NYARIS semua bioskop di kota-kota besar, sudah memiliki kelengkapan CCTV infrared yang diletakkan di dalam studio bioskop. Mungkin tak banyak penonton bioskop yang menyadarinya. Aksi santai dan bercanda bersama keluarga, atau bahkan bermesraan dengan pacar, seakan semuanya aman-aman saja tanpa ada yang mengintai. Tapi coba Anda dongakkan kepala Anda ke atas. Jika ada sinar kecil berwarna merah, sudah dipastikan itulah CCTV infrared yang dimaksud.
Hal ini baru saya sadari sebulan kemarin saat menonton Cloudy with A Chance Meatballs 2. Dan ternyata infrared dalam bioskop sudah lama dipasang. Bioskop 21 Theatre yang menjamur di beberapa kota pada awalnya memang tidak dilengkapi fitur ini. Sementara "kakaknya" XXI otomatis sudah memasang alat kamera pengintai saat dibangun. Dan tentunya blitzmegaplex.
Dari kacamata penyedia jasa/pemilik bioskop, CCTV mutlak diperlukan untuk mempelajari perilaku konsumen/penonton. Tentang bagaimana konsumen bereaksi terhadap iklan, membuka makanan diam-diam di dalam tas, bagaimana mereka membeli "penjaja makanan" di dalam studio. Dan tentu saja aksi konsumen ketika film berputar.
CCTV infrared yang dapat melihat dengan jelas sesuatu dalam keadaan gelap ini juga untuk mengantisipasi tindakan yang tidak dibenarkan dalam bioskop. Jika sang "the eye" di balik monitor menangkap pemandangan mesum seperti berciuman atau sejenisnya, mungkin ia akan menjadikan pemandangan itu sebagai "bonus". Toh itu bagian dari urusan personal. Seseorang bisa melakukan "apa saja" selama tidak "membunuh". Pembunuhan dalam bioskop hanya terjadi dalam Scary Movie 3 bagaimanapun.
Tapi menghindari tindak pembajakan. Kalau kita pernah mendownload atau membeli DVD berisi film baru dengan kualitas cam, maka terlihat sekali perekamnya sangat berhati-hati. Kamera ditaruh di dalam tas, ditempatkan di salah satu kursi, dalam dekapan, atau di tangga. Tidak heran penonton video berkualitas "cam" tak akan mendapatkan tontonan bagus. Setidaknya membuat pecinta film yang tak punya kesempatan ke bioskop, bisa langsung menonton versi "jambakannya".
Akan tetapi di satu sisi, sungguh ketika saya menyadari adanya "the eye", gerak-gerik saya mendadak kaku. Saya merasa diperhatikan. Meskipun di dalam bioskop saya memang melakukan hal yang wajar. Yeah, selain mengambil makanan dari dalam tas karena terbiasa tidak membeli popcorn atau softdrink dari penjaja makanan atau di lobi. Maklumlah, makanan ringan itu dijual dengan harga dua kali lipat dari harga aslinya.
Pemasangan CCTv membuat saya merasa tak nyaman. Dan sepertinya saya berharap tidak mengetahui hal ini agar tak merasa segan lagi kalau ke bioskop. Entahlah, terutama di bioskop Indonesia (tentu saja), meski sudah membayar pantas, tapi tetap saja konsumen seperti diperlakukan bak seseorang yang dimata-matai. Bioskop kelas menengah biasanya masih memberlakukan pemeriksaan tas. Takut-takut konsumen bawa makanan dari luar/makanan dimasukkan ke dalam tas. Semata agar konsumen bisa membeli makanan di lobi yang mahal. Tak hanya itu, ketika masuk bioskop, kita mungkin akan mendapatkan tontonan yang tak utuh karena kita menyaksikan film versi "editan" dari Lembaga Sensor Film. Katanya konon untuk edukasi. Tapi kalau tamengnya itu, sepertinya kelak bioskop Indonesia harus mewajibkan seseorang menunjukkan KTP untuk tontonan dewasa. Selama ini bioskop hanya menyarankan dan memberi rating untuk setiap film yang akan tayang.
Pemotongan film LSF membikin penonton terutama dari kelompok movielovers fanatik, geram. Pemotongan ini bukan hanya memangkas scene nudistik, love scene, seperti halnya film The Readers, tapi juga adegan kekerasan/slasher scene seperti Saw. Jadi para movielovers ini lebih nyaman menonton film yang berbau romantic scene atau slasher versi DVD blueray. Yang bisa mereka dapatkan lewat unduh di amazon, membelinya langsung secara fisik, atau download gratis. Padahal dengan harga tiket yang cukup mahal, penonton berhak mendapatkan tayangan yang utuh tanpa pemotongan.
Contoh pemotongan "sadis" ini terjadi dalam film Perempuan Punya Cerita taun 2008, dimana scene yang dianggap tak pantas, dipotong tanpa ampun (adegan love scene dalam "Cerita Yogya") padahal aslinya tidak "sedramatis dan sefrontal" yang dibayangkan. Namun LSF masih terbuka untuk adegan kiss scene atau adegan baku hantam.
*
CCTV Infrared adalah alat pemindai ini bekerja dengan teknologi infrared dan 3D Face Recognition. Dalam bioskop besar, infrared ini dipasang sebanyak 4 kamera, diletakkan di tengah atap, di tengah bangku depan, dan di belakang. Sebagian besar 21 sekarang (menjelang akhir era 2000-an), XXI dan Blitzmegaplex duah dibekali kamera tersebut.
Jadi berhati-hatilah jika Anda berbuat yang "tidak-tidak". Jika kemarin-kemarin Anda sudah terlanjur melakukannya, mungkin diam-diam Anda akan mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar saat kembali lagi ke bioskop yang sama. Siapa tahu adegan yang "tidak-tidak" itu sempat populer dibicarakan para pekerja bioskop dan Anda pun terkenal (saya bercanda :D ).
Yang jelas kekurangnyamanan adanya sang pengintai yang dirasakan konsumen, semakin pekat saat beberapa pekerja bioskop langsung berdiri di dekat pintu exit SEBELUM CREDIT TITTLE ending film berakhir. Ini seperti mereka menyuruh kita untuk keluar lebih cepat! Anda sudah menonton, kami akan kembali bekerja membersihkan sampah-sampah makanan di tempat duduk Anda!
Follow @wisbenbae