GuidePedia

0

Penanganan kasus Gayus Halomoan Tambunan di kepolisian kembali dipertanyakan. Kali ini sorotan terarah pada hasil sidang kode etik dan profesi di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terhadap terperiksa AKP Sri Sumartini alias Tini, mantan penyidik Bareskrim Polri.

Komisi kode etik dan profesi menyimpulkan, tidak ada suap dari pihak manapun yang diterima Tini selama penyidikan kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus tahun 2009. Sidang kode etik berlangsung tertutup sehingga para pewarta tidak mengetahui apa saja yang terungkap dalam persidangan.

Tini hanya terbukti melakukan tiga pelanggaran yakni terkait perubahan status tersangka Roberto Santonius, perubahan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, serta pertemuan dengan Jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Krystal, Jakarta Selatan. Tini diganjar dengan rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Putusan itu bertolak belakang dengan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebut Tini terbukti menerima suap berkali-kali selama penyidikan. Majelis hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun terhadap Tini menilai, Tini terbukti menerima uang Rp 1,5 juta dari Roberto Santonius. Uang itu bagian dari Rp 5 juta pemberian Roberto. Sisa uang dibagi ke Arafat dan AKBP Mardiyani.

Putusan sidang kode etik juga bertolak belakang dengan penyidikan Polri sendiri yang dilakukan tim independen pimpinan Irjen Matius Salempang.

Lindungi Jenderal menguat
Donal Fariz, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai putusan komisi kode etik itu semakin menguatkan adanya upaya Polri melindungi para perwira tinggi yang diduga terlibat kasus Gayus. Komisi seakan menutup-nutupi perubahan status Roberto dari tersangka menjadi saksi terkait aliran dana ke Gayus.

"Penyidik di level Arafat dan Sri Sumartini tidak memiliki kuasa yang lebih strategis untuk merubah status. Yang bersangkutan (Arafat) sudah katakan ada level petinggi yakni Brigjen Edmond Ilyas (saat itu menjabat Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim) yang punya kewenangan atau sebagai otak dari perubahan status," ungkap dia.

Seperti diketahui, saat sidang di PN Jaksel Senin (4/10/2010), Arafat mengaku perubahan status Roberto atas perintah Edmond setelah Roberto menemui Edmond. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), kata Arafat, Roberto mengaku menyerahkan uang ke Edmond dan Kombes Pambudi Pamungkas (saat itu kanit) untuk merubah status.

Gayus juga menyebut hal yang sama. "Itu perintah Edmond. Roberto yang cerita ke saya," kata Gayus di sela-sela sidang Senin (4/10/2010).

Vonis lain diragukan
Setelah vonis terhadap Tini, komisi akan memeriksa lima terperiksa lain yakni Brigjen (Pol) Edmond, Brigjen (Pol) Raja Erizman, Kombes Pambudi Pamungkas, Kombes Eko Budi Sampurno, dan AKBP Mardiyani. Sama seperti Tini, sidang akan berlangsung tanpa pantauan publik.

Melihat vonis Tini, Donal meragukan hasil sidang terhadap para terperiksa itu. Pasalnya, komisi telah mengabaikan vonis Tini di PN Jaksel yang sudah berkekuatan hukum tetap. "Apalagi pemeriksaan terhadap terperiksa yang belum berkekuatan hukum. Kita lebih percaya terhadap putusan hakim," paparnya.

"Kalau hasil pemeriksaan berbeda, itu mengindikasikan kuat Polri melindungi Jenderal-Jenderalnya. Kalau Polri berupaya saling melindungi tidak akan terbongkar siapa sesungguhnya mafianya. Polri hanya bersih dipinggir-pinggir saja, membersihkan para perwira menengah sementara para jenderalnya dilindungi," tambah Donal.

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top