Teori Benturan Antar Peradaban (The Clash of Civilizations) oleh Samuel P. Huntington masih satu paket dengan tujuan Barat guna memperkenalkan Islam sebagai musuh Barat. Dengan lantang Huntington menyebut peradaban Islam dan Barat pada akhirnya akan berbenturan. Tidak mau kalah, para pemimpin negara-negara Barat juga menggunakan segala cara untuk menjadikan Islam sebagai musuh Barat.
Permusuhan Barat terhadap Islam telah sampai pada ranah yang paling kecil sekalipun yaitu keluarga. Dengan prinsip menjunjung tinggi kebebasan individual, ide-ide liberalisme Barat telah mengajarkan setiap orang boleh melakukan apa saja sesuai kehendaknya. Manusia tidak lagi harus memegang kuat aturan-aturan agama. Bahkan, kalau memang aturan agama yang ada tidak sesuai dengan kehendak manusia, maka yang dilakukan kemudian adalah menafsir ulang ayat-ayat Tuhan agar tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip dasar liberalisme. Wajar jika kemudian, berbagai tindakan amoral pun –sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus homoseksual, seks bebas, dan aborsi- bisa dianggap legal karena telah mendapatkan justifikasi ayat-ayat Tuhan yang telah ditafsir ulang itu.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
“Orang-orang kafir tidak henti-hentinya berusaha memerangi kalian hingga mereka berhasil mengeluarkan kalian dari agama kalian – jika saja mereka mampu” (TQS Al Baqarah [2]: 217)
Konspirasi penghancuran ini mereka lakukan karena Islam dan umat Islam memiliki potensi ancaman bagi hegemoni peradaban Barat (kapitalisme global). Selain potensi sumberdaya manusia yang sangat besar berikut sumberdaya alamnya yang melimpah, Islam dan umat Islam juga memiliki potensi ideologis yang jika semua potensi ini disatukan akan mampu menandingi sistem kapitalisme global.
Di samping itu, keluarga muslim saat ini masih berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir, yang menjaga sisa-sisa hukum Islam terkait keluarga dan individu, setelah hukum-hukum Islam lainnya menyangkut aspek sosial dan kenegaraan berhasil mereka hancurkan.
Penghancuran terhadap institusi Negara Islam hingga institusi keluarga
Saat ini, mewujudkan keluarga ideal yang penuh suasana sakinah mawaddah dan rahmah bukanlah hal mudah. Terlebih sistem sekuler yang mengungkung masyarakat kita saat ini membuat kehidupan serba sempit. Semua serba terbatas. Semua diukur dengan parameter materi atau uang. Berbagai krisis di masyarakat tak terelakkan, mulai dari krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, krisis moral dan budaya, krisis sosial, dan lain-lain. Hal ini diperparah dengan adanya benturan nilai akibat berkembangnya pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Saat ini, mewujudkan keluarga ideal yang penuh suasana sakinah mawaddah dan rahmah bukanlah hal mudah. Terlebih sistem sekuler yang mengungkung masyarakat kita saat ini membuat kehidupan serba sempit. Semua serba terbatas. Semua diukur dengan parameter materi atau uang. Berbagai krisis di masyarakat tak terelakkan, mulai dari krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, krisis moral dan budaya, krisis sosial, dan lain-lain. Hal ini diperparah dengan adanya benturan nilai akibat berkembangnya pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Selain karena lemahnya akidah umat, upaya konspirasi asing tak henti-hentinya menghancurkan umat dan keluarga melalui serangan berbagai pemikiran dan budaya sekuler yang rusak dan merusak, terutama paham liberalisme yang menawarkan kebebasan individu yang selalu saja vulgar, keluar dari pakem yang seharusnya. Akibatnya, umat Islam ‘merasa malu’ terikat dengan hukum-hukum Islam. Terlebih, dengan adanya stigma musuh-musuh Islam bahwa hukum-hukum Islam adalah aturan yang kolot, anti kemajuan, ekslusif, bias gender dan sebagainya. Sebagai gantinya, umat Islam justru menuntut penerapan berbagai aturan yang menjamin kebebasan individu, sekalipun mereka tahu, bahwa aturan-aturan itu bertentangan dengan syari’at agama mereka.
Goncangan di tubuh keluarga muslim tak terelakkan, mulai dari kasus perselingkuhan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), mencuatnya angka Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), kasus anak perokok, trend single parent yang terus meningkat, merebaknya kasus perceraian karena gugat cerai hingga pembunuhan pun terjadi. Sebuah ancaman serius bagi nasib umat di masa depan.
Selain itu, melalui berbagai event, PBB mengeluarkan berbagai konvensi dan kesepakatan internasional terkait dengan isu HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain, semisal Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Konvensi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW), Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik, kesepakatan Konferensi Kependudukan (ICPD), Millenium Development Goals (MDGs), Beijing Platform and Action (BPFA) dan lain-lain yang spiritnya sama-sama menuntut kebebasan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Berbagai konvensi dan hasil kesepakatan ini kemudian dipaksa untuk dirativikasi/diadopsi oleh seluruh negara-negara di dunia melalui blow up opini, tekanan politik, syarat bantuan dan lain-lain. Hanya saja, tak sedikit negara-negara di dunia yang dengan sukarela mengadopsi dan menjadikannya sebagai “kitab suci” atau rujukan bagi peraturan-peraturan publik yang diterapkan atas masyarakatnya, termasuk di dunia Islam.
