GuidePedia

0


Sketsa tertua lokasi Kraton Palembang, dibuat pada 1659, sebelum Kraton dan kota Palembang Lama dibakar habis oleh pasukan Belanda.

Pelabuhan Palembang di masa lalu
Gambar kota Palembang tempo doeloe yang dilindungi oleh 3 benteng

Tari gending Sriwijaya yang baru ada sejak 1944


Dan Tarian Tanggai selang beberapa tahun sesudahnya.

Pengantin adat Palembang

Pada Desember 2008 lalu telah berhasil ditemukan 9 gapura kerajaan Sriwijaya yang berada di situs Rimba Candi Kota Pagar Alam. Dari sembilan temuan gapura tersebut baru satu yang telah dilakukan penggalian dan pengumpulan reruntuhan, sedang yang lainnya baru sebatas pembersihan lokasi. Pemerintah Kota Pagar Alam ikut bergabung melakukan pemugaran benda cagar budaya ini.

Kondisi seluruh gapura kerajaan Sriwijaya yang berada di situs Rimba Candi ini dalam keadaan roboh dan ini perlu dilakukan penggalian dan penyusunan kembali. Menyinggung faktor penyebab gapura tersebut roboh, kemungkinan diakibatkan oleh faktor alam seperti gempa, erosi dan sebagainya.

Ciri khas reruntuhan gapura kerajaan Sriwijaya ini pada umumnya bebatuan berbentuk segi lima memanjang dengan tanda cekungan berbentuk oval kedalam di salah satu sisi batu tersebut. Tanda cekungan ini merupakan pengunci agar batu tersebut bisa menempel atau disatukan. Semakin besar kepingan reruntuhan gapura, semakin besar pula tanda pengunci yang berbentuk cekungan tersebut.

Situs Talanjang Gadis

Jembatan Ampera di Palembang, 1972

Jembatan Ampera, 1980

Jembatan Ampera, aikon kota Palembang, di masa kini.

Benteng Kuto Besak di Palembang, bangunan peninggalan Hindia Belanda yang kini dijadikan tangsi militer.

Masjid Agung Palembang merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Palembang. Masjid ini didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I atau Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo mulai tahun 1738 sampai 1748. Konon masjid ini merupakan bangunan masjid terbesar di Nusantara pada saat itu.





Angkot semacam ini oleh "orang kito galo" disebut taksi. Sedangkan taksi yang kita kenal justru disebutnya "argo". Padahal kenyataannya, taksi berargometer yang ada di Palembang umumnya tidak mau menghidupkan argonya. Mereka maunya borongan. Sungguh mengecewakan. Inilah salah satu kelemahan kota Palembang dalam layanan jasa transportasi, dimana perusahaan-perusahaan taksi tersebut dimonopoli oleh beberapa koperasi milik militer. Apalagi di tahun 2011 ini Palembang akan menjadi tuan rumah Sea Games. Pasti akan bermunculan keluhan di berbagai media massa.

Orang terkadang jijik kalau dengar istilah 'kethek', apalagi 'bubur kethek' alias burket. Dalam istilah resmi Bahasa Indonesia disebut ketiak, orang Jawa menyebutnya dengan istilah kelek. Tapi di Palembang Ketek-Ketek adalah sebutan untuk perahu sebagai alat transportasi di sungai Musi.

Di kota Palembang dulu ada alat transportasi namanya Ketek. Entah apa artinya.

Sumber

Sikok lagi dari Palembang:

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top