1. Presiden Sukarno
Sepak terjang Presiden Soekarno di dunia Internasional, tak dapat diragukan lagi. Salah satu gagasan besarnya menyangkut keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, yang masih belum merdeka dan belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Dari alasan itulah Presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila Bandung.
Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser(Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Dan sejak saat itu pula Kota Bandung dikenal sebagai Ibu Kotanya Asia-Afrika. Bukti dari keberhasilan diplomasi Sukarno melalui KAA, masih bisa kita rasakan dan saksikan di Museum KAA di Gedung Merdeka Bandung.
2. Nurtanio Pringgoadisuryo
Nama Nurtanio begitu melambung dimasa keemasan PT. Dirgantara Indonesia yang dahulu bernama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). Di era 1970 akhir hingga pertengahan 1990-an, nama Nurtanio seolah menjadi ikon dunia dirgantara di Indonesia. Hal ini tentunya berdampak pula melambungkan nama Bandung sebagai kota dimana IPTN berada.
Nurtanio sendiri ahir di Kandangan, Kalimantan Selatan, 3 Desember 1923 adalah sosok perintis industri penerbangan Indonesia. Bersama Wiweko Soepono, Nurtanio membuat pesawat layang Zogling NWG (Nurtanio-Wiweko-Glider) pada tahun 1947. Ia membuat pesawat pertama all metal dan fighter Indonesia yang dinamai Sikumbang, disusul dengan Kunang-kunang (mesin VW) Belalang, dan Gelatik (aslinya Wilga) serta mempersiapkan produksi F-27.
3. Franz Wilhelm Junghuhn
Seorang naturalis besar, yang juga doktor, botanikus, geolog dan pengarang berkebangsaan Jerman, yang rasa cintanya teramat sangat pada alam priangan bil khusus Bandung. Dialah sosok pertama yang menanam bibit varietas unggul Kina ke Pulau Jawa, tepatnya di Bandung. Ia pula yang berhasil mengangkat nama Bandung hingga terkenal sebagai gudang penghasil bubuk Kina yang utama di dunia. Patut dicatat, bahwa pada masa sebelum Perang Dunia II, lebih dari 90% kebutuhan bubuk kina di dunia, dipenuhi oleh perkebunan dan pabrik kina di wilayah sekitaran Bandung. Pabrik peninggalannya kini masih berdiri kokoh dan beroperasi di Jl. Padjajaran, Bandung. Franz Wilhelm Junghuhn lahir di Mansfeld pada 26 Oktober 1809 – meninggal di Lembang, 24 April 1864 pada umur 54 tahun. Pusaranya, hingga kini terbaring manis di lembah jayagiri, Lembang.
4. Profesor C. P. Wolff Schoemaker
Profesor C. P. Wolff Schoemaker adalah salah seorang arsitek terkemuka Belanda yang banyak berkarya di Indonesia, terlebih Kota Bandung. Banyak dari karya-karyanya, menjadi bangunan monumental yang sarat nilai-nilai sejarah. Beberapa diantaranya, bisa dikatakan sebagai landmark-nya Kota Bandung. Sebut saja misalnya Villa Isola, Hotel Preanger, Gedung Merdeka, Peneropongan Bintang Bosscha, Bioskop Majestic, Landmark Building, Gedung Jaarbeurs, Penjara Sukamiskin, Gereja Bethel, Katedral St. Petrus, Mesjid Raya Cipaganti, dan banyak lagi yang lainnya. Demikian banyak karyanya di Bandung hingga seorang pakar arsitektur dari Belanda, H.P. Berlage, pernah mengatakan bahwa Bandung adalah "kotanya Schoemaker bersaudara". Ya, Wolff Schoemaker memang memiliki seorang kakak yang juga terpandang dalam dunia arsitektur masa kolonial, yaitu Richard Schoemaker. Di bandung pula mantan guru besar Technische Hoogeschool (ITB) ini dimakamkan.
5. Mohammad Toha
Mohammad Toha lahir di Bandung pada tahun 1927 adalah seorang komandan Barisan Rakjat Indonesia, sebuah kelompok milisi pejuang yang aktif dalam masa Perang Kemerdekaan Indonesia. Dia dikenal sebagai tokoh pahlawan dalam peristiwa Bandung Lautan Api di Kota Bandung, Indonesia tanggal 24 Maret 1946. Toha meninggal dalam kebakaran dalam misi penghancuran gudang amunisi milik Tentara Sekutu bersama rekannya Muhammad Ramdhan, setelah meledakkan dinamit dalam gudang amunisi tersebut. Baik Toha dan Ramdhan kelak dikenang sebagai Pahlawan pergerakan kemerdekaan dari Bandung.
Karena pengorbanan keduanyalah kelak peristiwa Bandung Lautan Api semakin bergelora. Begitupun para semangat juang tentara republik dalam mempertahankan tanah airnya. Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.