Sebagai contoh, pasal 51 ayat 1 DUHAM 1948 berbunyi: Seorang isteri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya. Sedangkan Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik menegaskan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan antara lain memuat tentang hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut; hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; pengakuan atas hak laki-laki dan perempuan usia kawin untuk melangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga, prinsip bahwa perkawinan tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan bebas dan sepenuhnya dari para pihak yang hendak melangsungkan perkawinan, dan lain-lain.
Jika dicermati isi deklarasi dan konvensi ini mengandung spirit pembebasan dari aturan Islam, termasuk merombak pola interaksi, peran dan fungsi perempuan sebagaimana diajarkan Islam sekaligus menghapus kepemimpinan suami, yang berujung pada upaya mendesakralisasi lembaga perkawinan sekaligus membuka keran kebebasan atas nama kesetaraan dan HAM.
Penafsiran liberal atas nash-nash syariat pun dilakukan dengan dalih pembaharuan hukum Islam. Kita bisa melihat sendiri bagaimana seorang pengusung lesbian, Irshad Manji baru-baru ini dapat dengan leluasa mensyiarkan ide-ide liberalnya melalui bukunya “Faith Without Fear” (Beriman Tanpa Rasa Takut), dimana dia dengan beraninya menyatakan bahwa Rasulullah SAW telah mengedit isi Al Qur’an, menyuarakan bahwa untuk menjadi homoseksual atau lesbian adalah sah-sah saja, dan ide-ide liberal lainnya. Benar-benar pemikiran yang menyesatkan.
Menyelamatkan Umat dari Agenda Liberalisasi Keluarga
Konspirasi Barat dalam mempropagandakan liberalisme sudah masuk pada tataran individu dan keluarga. Ini berarti, individu dan keluarga, sadar atau tidak, telah dengan mudah bisa mengakses dan mengadopsi pemikiran-pemikiran liberal. Tanpa dipaksa, mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai gaya hidup modern. Negara-negara Barat tentu tidak merasa perlu menyeru masyarakat Muslim untuk murtad dari Islam, karena ini pasti akan ditentang habis-habisan oleh umat Islam. Cukuplah mereka mengajak kaum Muslim untuk mengikuti budaya yang mereka produksi, semisal pergaulan bebas, eksploitasi tubuh wanita, aborsi, single parent, homoseksual, dan lain-lainnya. Lalu sejengkal demi sejengkal umat Islam meninggalkan aturan agamanya dengan sukarela.
Konspirasi Barat dalam mempropagandakan liberalisme sudah masuk pada tataran individu dan keluarga. Ini berarti, individu dan keluarga, sadar atau tidak, telah dengan mudah bisa mengakses dan mengadopsi pemikiran-pemikiran liberal. Tanpa dipaksa, mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai gaya hidup modern. Negara-negara Barat tentu tidak merasa perlu menyeru masyarakat Muslim untuk murtad dari Islam, karena ini pasti akan ditentang habis-habisan oleh umat Islam. Cukuplah mereka mengajak kaum Muslim untuk mengikuti budaya yang mereka produksi, semisal pergaulan bebas, eksploitasi tubuh wanita, aborsi, single parent, homoseksual, dan lain-lainnya. Lalu sejengkal demi sejengkal umat Islam meninggalkan aturan agamanya dengan sukarela.
Liberalisasi telah berlangsung sangat sistematis. Upaya strategis yang harus dilakukan untuk menghadapi berbagai konspirasi asing dalam penghancuran keluarga muslim adalah mengajak umat untuk bersegera meninggalkan sistem liberal sekuler ini, dengan cara melakukan pencerdasan umat dengan Islam kaffah (ideologis). Targetnya adalah untuk membangun profil muslim/muslimah tangguh yang siap berjuang melakukan perubahan sistem.
Selain itu, harus dilakukan recovery terhadap fungsi keluarga muslim kemudian mengokohkannya, agar menjadi keluarga-keluarga yang tegak atas dasar ketaatan kepada Allah, menjadikan syari’at Islam sebagai standar sehingga setiap keluarga muslim mampu berfungsi sebagai masjid, madrasah, rumah sakit, benteng pelindung dan kamp perjuangan yang siap melahirkan generasi pejuang dan pemimpin umat, yang berkualitas mujtahid sekaligus mujahid. Kesemuanya itu diarahkan untuk mewujudkan masyarakat taat syariat, dimana pemikiran, perasaan dan aturan masyarakatnya diikat oleh pemikiran, perasaan dan aturan yang sama, yakni Islam.
Oleh:
Emma Lucya Fitrianty, S.Si (Emma Kaze)
Penulis Buku “Lelaki Hermaprodit” & Konsultan Statistika
Jl. Imam Bonjol 263 Sukorejo Gurah Kediri – Jawa Timur
Telp. 085 735 1977 69