Bagaimana mungkin kami harus memeriksa semua itu sebelum menerima job? Berapa banyak keluarga pengantin yang benar-benar rezekinya 100% bersih, tak terkait sedikitpun dari masalah negeri ini?
Oleh Fransisca Agustin
Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun…
Di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan ini, hamba ingin memohon maaf. Sebetulnya sudah lama hamba menyimpan kegelisahan ini, tapi hari ini begitu tak tertahankan.
Tuhan… seumur hidupku aku selalu berusaha menjalankan perintahMu, termasuk dengan sangat hati-hati memilih pekerjaan yang jujur dan jauh dari mencelakakan orang lain, juga alam semesta. Aku memilih pekerjaan sebagai pemusik, pekerjaan yang dekat dengan doa dan meditasi. Harpa dan kecapi.
Dalam setiap dentingnya, aku mengingatMu. Dalam setiap nada, aku memanjatkan doa dan puji. Baik ketika aku memainkan lagu gereja, lagu kelenteng, maupun Asmaul Husna. Aku menemukan kedalaman emosi dan spiritual antar manusia, baik ketika aku memainkan musik klasik, pop, melayu, country, ballad, blues, jazz, etnik Indonesia dan dunia, bahkan rock dan dangdut. Bahagia tak terkira jika aku bisa membuat tim musik dan pendengar berbahagia.
Tapi aku baru sadar, pekerjaanku ternyata tidak sepolos, sebersih, dan se-inosen yang aku kira…
Beberapa kali aku mendapat job di acara Dinas Pendidikan, juga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Selesai main, aku diberi kertas absen yang aku harus tanda tangani. Aku terkejut sekali ketika aku harus mengisi tiga kolom akomodasi dan konsumsi untuk 3 hari, padahal aku hanya main satu kali. Lalu kuitansi yang aku tandatangani, juga kuitansi kosong! Tidak ada angka nominal di sana. Tapi aku diam saja karena honornya lumayan. Apakah itu berarti aku turut andil korupsi, ya Tuhan? Ah…
Itu baru satu contoh, Tuhan…
Bulan lalu, misalnya. Aku hanya diberitahu bahwa jobnya adalah acara gathering di BSD. Ternyata, gathering semen SCG! Tadinya aku berkilah, itu perusahaan Thailand. Paling tidak, tidak merusak alam di Indonesia. Alamak, beberapa minggu kemudian aku mendengar protes pabrik SCG di Sukabumi yang merusak karst Gunung Guha dan polusinya mengganggu warga serta membuat gagal panen – anak usaha perusahan SCG ternyata PT Semen Jawa! Berhari-hari aku menghibur diri, di websitenya mereka menyatakan pabrik mereka ramah lingkungan. Mungkin saja mereka benar, meskipun rakyat ngotot “SCG bohong Go Green”.
Ah, apakah tiap kali aku harus riset panjang dulu sebelum menerima job manggung? Apakah kami semua pekerja di acara gathering ini, ikut andil mendukung kerusakan lingkungan? Semua pemusiknya, kru sound sistemnya, kru dekorasinya, sampai para pelayan, satpam, petugas kebersihan dan supir bis carteran yang mengantar kami, ikut “tertular dosa SCG”? Celaka…
Lalu dua minggu lalu, aku main di acara pelantikan DPP Golkar Jabar di Sentul. Aku tahu, para politikus di Indonesia masih jauh dari bersih. Aku menelan kekesalan, duduk di panggung paling depan menghadap penonton, dan melihat orang-orang di jajaran paling depan.
Di sana kulihat, salah satunya ada Nurdin Halid, mantan Ketum PSSI yang pernah dipenjara karena kasus penyelundupan gula impor. Lalu ada Agung Laksono, yang merupakan pendukung program nuklir Iran dan salah satu pendiri Adam Air yang menewaskan seluruh 102 penumpang pesawat tahun 2007 lalu. Beliau juga komisaris utama perusahaan batubara di Bitung, sahabat Sinar Mas yang menjadi pembela ketika Singapura protes asap dari Sumatera dan Kalimantan, mantan Menpora dan mantan Menko Kesra.
Oh iya, ternyata beliau juga yang mendukung Ratu Atut dulu di kepengurusan Golkar. Berarti juga andil dalam kasus korupsi Ratu Atut yang membuat anak-anak sekolah Banten harus ke sekolah dengan jembatan-jembatan gantung rusak yang berbahaya. Haduh…
Yang paling menyayat hati adalah harus bertepuk tangan ketika Setya Novanto pidato. Sang ketua umum baru, yang terkait kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60.000 ton, kasus E-KTP senilai 300 miliar, kasus penyelundupan limbah beracun B-3 di Pulau Galang Batam, kasus korupsi PON Riau, serta kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Freeport.
Ya Tuhan, apakah kami semua, para pekerja pelantikan DPP Golkar Jabar, dari kru panggung dancleaning service venue sampai supplier katering, PKL dan nasi padang untuk makanan kru, pembuat baliho dan kaos, juga pegawai hotel tempat pejabat menginap, dengan demikian juga ikut bertanggungjawab untuk semua kasus korupsi dan penderitaan rakyat itu? Apakah keluarga pekerja juga dihitung makan uang haram?
Apakah lebih bersih job kawinan saja? Tapi bagaimana kalau keluarga pengantin adalah keluarga koruptor? Atau supplier bisnis koruptor, misalnya toko besi dan pekerja bangunan yang turut serta pembangunan sarana PON yang bermasalah (jangan lupa warung di sekitar proyek), atau sesederhana teller cabang pembatu dari bank yang memberikan pinjaman untuk industri yang merusak lingkungan, atau guru les privat anak koruptor, atau dokternya, atau petani dan peternak yang hasilnya dimakan keluarga koruptor?
Bagaimana mungkin kami harus memeriksa semua itu sebelum menerima job? Berapa banyak keluarga pengantin yang benar-benar rezekinya 100% bersih, tak terkait sedikitpun dari masalah negeri ini?
Belum lagi sebagai anggota BPJS, kami harus membuka rekening di BNI/BRI/MANDIRI agar bisa bayar iuran melalui ATM.
Lalu kami harus bagaimana??
Maafkan kami, ya Tuhan… Mohon ampunan dan petunjukMu…
Tertanda, hambaMu yang benar-benar bingung.
Post a Comment Blogger Facebook