zaman Abu Bakr, jamaah tarawih tidak diadakan?
Pertanyaan semacam ini telah dijawab oleh As-Syathibi dalam kitabnya Al-I’tisham,
وإنما لم يقم ذلك أبو بكر رضي الله عنه لأحد أمرين:
الأول؛ إما لأنه رأى أن قيام الناس آخر الليل ، وما هم به عليه ، كان أفضل عنده من جمعهم على إمام أول الليل . ذكره الطرطوشي
“Jamaah tarawih tidak diadakan di zaman Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, karena dua alasan,
Pertama, karena Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang dilakukan
para sahabat dengan shalat tahajud di akhir malam, dan mereka shalat
sendiri-sendiri atau berjamaah dengan kelompok kecil, itu lebih afdhal
menurut Abu Bakr, dari pada mereka dikumpulkan berjamaah di awal malam
dengan satu imam. Ini adalah keterangan At-Thurthusyi.
وإما لضيق زمانه رضي الله عنه عن النظر في هذه الفروع ، مع شغله
بأهل الردة وغير ذلك مما هو أوكد من صلاة التراويح ، فلما تمهد الإسلام في
زمن عمر رضي الله عنه ورأى الناس في المسجد أوزاعاً [ متفرقين ] ، كما جاء
في الخبر ، قال : لو جمعت الناس على قارئ واحد لكان أمثل ، فلما تم له ذلك
نبه على أن قيامهم آخر الليل أفضل، ثم اتفق السلف على صحة ذلك وإقراره ،
والأمة لا تجتمع على ضلالة ، وقد نص الأصوليون أن الإجماع لا يكون إلا عن
دليل شرعي..
Alasan kedua, masa kepemimpinan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu
sangat pendek, sehingga tidak sempat memperhatikan masalah semacam ini.
Terlebih beliau disibukkan dengan orang murtad atau kasus lainnya, yang
lebih mendesak untuk ditangani dari pada shalat tarawih. Setelah islam
jaya di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu, sementara masyarakat
shalat malam di masjid dengan terpencar-pencar, sebagaimana yang
disebutkan dalam dalil. Umar kemudian mengatakan, ‘Andaikan mereka
dikumpulkan dengan satu imam, tentu lebih baik.’ Setelah sunah ini
dihidupkan, beliau mengingatkan, pelaksanaan shalat tarawih di akhir
malam, itu lebih baik. Kemudian para sahabat sepakat kebenaran ijtihad
itu dan mereka setuju. Sementara kaum muslimin tidak akan bersepakat
dalam kesesatan. Para ahli ushul fiq telah menegaskan bahwa ijma’
(kesepakatan ulama) tidak mungkin ada kecuali berdasarkan dalil
syariat.. (Al-I’tisham, 1/142).
Kata Sepakat Umat Islam, Tarawih adalah Sunah
An-Nawawi mengatakan,
صلاة التراويح سنة بإجماع العلماء
“Shalat tarawih adalah sunah berdasarkan sekapat ulama.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3/526).
An-Nawawi juga mengatakan,
قال أبو العباس وأبو إسحق صلاة التراويح جماعة أفضل من الانفراد لإجماع الصحابة وإجماع أهل الأمصار على ذلك
Abul Abbas dan Abu Ishaq mengatakan, ‘Shalat tarawih berjamaah
lebih afdhal dari pada sendirian, berdasarkan ijma’ sahabat dan
kesepakatan ulama di berbagai daerah. (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/32).
Al-Khatib As-Syirbini mengatakan,
وقد اتفقوا على سنيتها ، وعلى أنها المراد من قوله صلى الله عليه
وسلم ( من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر )
رواه البخاري
“Para ulama sepakat adanya sunah shalat tarawih, dan mereka
sepakat keutamaan shalat tarawih seperti yang disebutkan dalam hadis
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapa yang melaksanakan
qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala maka akan diampuni
dosanya yang telah lewat dan yang akan datang.” (Mughni Al-Muhtaj,
1/459).
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)